Benarkah Perang RRT - India Tak Terelakkan Lagi?

Aksi demo menentang PKT yang terjadi di kota Ahmedabad, India pada 24 juni lalu. (SAM PANTHAKY/AFP)

ZHANG LIN

RRT memiliki perselisihan wilayah dengan hampir semua negara tetangganya, selama beberapa dekade ini tak pernah berhenti bertengkar dan berkonfrontasi atau konflik, bahkan berperang. Selain perang perbatasan pendek dengan India pada 1962, perang perbatasan dengan Vietnam berlangsung selama 10 tahun (1979-1989).

PKT (Partai Komunis Tiongkok) juga mengalami konflik perbatasan yang sengit dan berbahaya dengan Uni Soviet pada tahun 1969, sehingga Komite Sentral Partai Komunis Uni Soviet memutuskan untuk menghancurkan Tiongkok dengan senjata nuklir. Karena pemusnahan ratusan juta orang Tiongkok adalah peristiwa besar, tidak mungkin melewati Amerika Serikat begitu saja, oleh karena itu Sekretaris Jenderal Partai Komunis Uni Soviet, Brezhnev khusus mengunjungi Amerika Serikat pada 1970 untuk membahas dengan Presiden AS Nixon tentang rencana penghapusan Tiongkok dari peta.

Dalam “The Nixon Memoirs” tertulis bahwa tidak hanya Nixon yang tertegun, tetapi semua pemimpin Gedung Putih yang berpartisipasi dalam pengambilan keputusan juga sulit untuk mempercayainya. Hampir semuanya dari mereka sepakat bahwa tidak peduli PKT seberapa jahat dan seberapa anti-kemanusiaan, Amerika Serikat mutlak tidak boleh membiarkan rencana pemusnahan Uni Soviet yang sedemikian gila ini.

Agen/mata-mata khusus PKT Jin Wudai, yang menjabat sebagai staf eksekutif di CIA, mengirimkan informasi rahasia ini dengan panik, melalui sebuah china restaurant di Washington (pangkalan intelijen PKT) segera dikirimkan ke pucuk pimpinan PKT yang brandal namun bernyali kecil.

Mao Zedong (ketua PKT) dan Zhou Enlai (PM) ketakutan setengah mati, segera mengevakuasi Komite Sentral PKT sekaligus mengundang tim tenis meja AS untuk mengunjungi Tiongkok, dengan demikian telah dimulai proses sejarah perlindungan diri PKT pada Amerika yang berlangsung sampai dengan beberapa tahun lalu.

Semua negara di dunia memiliki sengketa wilayah, kenyataannya di banyak tempat terpencil memang sangat sulit untuk menentukan status kepemilikan. Tetapi negara-negara beradab akan minta pertolongan pihak ketiga untuk menjadi wasit. Misalnya, Pengadilan Internasional di Den Haag, yang tugas utamanya adalah menentukan kepemilikan wilayah dan laut teritorial sesuai dengan praktik internasional yang telah dibentuk umat manusia selama ribuan tahun ini.

Bahkan Amerika Serikat, Kanada, atau negara-negara di Eropa semuanya tunduk pada putusan Mahkamah Internasional di Den Haag tersebut, sehingga menghindari perselisihan yang bersifat abadi, serta kebencian dan perang yang disebabkan oleh perselisihan yang tak berkesudahan. Dalam kenyataannya, wilayah yang disengketakan itu sendiri sering tidak signifikan jika dibandingkan dengan bencana yang ditimbulkannya, daerah itu hampir tidak berarti.

Beberapa tahun yang lalu, Pengadilan Internasional di Den Haag memutuskan bahwa pulau-pulau yang disengketakan antara RRT dan Filipina adalah milik Filipina, tetapi PKT malah bersifat seperti preman, tidak menghargai dan bahkan mengabaikan keputusan. PKT akhirnya akan membayar mahal untuk sikap seperti ini, Konfrontasi perbatasan saat ini antara Tiongkok dan India adalah contoh yang gamblang.

Ladakh adalah tanah gersang yang sepi dan tidak berpenghuni, yang awalnya merupakan tanah milik Negara Bagian Kashmir. Setelah India dan Pakistan membagi Kashmir melalui perang, Pakistan demi memikat Tiongkok untuk bersama-sama melawan India, memberikan Tiongkok sebidang tanah yang termasuk Ladakh di antaranya.

India yang pada dasarnya berpandangan bahwa negeri buddhis Tibet adalah negara yang merdeka, secara alami berpendapat bahwa Tiongkok tidak memiliki hak sama sekali untuk menjulurkan tangan ke Kashmir. Tiongkok dan India, di antara gunung tinggi dengan ketinggian lebih dari 4.000 meter ini telah berhadapan selama beberapa dekade ini.

Dalam negosiasi tingkat komandan korps militer yang diadakan oleh kedua belah pihak pasca terjadinya bentrok, India mengajukan sepuluh tuntutan besar, termasuk menuntut Partai Komunis Tiongkok untuk memberikan kompensasi 1,5 miliar Dolar AS, menarik pasukan dari daerah-daerah konfrontasi di perbatasan dan mengakui benteng India dan lain-lain.

Tentara India juga secara khusus menyatakan bahwa mereka telah menghapuskan perjanjian sebelumnya antara para perwira dan prajurit dari kedua belah pihak untuk tidak menggunakan senjata panas dan senjata dingin yang tajam selama beberapa dekade, karena tentara India sudah siap untuk berperang total.

Menurut berita terbaru, negosiasi antara kedua pihak telah gagal. Pengamat strategi internasional umumnya percaya bahwa kedua belah pihak telah mengumpulkan ratusan ribu pasukan dan telah terbentuk sikap anak panah siap dibidikkan dan mau tak mau harus dilepas, sehingga mungkin ada sebuah pertempuran besar yang tak dapat dielakkan oleh Tiongkok dan India.(et/lin/sun)

0 comments