Perbandingan Demo Rusuh AS dan Aksi Damai Hong Kong

Pada 12 Juni 2020, dalam aksi damai untuk memperingati 1 tahun konflik “Anti-Ekstradisi” di Hong Kong, polisi menahan seorang wanita dan seorang pria di Causeway Bay, Hong Kong. | ANTHONY WALLACE | AFP | GETTY IMAGES

QUAN YUAN

Kerusuhan yang disebabkan oleh kematian seorang pria Afro-Amerika di Minneapolis AS dalam proses penegakan hukum polisi telah meluas di Amerika Serikat, pusat perhatian dengan cepat melampaui dua peristiwa utama yakni pandemi virus PKT dan rencana PKT menerapkan paksa UU Keamanan Nasional versi Hong Kong. Sorot mata dunia berputar arah sekilat roller coaster, yang membuat orang merasa bahwa tahun 2020 ini benar-benar “tahun yang penuh peristiwa”.

Seiring dengan itu, semua propaganda internal dan eksternal RRT mengubah situasi berdiam diri seperti beberapa hari lalu setelah pidato Presiden AS tentang masalah Tiongkok, kini dengan menggebu merilis banyak berita sensasional dan gambar-gambar untuk mengungkapkan serta membongkar pemerintah AS dalam masalah Hong Kong yang disebut sebagai “standar ganda”, “wajah asli” rasisme dibawah demokrasi Amerika dan “kehidupan tragis” saudara-saudara kulit hitamnya.

Penulis di saat mulai masuk kuliah tidak lama pasca peristiwa ‘4 Juni 1989’, saya cukup beruntung pernah mendengarkan “laporan internal” dari Lin Yanzhi, wakil sekretaris Komite Partai Universitas Beijing, yang isinya kurang lebih adalah bahwa PKT tidak bersalah dalam menindas siswa, kesalahannya terletak pada penembakan dalam penindasan, cara menindas yang tepat seharusnya menggunakan benda khusus anti huru-hara seperti peluru karet dan gas air mata, karena hal itu tidak akan menyebabkan antipati dari negara-negara Barat. Dari sini terlihat bahwa Partai Komunis Tiongkok kala itu tidak menyimpulkan sesuatu yang benar-benar bermakna kemajuan dari “Gerakan 4 Juni”, tetapi hanya berubah menjadi lebih licik dan lebih bersifat menipu.

Menghadapi petisi dan protes damai dalam skala besar oleh praktisi Falun Gong 10 tahun kemudian (1999), rezim yang brutal dan licik ini tidak membawa tank ke Lapangan Tiananmen, tapi dalam menghadapi para kultivator yang sama sekali tidak menggunakan kekerasan, mereka bahkan tidak menggunakan peluru karet, mereka hanya menangkapi para praktisi dan dijebloskan ke dalam penjara atau kamp kerja paksa, serta diam-diam disiksa di lingkungan yang gelap. Sudah dua puluh tahun, ada 4.476 praktisi yang bernama dan bermarga jelas yang dibunuh serta 1.600 orang dinyatakan hilang (oleh sanak saudaranya), berita yang didapatkan dari sumber swasta terbatas ini hanyalah pucuk gunung es dari jumlah angka sebenarnya, sedangkan mereka yang dianiaya hingga cacat, cedera dan menjadi gila lebih-lebih tak terhitung jumlahnya.

Di Amerika Serikat, kematian tak sengaja seorang pria Afro-Amerika, George Floyd, menimbulkan keguncangan dan sejumlah besar orang turun ke jalan untuk berdemonstrasi, semula media arus utama AS dan para tokoh penting di Amerika Serikat semuanya menyatakan dukungan mereka, hanya saja ketika demonstrasi damai itu sontak berubah beringas gegara disusupi unsur-unsur kekerasan: “memukul, menghancurkan dan merampas” barulah memicu penekanan dari pihak pemerintah AS. Sebaliknya, sulit membayangkan apa yang akan terjadi di Amerika Serikat seandainya ribuan praktisi Falun Gong terbunuh dalam dua dekade terakhir. Tujuh puluh tahun sejak PKT merebut kekuasaan dari pemerintahan nasionalis yang sah, penganiayaan PKT terhadap masyarakatnya sendiri, terlampau banyak hingga sulit untuk dicatat satu per satu, rezim represif seperti ini kini tak jengah tampil dan melakukan penilaian hak asasi manusia di Amerika Serikat. Benar-benar tidak pantas.

Menelaah demonstrasi damai di Hong Kong selama 1 tahun terakhir, metode penganiayaan PKT menjadi lebih terselubung dan semakin kejam. Selain peluru karet dan gas air mata, polisi khusus PKT yang menyamar sebagai polisi Hong Kong juga telah menciptakan berbagai jenis metode pelenyapan para disiden yakni dengan antara lain, “dilompatkan dari gedung” dan “dibunuh-dirikan”. Tahun lalu, jumlah mayat yang dientas dari perairan Hong Kong lebih banyak daripada rangkuman sepuluh tahun terakhir. Tujuannya untuk menciptakan situasi yang menakutkan bagi semua orang di Hong Kong. Meskipun demikian, PKT gagal dalam menaklukkan tekat teguh warga Hong Kong dalam membela kebebasan mereka sendiri. Partai Komunis Tiongkok beranggapan bahwa penganiayaan tidak berjalan sesuai yang diharapkan maka secara terang-terangan akan memberlakukan dan telah mengesahkan kepada warga Hong Kong sebuah “Undang-Undang Keamanan Nasional versi Hong Kong”, dengan mengatasnamakan keamanan nasional demi membungkam masyarakat Hong Kong yang berani melawan tirani, dan tindakan brutal PKT telah menuai kecaman dari dunia bebas. “Mutiara Timur” Hong Kong, laiknya kota Berlin dalam konfrontasi antara Timur dan Barat, kini telah menjadi fokus dunia.

Membandingkan kekacauan domestik di Amerika Serikat dengan ancaman PKT terhadap dunia, yang pertama ibarat segumpal awan yang terbang melayang di siang hari bolong yang diiringi hujan rintik-rintik dan terpaan angin, yang kemudian akan selesai dengan sendirinya; sedangkan desakan PKT terhadap dunia bagaikan sebuah gunung besar nan berat bergeser menekan selangkah demi selangkah, adalah suatu masalah besar yang perlu diperhatikan oleh dunia bebas saat ini. (et/lin/sun)

0 comments