Pencegahan Epidemi Ekstrem Tak Kunjung Berakhir, Karyawan Foxconn yang Pulang Kampung Dikarantina di Alam Liar


XIONG BIN

Warga dalam sebuah komunitas di Distrik Hanyang, Wuhan, Tiongkok memprotes otoritas yang memblokir komunitas mereka tanpa batas waktu dengan beramai-ramai mengobrak abrik pagar pemblokir. Di sisi lain, karyawan Foxconn Zhengzhou yang meninggalkan taman industri untuk pulang kampung dipaksa menjalani karantina di alam liar.

Zhang Guolong, Kepala Dokter Pusat Pengendalian dan Pencegahan Epidemi Provinsi Henan mengatakan: “Virus itu mengendarai BMW, sedangkan kita mengendarai traktor.”

Pada 3 November, dalam konferensi pers tentang epidemi di Zhengzhou, pejabat setempat mengklaim bahwa epidemi menyebar begitu cepat sehingga virus yang menyebar itu bagaikan mengendarai BMW.

Namun, di bawah kebijakan pencegahan yang ekstrim dalam menghadapi risiko penularan yang begitu tinggi, pejabat Zhengzhou malahan mengumumkan bahwa 3.899 dari 6.000 lebih komunitas pemukiman telah dibebaskan dari pemblokiran.

Banyak warga tidak puas dengan pernyataan pejabat tersebut, sejumlah besar tangkapan layar menunjukkan bahwa banyak netizen meninggalkan pesan selama siaran langsung konferensi pers, menunjukkan bahwa pemerintah Kota Zhengzhou berbohong.

Pembebasan blokir formalitas yang dilakukan oleh pihak berwenang juga langsung diekspos publik.

Pada saat yang sama, karyawan yang minggat dari taman industri Foxconn tetap saja tidak dapat pulang ke rumah masing-masing.

Seorang karyawati Foxconn mengatakan: “Angin hari ini bertiup cukup kencang, khawatir tenda akan roboh, coba dengarkan suara angin, bertiup cukup kencang bukan?”

Rekaman video menunjukkan bahwa para pekerja pabrik Foxconn yang berhasil melarikan diri untuk pulang ke kampung halamannya akhirnya belum juga bisa mencapai rumah akibat dibawa pihak berwenang untuk menjalani karantina di alam liar.

Komentar netizen menyebutkan: Ini tak bedanya dengan lepas dari sarang harimau masuk ke sarang serigala.

Warga Guangzhou: “Wouw, Begitu banyak orang. Ini jangan-jangan rombongan keempat.”

Rekaman video di Internet menunjukkan bahwa sebuah adegan di pabrik di Kota Guangzhou, dimana sejumlah pekerja sedang berbaris ditengah hujan, menunggu diangkut dengan bus menuju lokasi isolasi terpusat.

Warga Guangzhou mengatak: “Di sini ada 5 buah bus besar, di sebelah sini yang cukup banyak, belasan atau 20-an kendaraan besar kecil, orang-orang tersebut sedang antre untuk naik kendaraan.”

Warga Guangzhou: “Kita diisolasi di gunung, pasang tenda di gunung. Lihatlah ! di sini ada cekungan.”

Pada 4 November, Mr. Dong, seorang penduduk Desa Kangle, Guangzhou mengatakan kepada NTDTV bahwa petugas pemerintah melakukan penggerebekan ke tempat tinggal penduduk pada tengah malam lalu membawa paksa puluhan ribu orang untuk dikirim ke lokasi isolasi terpusat.

Mr. Dong mengatakan: “Saat kami sudah tidur kira-kira pukul 11 atau 12 malam, tiba-tiba pintu rumah kami digedor, meminta kita segera bangun dan mengemas barang-barang untuk pergi, ikut mereka entah ke mana. Awalnya terlihat ada 7 buah kendaraan, sekitar 200-an orang, yang di belakang sudah berjalan, karena di sana mereka tidak diterima.”

Karena tempat lain menolak kedatangan mereka, jadi penduduk desa ini “dibuang” ke alam liar, diminta untuk tinggal dalam tenda darurat yang baru dibangun untuk isolasi.

Pada 4 November dini hari, penduduk Wuhan mulai memukul-mukul panci, wajan dan sebagainya untuk memprotes otoritas tentang penguncian yang tak ada habis-habisnya. Warga Jalan Yongfeng di Hanyang langsung membongkar tenda isolasi, pagar dan seng penghalang untuk membebaskan diri dari pemblokiran.

Ada warga yang berteriak: “Apakah pemblokiran sudah dicabut?”

Warga yang lain langsung menyaut: “Bebas blokir, bebas blokir.”

Ada warga mengungkapkan bahwa otoritas memberlakukan pemblokiran terhadap sejumlah besar jalan dan komunitas di Kota Wuhan, tetapi membebaskan jalan-jalan yang ada kantor komite partai provinsi, komite partai kota, komite partai distrik, dan kantor kecamatan.

Seorang wanita warga Wuhan, Ms Ren mengatakan: “Mereka berkuasa, dapat bertindak seenaknya.”

Kebijakan pencegahan epidemi ekstrem telah menjadi sarana bagi pemerintah untuk mengontrol rakyat jelata. Rakyat menghadapi kesulitan hidup yang amat sangat selama masa pemblokiran berlangsung, tetapi pejabat korup justru mengambil kesempatan untuk meraup keuntungan pribadi.

Tercatat hingga Jumat, jumlah kasus baru yang dilaporkan oleh otoritas Tiongkok mencapai level tertinggi dalam 6 bulan terakhir, demikian Reuters melaporkan. (ET/sin/sun)

0 comments