Memberi Rasa Manis Dulu, Kemudian Dibuat Menelan Kepahitan | Tujuan Terakhir dari Paham Komunis (6)


#Tiongkok #Komunis #PKT #KomunisTiongkok #PahamKomunis #TujuanPahamKomunis

Apa itu paham komunis? Apa tujuan terakhirnya? Mengapa bisa muncul partai komunis China? Esensi dari ideologi komunisme ini apa? Siapa sebenarnya Karl Marx? Apa saja pemikiran Karl Marx? Serial Tujuan Terakhir dari Paham Komunis ini akan menjawab semua pertanyaan kita.


Video Tujuan Akhir Komunis:
BAGIAN 1: https://bit.ly/2J2K7pB atau https://youtu.be/VVHC-XPjr4I
BAGIAN 2: https://bit.ly/2J83I7G atau https://youtu.be/B6vt3L2HWec
BAGIAN 3: https://bit.ly/2wAh7CK atau https://youtu.be/ifaMAsllRy4
BAGIAN 4: https://bit.ly/2QKiG88 atau https://youtu.be/VGd2nVKMJDk
BAGIAN 5:https://bit.ly/33NpKGt atau https://youtu.be/Of9xtugNTBw

Komunis: Memberi sedikit rasa manis terlebih dulu, kemudian barulah dibuat menelan penderitaan

Yang patut menjadi perhatian adalah, sebuah pola dasar yang digunakan partai komunis dalam memobilisasi rakyat agar melakukan revolusi, yaitu menggunakan apa yang disebut dengan rasa manis untuk memikat orang, lalu mencekoki kebencian dan dendam, agar mereka mengganyang apa yang disebut musuh partai, kemudian menghabisi mereka para keledai yang sudah tak berguna itu. “Ganyang Tuan Tanah, Bagi Lahan Garapan”, telah menghasut para petani untuk bergerak, namun ketika diberlakukan Kolektivisasi, para petani ini kembali dibuat kehilangan segalanya, malah menjadi tumbal untuk ajaran sesat komunis.

Saat Komune Rakyat, sama rata sama rasa, “Makan Gratis”, “Bergegas Gabung dengan Komunisme”, propaganda-propaganda selama periode bagus untuk bercocok tanam ini, telah menyebabkan puluhan juta manusia mati kelaparan. Saat “Ratusan Bunga Tumbuh Bermekaran, Ratusan Aliran Berlomba Gagasan”, semua orang didorong bebas mengutarakan isi hatinya, kalangan intelektual saking gembiranya sampai lupa sedang berurusan dengan siapa. Begitu mulai gerakan “Anti Kanan”, begitu banyak kaum elit dibuat menelan penderitaan pahit, bahkan telah kehilangan nyawa berharganya.

Berpedoman pada “Revolusi Tidak Berdosa, Memberontak Sesuai Prinsip”, Pengawal Merah dengan “Semangat Revolusioner” yang fanatik tiada banding, telah memulai kerusakan besar yang tiada duanya dalam sejarah. Ketika tiba saatnya tidak ada nilai untuk dimanfaatkan, dijalankanlah “Pemuda Intelektual Harus Dididik Ulang Sebagai Petani Miskin”, begitu turun perintah, terpaksa pergi ke Gunung, turun ke Desa, mereka dideportasi ke area pedesaan dan daerah perbatasan, secara total berhasil menyengsarakan satu generasi anak manusia. Tragedi-tragedi tidak masuk akal ini tidak bisa hanya dikaitkan dengan perilaku berdosa seorang pemimpin, sebaliknya ini merupakan aksi roh jahat komunis dalam memanfaatkan rezim untuk merusak kebudayaan, merusak hubungan antarmanusia, dan sekaligus menghancurkan moralitas.

Setibanya hari ini, program pertunjukan semacam ini masih tetap dipentaskan. Perkembangan ekonomi telah mendatangkan rasa manis untuk manusia, orang-orang hanya menatap pada keuntungan di depan mata, sebaliknya telah lupa dengan moralitas. Dilihat secara permukaan, setiap orang hanya ingin mengejar uang saja, bahkan mengejar uang secara instan, “berapa harga 1 kg moralitas?” Semua orang tidak peduli, atau peduli pun juga tiada gunanya, memang terlalu malas untuk peduli, pokoknya sibuk mengeruk uang, itu barulah penampilan masyarakat ini yang penuh dengan vitalitas, “Daya Hidup yang Meluap”, “Masa Depan Cerah Tiada Tara”.

Di balik “rasa manis” semacam ini, adalah agar kecerdasan manusia tidak dapat dimanfaatkan pada jalan lurus, senantiasa digunakan untuk hal menyimpang. Tipu Muslihat Dagang, Barang Palsu dan Murahan, Meniru dan Menjiplak, Ambisius dan Berlebihan, Menghamburkan Sumber Daya, Merusak Lingkungan, Tidak Peduli dengan Konsekuensi, setiap aspek menampilkan orang Tiongkok yang “cerdik” dan “pintar”, namun tidak digunakan pada tempatnya.

0 comments