Kejahatan Terhadap Kemanusiaan: Genosida oleh Komunis Tiongkok Terhadap Warga Uighur dan Praktisi Falun Gong

Seorang anggota Uyghur American Association mengambil bagian dalam rapat umum di depan Gedung Putih pada 1 Oktober 2020. (Jacquelyn Martin / AP Photo)


DAKSHA DEVNANI

Investigasi dan penelitian independen telah memastikan bahwa Komunis Tiongkok telah mengatur “kejahatan terhadap kemanusiaan” kembar selama lebih dari 20 tahun terakhir. Secara bertahap, dunia sadar atas gravitasi pelanggaran hak asasi manusia ini, yang tidak dapat diabaikan lagi.

Menurut Mahkamah Pidana Internasional: “Kejahatan genosida ditandai dengan niat khusus untuk menghancurkan seluruh atau sebagian suatu bangsa, kelompok etnis, ras, atau agama dengan … menyebabkan kerusakan fisik atau mental yang serius pada para anggota kelompok tersebut; [atau] sengaja menimbulkan kondisi kehidupan para anggota kelompok tersebut yang diperhitungkan membawa kehancuran fisik secara keseluruhan atau sebagian.”

Genosida Terhadap Warga Uighur

Sejak tahun 2017, rezim komunis Tiongkok secara signifikan meningkatkan fasilitas-fasilitas penahanan di Xinjiang. Berdasarkan data citra satelit, para peneliti di Australian Strategic Policy Institute, mengidentifikasi dan memetakan lebih dari 380 lokasi di jaringan penahanan di seluruh wilayah Xinjiang.
Orang-orang Uighur dan Tibet berdemonstrasi menentang Tiongkok di luar kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) selama Universal Periodic Review of Tiongkok oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa pada 6 November 2018. (Fabrice Coffrini / AFP / Getty Images)


Menurut Council on Foreign Relations, rezim komunis Tiongkok memenjarakan lebih dari satu juta orang Uighur sejak tahun 2017 lalu. Bahkan, memasukkan orang dari etnis minoritas ini yang tidak terhitung jumlahnya ke pengawasan ketat dan sterilisasi paksa.

Council on Foreign Relations melaporkan bahwa, meskipun rincian-rincian kekejaman terjadi di kamp-kamp penahanan dan kamp-kamp pendidikan ulang di Xinjiang adalah dibatasi, apa yang telah diungkapkan oleh orang-orang yang lolos dari komunis Tiongkok sangat mengejutkan.

Para tahanan berhasil melarikan diri dari Tiongkok telah melaporkan penyiksaan yang tidak manusiawi yang dilakukan di balik dinding-dinding berduri dan tertutup dari jaringan penahanan di Xinjiang.

Pria dan wanita Uighur yang ditahan dipaksa untuk meninggalkan keyakinannya yaitu Islam dan berjanji setia kepada Partai Komunis Tiongkok. Selain penganiayaan fisik dan mental yang parah, mereka juga menjalani sterilisasi paksa. Para wanita Uighur juga melaporkan pelecehan seksual dan aborsi paksa.

Di masa lalu, kekejaman terhadap warga Uyghur secara luas di media internasional, yang mengarah pada pembangunan global momentum, yang mana dapat memeriksa pelanggaran hak asasi manusia yang parah oleh Partai Komunis Tiongkok.
Sebuah gerbang dari apa yang secara resmi dikenal sebagai pusat pendidikan keterampilan kejuruan yang sedang dibangun di Dabancheng, di Daerah Otonomi Uyghur Xinjiang, Tiongkok pada 4 September 2018. (Thomas Peter / Reuters via The Epochtimes)


Pada tanggal 8 Februari, sekelompok pengacara di London menyimpulkan pendapat hukum mereka setebal 105 halaman. Isinya menyatakan, ada “kasus yang sangat kredibel”, bahwa tindakan tersebut dilakukan Partai Komunis Tiongkok melawan orang-orang Uyghur di Daerah Otonomi Uyghur Xinjiang “, merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan genosida.”

Komunitas Yahudi yang selamat dari holocaust bertahun-tahun lalu, tidak menghindar dari memberikan dukungan penegasannya kepada minoritas etnis Uighur yang teraniaya di Tiongkok.

Pada acara Hari Peringatan Holocaust online yang diselenggarakan oleh Doughty Street Chambers pada 27 Januari, Rabbi Jonathan Wittenberg — seorang penulis dan pemikir terkemuka yang lahir dari sebuah keluarga yang berasal dari Yahudi Jerman -ingat bagaimana ibunya dulu menunggu dengan takut datangnya tukang pos untuk tiba dengan abu anggota-anggota keluarga yang telah meninggal dunia, demikian Bitter Winter melaporkan.

Pada acara tersebut, Rabbi Jonathan Wittenberg berbicara dengan pengasingan Uighur Ziba Murat, yang ibunya, adalah seorang pensiunan dokter medis. Yang mana, telah dikenakan hukuman penjara 20 tahun oleh Partai Komunis Tiongkok. Rabbi Jonathan Wittenberg berkata, “Ini adalah definisi kemanusiaan yang kita pegang untuk melawan penindasan ini.”

Ibu Ziba Murat, Dr. Gulshan Abbas hilang di Tiongkok pada tahun 2018, enam hari setelah saudara perempuannya bernama Rushan Abbas, seorang pendiri dan ketua Kampanye untuk Uighur di Herndon, Virginia, berbicara di Institut Hudson di Washington. Namun demikian, baru pada bulan Desember 2020 keluarga tersebut belajar dari sumber-sumber yang tidak disebutkan namanya, bahwa Dr. Gulshan Abbas telah dijatuhi hukuman penjara 20 tahun pada Maret 2019.

Rushan Abbas sangat yakin bahwa saudara perempuannya itu, telah ditahan oleh rezim Tiongkok dalam upaya untuk memperingatkan orang-orang lain mengenai konsekuensi bencana. Itu jika mereka “berani berbicara menentang Partai Komunis Tiongkok,” demikian Bitter Winter melaporkan.

“[Dr. Gulshan Abbas] dan bibi saya diculik, meskipun mereka tinggal 1.400 km jauhnya satu sama lain,” kata Rushan Abbas.

Rushan mengatakan : “Ini bukanlah kebetulan. Adik saya tidak melakukan kesalahan, dan ia ditahan secara sewenang-wenang sebagai seorang tahanan. Seorang tahanan tanpa kejahatan. Kebebasan berbicara yang saya lakukan di Amerika Serikat telah merugikan kebebasan saudara perempuan saya.”

Mendesak komunitas internasional untuk menentang Partai Komunis Tiongkok, Rushan Abbas berkata: “Jika suatu negara dapat memenjarakan anggota-anggota keluarga warganegara asing, apakah ini benar-benar negara yang akan anda pilih untuk berbisnis?”

Rushan Abbas dalam video dari Campaign for Uyghurs berkata : Kepada para pemimpin Uni Eropa yang merasa nyaman mempercayai rezim semacam itu, ia menganggap anda bertanggung jawab untuk memberdayakan rezim semacam itu untuk melakukan kejahatan genosida ini. Mereka menjalankan kamp-kamp konsentrasi, menormalisasi perbudakan, dan menghukum saudara perempuannya karena ia menjalankan hak sebagai seorang warganegara asing. Itu adalah biadab dan brutal,”

Rahima Mahmut, seorang wanita direktur Kongres Uyghur Dunia di London, juga berbicara di acara Doughty Street Chambers. Ia menggambarkan persamaan yang mengejutkan antara holocaust Nazi Jerman dengan genosida Partai Komunis Tiongkok, menurut Bitter Winter.

“Tujuan genosida di mana pun itu terjadi adalah pemberantasan memori seorang manusia dari muka bumi,” kata Rahima Mahmut seraya menambahkan bahwa sayangnya, orang Uighur memiliki “kehormatan yang mengerikan” karena menjadi korban kampanye pembunuhan massal yang didukung teknologi di Tiongkok.

“Kami tidak hanya berbicara mengenai jumlah orang. Holocaust Nazi bukanlah mengenai pembunuhan 6 juta orang Yahudi. Holocaust Nazi adalah mengenai satu pembunuhan, 6 juta kali.”

Penganiayaan terhadap Falun Gong

Setelah dua dekade upaya global untuk meningkatkan kesadaran, komunitas internasional akhirnya maju untuk berbicara melawan genosida lain yang membara yang sedang berlangsung di tanah komunis Tiongkok: penganiayaan terhadap Falun Gong.

Falun Gong, juga dikenal sebagai Falun Dafa, adalah sistem kultivasi pikiran-tubuh berdasarkan prinsip universal Sejati, Baik, dan Sabar. Disiplin meditasi damai dipraktikkan secara bebas di seluruh dunia, tetapi dianiaya dengan kejam di Tiongkok sejak bulan Juli 1999 setelah Partai Komunis Tiongkok memfitnah Falun Gong sebagai “sekte” yang berbahaya.
Sebuah prosesi pengikut Falun Dafa mengenakan karangan bunga memorial putih untuk memberikan penghormatan kepada rekan-rekan praktisi mereka yang telah meninggal karena penyiksaan dan penganiayaan di Tiongkok selama pawai di pusat kota Vancouver pada 16 Juli 2017. (Tang Feng / The Epoch Times)

Menurut perkiraan negara Tiongkok, sekitar 70 juta hingga 100 juta orang berlatih latihan meditasi lembut dari Falun Gong di Tiongkok pada akhir tahun 1990-an. Mantan pemimpin Partai Komunis Tiongkok, Jiang Zemin, memahami kehadiran moral Falun Gong sebagai ancaman bagi pemerintahan komunis Partai Komunis Tiongkok. Jiang meluncurkan kampanye penganiayaan yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk memberantas Falun Gong.

Sejak itu, jutaan praktisi Falun Gong telah salah ditahan, dicuci otak, disiksa, diperkosa, dan bahkan dibunuh untuk dicuri organ-organ vitalnya secara paksa yang bernilai miliaran dolar yang dikelola oleh negara di Tiongkok.
Praktisi Falun Gong menyimpan potret orang-orang yang terbunuh dalam penganiayaan di Tiongkok selama pawai Hari Falun Dafa Sedunia di Jalan ke-42 di New York, pada tanggal 13 Mei 2016. (Samira Bouaou / Epoch Times)

Baru-baru ini, sebuah dokumen yang “sangat rahasia” yang bocor diperoleh The Epoch Times dari sebuah sumber terpercaya. Dokumen tersebut, yang dikeluarkan 20 tahun lalu pada pada 30 November 2000, menegaskan bahwa Partai Komunis Tiongkok “telah menyalahgunakan sistem peradilan dan memanipulasi aparat keamanan negara, tak lain untuk melakukan genosida terhadap para praktisi Falun Gong.”

Dokumen tersebut dengan jelas menyatakan bahwa “Kementerian Politik dan Hukum di semua tingkat, harus dengan tegas menerapkan instruksi-instruksi penting” dari Jiang Zemin “untuk memberantas Falun Gong.”

Pengacara Tiongkok Liu Ping (samaran), yang telah membela banyak praktisi Falun Gong di Tiongkok, mengatakan kepada The Epoch Times dalam wawancara sebelumnya: “Ini adalah sebuah perang yang diluncurkan oleh Partai Komunis Tiongkok melawan komunitas Falun Gong menggunakan kekuatan hukum negara!”

Liu Ping menuturkan : Dokumen-dokumen yang bersifat hukum, harus diumumkan kepada masyarakat sebelum dokumen-dokumen tersebut berpengaruh. Partai Komunis Tiongkok membuat sebuah ‘hukum’ rahasia, jadi bagaimana orang-orang dapat mematuhinya? Oleh karena itu, ‘hukum’ semacam ini adalah sarana penganiayaan yang curang dan menunjukkan ‘hukum’ semacam ini bersifat melanggar hukum.

Menurut data yang dikumpulkan oleh Minghui.org, lebih dari 4.000 praktisi Falun Gong meninggal dunia karena penganiayaan Partai Komunis Tiongkok antara tahun 1999 hingga 2020. Namun, karena rezim komunis Tiongkok mempertahankan kendali yang ketat dan kerahasiaan penuh atas rincian-rincian penganiayaan tersebut, puluhan ribu kematian masih belum dipastikan.

“Penganiayaan terhadap Falun Gong mencapai hampir seluruh penjuru Tiongkok, dengan kematian yang dipastikan di hampir terjadi setiap provinsi, daerah otonom, dan kotamadya tingkat provinsi di Tiongkok,” kata Minghui.org.

Laporan tersebut mengatakan bahwa, lebih dari 100.000 praktisi Falun Gong telah dihukum di kamp kerja paksa. Beberapa ribu “praktisi Falun Gong yang sehat mental dikurung di rumah sakit jiwa, dipukuli secara brutal, dan dibius hingga kecanduan obat anti-psikotik.”

Tidak terhitung jumlah orang yang dipaksa menjalani sesi pencucian otak untuk memaksa orang-orang tersebut melepaskan keyakinannya. Puluhan ribu orang telah ditahan dan dipenjarakan.

Pada tahun 2006, dua penyelidik independen Kanada — David Matas, seorang pengacara hak asasi manusia internasional, dan David Kilgour, mantan Menteri Luar Negeri Kanada (untuk kawasan Asia Pasifik) dan pembela hak asasi manusia — menerbitkan sebuah laporan setebal 46 halaman, disertai dengan 14 lampiran, menunjukkan bahwa para tahanan hati nurani Falun Gong di Tiongkok dibunuh untuk diambil organ vitalnya.

Pada Maret 2020, China Tribunal, sebuah pengadilan independen yang berbasis di London, merilis laporan yang menyatakan bahwa Partai Komunis Tiongkok terus membunuh dan menjual orang-orang untuk organ-organ. Dokumen itu juga memuat ratusan halaman kesaksian dan kiriman saksi. Pengadilan tersebut yang diketuai oleh Sir Geoffrey Nice QC, menegaskan kembali kesimpulan sebelumnya yang dibuat pada 17 Juni 2019.

“Panen organ secara paksa telah dilakukan selama bertahun-tahun di seluruh Tiongkok dalam sebuah skala yang bermakna dan praktisi Falun Gong telah menjadi salah satu sumber pasokan organ— dan mungkin menjadi sumber pasokan organ yang utama,” kata pengadilan itu. (et/Vv/sun)

0 comments