Sepertiga Warga di Chili Sudah Divaksin, Namun Epidemi Malah Meningkat

Maret 2021, di pusat vaksinasi di Santiago, Chili, seorang petugas kesehatan bersiap untuk memvaksinasi penduduk dengan CoronaVac. (CLAUDIO REYES / AFP melalui Getty Images)

XIAO JING - NTDTV.COM

Chili, sebuah negara Amerika Selatan, telah memvaksinasi vaksin COVID-19 (CoronaVac) sejak Desember tahun lalu. Sejauh ini, 1/3 penduduk setempat telah menyelesaikan dosis pertama vaksinasi. Namun, jumlah kasus yang baru dikonfirmasi di negara tersebut telah meningkat hampir 30%. Hal itu menimbulkan pertanyaan.

Menurut laporan penelitian oleh situs data vaksin “Our World In Data”, jumlah kasus baru yang dikonfirmasi di Chili telah meningkat dari hampir 4.000 pada awal Februari menjadi 5.000 bulan ini, meningkat hampir 30%. Sementara di ibu kota, Santiago, peningkatannya mencapai 44%.

Sebastian Ugarte, direktur departemen perawatan intensif rumah sakit setempat, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa meskipun jumlah tempat tidur di unit perawatan intensif meningkat dua kali lipat, tingkat pemanfaatan saat ini masih penuh.

Di antara mereka, banyak lansia yang berusia di atas 70 tahun meninggal setelah divaksinasi dengan vaksin Kexing (Sinovac). Jumlah pasien muda yang sakit parah juga menunjukkan tren peningkatan akhir-akhir ini.

Total populasi Chili sekitar 18 juta orang, dan lebih dari 33% populasi telah divaksinasi, menjadikannya negara dengan tingkat cakupan tertinggi di dunia. Hampir 92% dari mereka telah divaksinasi oleh vaksin Tiongkok, dan sisanya adalah vaksin oleh Pfizer. Bulan lalu, Chili baru saja menerima hampir 4 juta dosis vaksin Sinovac.

Selain itu, Hong Kong juga memulai vaksinasi massal dengan vaksin Kexing pada 26 Februari. Namun per 14 Maret, setidaknya 7 orang diketahui meninggal setelah divaksinasi. Menurut ringkasan laporan tahap pertama tentang pengawasan keamanan vaksin yang dirilis oleh Departemen Kesehatan Hong Kong, pada 7 Maret, terdapat 71 laporan abnormal vaksin di Hong Kong, di mana vaksin Kexing menyumbang 69 kasus.

Selain vaksin Kexing, para ahli menyatakan ketidakpercayaannya terhadap vaksin domestik Komunis Tiongkok. Bahkan para ahli dari Tiongkok daratan secara blak-blakan mengatakan bahwa vaksin Tiongkok adalah “vaksin paling tidak aman di dunia.”

Pada 30 Desember tahun lalu, vaksin tidak aktif yang dikembangkan oleh Sinopharm telah disetujui oleh Komunis Tiongkok untuk didaftarkan. Beberapa hari kemudian, pada 5 Januari, ahli vaksin Tiongkok Tao Lina memposting versi elektronik dari instruksi vaksin di WeChat, menyebutkan sebanyak 73 efek samping setelah vaksinasi.

Media Peru baru-baru ini mengungkapkan bahwa uji klinis Fase III vaksin Sinopharm Wuhan Tiongkok di negara itu memiliki tingkat efektif 33%, sedangkan vaksin Sinopharm Beijing memiliki tingkat efektif 11,5%.

Beberapa hari lalu, Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi mengatakan bahwa Beijing bersedia memberikan vaksin dalam negeri untuk peserta Olimpiade Tokyo dan Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022. Begitu berita tersebut disiarkan, telah ditolak oleh Jepang, selaku penyelenggara Olimpiade.

Komite Olimpiade Australia juga menyatakan bahwa mereka “sama sekali tidak mempertimbangkan” vaksin buatan Tiongkok. (et/hui/sun)

0 comments