Impor Dibuka Lebar, Pakar Peringatkan Ancaman Banjir Produk Asing dan Industri Lokal Terpuruk
![]() |
30 Persen Perusahaan Tekstil Gulung Tikar, PKS Khawatir dengan Nasib Ribuan Karyawan yang di PHK (Public Domain) |
Kebijakan impor tanpa kuota menuai pro dan kontra. Pakar ekonomi dan DPR peringatkan ancaman terhadap industri dalam negeri akibat banjir produk asing. Simak ulasannya di sini.
Impor untuk Kebijakan Strategis, Bukan untuk Merugikan Produsen Lokal
YOGYAKARTA – Kebijakan impor seringkali menjadi pilihan dalam strategi ekonomi nasional. Namun, kebijakan tersebut harus dilandasi alasan strategis, bukan justru melemahkan industri dalam negeri. Hal ini ditegaskan oleh Prof. Dr. Poppy Sulistyaning Winanti, Guru Besar Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM).
Menurut Poppy, ada dua alasan utama mengapa impor menjadi penting:
- Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri yang tidak tersedia di dalam negeri atau memiliki biaya produksi yang sangat tinggi.
- Untuk mencukupi kebutuhan konsumsi nasional, khususnya barang kebutuhan pokok yang tidak dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri.
Tanpa Kontrol, Impor Bisa Rusak Ekonomi Nasional
Pernyataan Presiden Prabowo Subianto dalam Sarasehan Ekonomi di Menara Mandiri, Jakarta (8 April 2025), mengenai rencana membuka kran impor tanpa kuota, menuai banyak reaksi.
Presiden menyatakan bahwa siapa pun boleh melakukan impor tanpa batasan kuota atau penunjukan khusus. Namun, kebijakan ini dianggap berisiko oleh sejumlah pihak.
Peringatan dari DPR dan Ekonom
Ketua Komisi VI DPR RI, Anggia Ermarini, menekankan perlunya kehati-hatian dalam membuka keran impor. Ia mengkhawatirkan potensi banjir produk dari negara maju seperti Amerika Serikat dan Tiongkok, yang bisa menggerus industri lokal.
Senada, ekonom dari INDEF, Andry Satrio Nugroho, menyebut bahwa membuka impor tanpa pengawasan sama saja dengan “mengundang tsunami barang murah” ke pasar nasional.
“Industri padat karya seperti tekstil dan elektronik sedang menghadapi gelombang PHK. Kalau impor dibuka lebar, potensi PHK besar-besaran akan makin tinggi,” tegas Andry.
Studi Kasus: Impor Baja dari Tiongkok Ancam Industri Lokal
Salah satu contoh nyata dari bahaya kebijakan impor tanpa kendali adalah pada industri baja nasional. Tahun 2024, Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA) mengungkapkan bahwa praktik dumping baja dari Tiongkok telah menyebabkan kehilangan pangsa pasar lebih dari 20%.
“Produk murah dari Tiongkok bukan hanya sulit disaingi, tapi juga merusak harga pasar,” jelas Direktur Eksekutif IISIA, Widodo Setiadharmaji.
Dampaknya, banyak produsen lokal kesulitan menjual produk dan mengalami penurunan omzet signifikan.
Kebijakan Tarif Trump dan Ruang Negosiasi Indonesia
Bersamaan dengan isu impor, kebijakan tarif impor dari Amerika Serikat juga menjadi perhatian global. Presiden Donald Trump menaikkan tarif untuk produk Tiongkok hingga 125%, namun menunda pemberlakuan tarif tinggi untuk negara lain, termasuk Indonesia, selama 90 hari.
Prof. Poppy mengatakan bahwa kenaikan tarif akan berdampak pada produsen AS yang mengandalkan bahan baku dari negara lain, termasuk Indonesia. Pemerintah Indonesia diminta untuk menggunakan ruang negosiasi yang tersedia guna mengamankan kepentingan ekspor nasional.
“Kebijakan tarif itu seharusnya menjadi celah diplomasi ekonomi untuk Indonesia,” pungkas Poppy.
Kesimpulan: Keseimbangan adalah Kunci
Impor memang diperlukan dalam konteks strategis untuk menjaga kestabilan ekonomi nasional. Namun, pembukaan impor tanpa kontrol berpotensi besar mengancam daya saing industri lokal. Pemerintah perlu bijak dalam merumuskan kebijakan agar tetap menjaga kedaulatan industri dalam negeri sekaligus memenuhi kebutuhan masyarakat.
Salah satu contoh nyata dari bahaya kebijakan impor tanpa kendali adalah pada industri baja nasional. Tahun 2024, Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (IISIA) mengungkapkan bahwa praktik dumping baja dari Tiongkok telah menyebabkan kehilangan pangsa pasar lebih dari 20%.
“Produk murah dari Tiongkok bukan hanya sulit disaingi, tapi juga merusak harga pasar,” jelas Direktur Eksekutif IISIA, Widodo Setiadharmaji.
Dampaknya, banyak produsen lokal kesulitan menjual produk dan mengalami penurunan omzet signifikan.
Kebijakan Tarif Trump dan Ruang Negosiasi Indonesia
Bersamaan dengan isu impor, kebijakan tarif impor dari Amerika Serikat juga menjadi perhatian global. Presiden Donald Trump menaikkan tarif untuk produk Tiongkok hingga 125%, namun menunda pemberlakuan tarif tinggi untuk negara lain, termasuk Indonesia, selama 90 hari.
Prof. Poppy mengatakan bahwa kenaikan tarif akan berdampak pada produsen AS yang mengandalkan bahan baku dari negara lain, termasuk Indonesia. Pemerintah Indonesia diminta untuk menggunakan ruang negosiasi yang tersedia guna mengamankan kepentingan ekspor nasional.
“Kebijakan tarif itu seharusnya menjadi celah diplomasi ekonomi untuk Indonesia,” pungkas Poppy.
Kesimpulan: Keseimbangan adalah Kunci
Impor memang diperlukan dalam konteks strategis untuk menjaga kestabilan ekonomi nasional. Namun, pembukaan impor tanpa kontrol berpotensi besar mengancam daya saing industri lokal. Pemerintah perlu bijak dalam merumuskan kebijakan agar tetap menjaga kedaulatan industri dalam negeri sekaligus memenuhi kebutuhan masyarakat.
Fadjar Pratikto | the Epoch Times, berkontribusi dalam laporan ini.
0 comments