Peluncuran Rudal Dongfeng adalah Kegagalan Besar Kemiliteran PKT

Kapal induk AS terus berpatroli di sekitar Laut Tiongkok Selatan, Laut Filipina, Selat Taiwan, dan Laut Timur, seharusnya di saat bersamaan terus memantau gerak gerik rudal Dongfeng milik RRT, setidaknya telah memastikan rudal DF-21 ditempatkan di sepanjang pesisir pantai yang dapat dimusnahkan dengan bomber B-1B dari jarak jauh.
PKT sama sekali tidak mungkin menginvasi Asia Tenggara, sekarang ini mereka hanya berusaha mencoba merebut kekuasaan kendali atas Laut Tiongkok Selatan, tapi kemampuannya tidak memadai, basis militer di kepulauan karang Laut Tiongkok Selatan pun tidak berdaya guna.

CHEN ZHOU

Partai Komunis Tiongkok (PKT) meluncurkan rudal balistik jarak menengah, tepat sesuai keinginan Amerika Serikat (AS), dan menjadi kegagalan besar kemiliteran PKT. Terlalu awal bagi PKT membuka kartunya dan telah mengungkap kekuatan riil militernya, serta telah kian menyulut kemarahan negara di sekitarnya.

Militer PKT Terlalu Awal Buka Kartu

Duel antar jago silat, selalu lebih dulu menjajaki kekuatan lawan, baru perlahan bertarung semakin sengit, pada saat krusial baru mengeluarkan jurus pamungkas atau serangan maut. Pertikaian antara militer AS dengan PKT, masih dalam tahap saling menjajaki kekuatan, belum benar-benar bertarung, namun tanpa diduga-duga, militer PKT sudah mengeluarkan jurus pamungkas.

Rudal jarak menengah Dongfeng adalah satu-satunya senjata milik PKT yang memiliki kemampuan serang jarak menengah dan jauh, yang belum berperang sudah buru-buru dikeluarkan. Kemenhan AS pun mengeluarkan pernyataan mengecam PKT, serta meluruskan kembali janji AS untuk melindungi pelayaran bebas di Laut Tiongkok Selatan. Militer AS juga menyatakan, akan terus terbang, berlayar, dan beroperasi di segala tempat yang diizinkan hukum internasional. Juru bicara pers Zona Perang Selatan RRT menyatakan, pada 27 Agustus lalu, kapal perusak milik AS, USS Mustin memasuki perairan Kepulauan Paracel. Militer AS pun segera memberikan tanggapan konkrit.

Setelah PKT mereklamasi laut guna membangun pangkalan militer kepulauan karang di Laut Tiongkok Selatan, Beijing bahkan menetapkan wilayah lautnya berdasarkan setiap pulau karang tersebut. Hal ini memicu kontroversi di kalangan berbagai negara, karena siapapun jika berlayar di Laut Tiongkok Selatan kemungkinan akan memasuki wilayah laut yang ditetapkan oleh RRT tersebut. Kapal Aegis AS sengaja berlayar di dalam wilayah yang telah ditetapkan oleh RRT, tanpa mengindahkan peraturan wilayah laut yang ditetapkan secara sepihak. Tindakan ini serupa dengan diterbangkannya pesawat pendeteksi U-2 milik AS di dalam zona larangan terbang di wilayah latihan perang utara yang ditetapkan oleh Beijing.

Setelah RRT meluncurkan rudal Dongfeng, Kapal Aegis AS terus berlayar di sekitar wilayah Kepulauan Paracel. Kartu truf yang baru dibuka Beijing pun tidak berguna, sehingga kemudian hanya bisa protes, dan tidak ada cara lain.

RRT bisa saja terus menembakkan rudal Dongfeng, jika Kapal Aegis AS terus berlayar, lalu apa yang akan dilakukan? Apakah benar-benar akan langsung menembak kapal Aegis milik AS? Beijing terlalu awal membuka kartunya, sementara pasukan AS masih sangat mampu mengatasinya, pasukan RRT pun mendadak menjadi canggung.

Berdasarkan buku putih Kementerian Pertahanan Jepang Juli lalu, RRT memiliki rudal Dongfeng DF-26 sebanyak 72 buah, rudal DF-21 sebanyak 21 buah, total 134 buah. Harga sebuah rudal DF-21 adalah puluhan juta RMB, dan sebuah rudal DF-26 setidaknya seharga ratusan juta RMB. Kalau semua sudah ditembakkan lalu apa yang tersisa? Bukankah akan semakin canggung? Beijing awalnya tidak berniat mengirimkan kapal induk Liaoning atau Shandong, sekarang mungkin mau tidak mau harus dikeluarkan, tidak ada lagi kartu yang dapat dimainkan. Tapi begitu kapal induknya keluar, di saat berhadapan langsung dengan pasukan AS, dikhawatirkan akan semakin memalukan.

Ungkap Kekuatan Militer

Sejak awal, militer AS telah sangat memahami kekuatan militer RRT, jadi tidak mempedulikannya. Angkatan Udara dan Laut RRT selalu bersembunyi di laut dalam, tidak berani berhadapan dengan pasukan AS, karena kesenjangan kekuatan yang terlalu besar. Pasukan roket RRT jelas terlalu sesumbar, tapi yang selalu dirahasiakan oleh Beijing, khususnya DF-26 yang disebut sebagai “Guam Express” dan DF-21 yang digadang-gadang sebagai “pembunuh kapal induk”, sangat jarang diuji coba diluncurkan di laut lepas. Kalangan luar selalu merasa keduanya sangat misterius. Ini jugalah yang menjadi kartu “as” yang dimiliki militer RRT, yang mungkin dapat membuat AS agak was-was.

Di saat seperti ini RRT meluncurkan rudalnya, sama dengan memecahkan sendiri kemisteriusan itu, dan telah mengungkap kekuatan yang sebenarnya. Lewat surat kabar South China Morning Post, PKT menyebarkan informasi bahwa 2 buah rudal telah ditembakkan, sangat mungkin juga ingin menguji kemampuan pendeteksian pasukan AS. Ternyata militer AS mengatakan, sebenarnya telah ditembakkan 4 buah rudal, dan telah dikirimkan pesawat pengintai RC-135 untuk mengumpulkan data variabel.

Tentu masih ada kemungkinan, 2 buah rudal itu tidak jatuh ke titik sasaran yang dikehendaki, sehingga bila diungkapkan, hal itu akan sangat memalukan.

PKT juga mengekspos sendiri, Kapal Aegis AS berada di dekat perairan Kepulauan Paracel tempat jatuhnya rudal. Ini menandakan satelit, pesawat pengintai, serta radar Aegis militer AS telah menguasai keseluruhan proses penembakan hingga jatuhnya rudal RRT tersebut, dan sejak awal telah menempatkan posisi. Dengan kata lain, begitu mobil peluncur rudal RRT bergerak, sudah terdeteksi oleh pasukan AS.

Setelah mengumpulkan seluruh variabel rudal jarak menengah Dongfeng, militer AS menjadi lebih percaya diri, kapal Aegis dan kapal induk AS tidak menghindar malah terus berlayar, setidaknya itu menandakan pasukan AS telah menguasai cara menghadang rudal Dongfeng milik Beijing. Militer AS sangat mementingkan keselamatan para prajuritnya, dalam setiap misi perang militer, mereka tidak pernah menempuh risiko dengan mempertaruhkan nyawa prajuritnya.

Tentu saja, ada satu kondisi lain, di mana rudal Dongfeng RRT sama sekali tidak bisa mengenai kapal induk, sepenuhnya hanya bualan semata. Walaupun PKT telah memiliki kemampuan meluncurkan rudal, tapi belum pernah menguji coba menembak sasaran yang bergerak. Demikian pula penembakan kali ini, tidak ditempatkan kapal sasaran yang bergerak, bahkan tidak ada objek yang dijadikan sasaran. Berdasarkan kemampuan deteksi radar RRT saat ini, dikhawatirkan sangat sulit melacak keberadaan kapal induk AS, juga sulit mengirimkan koordinat posisi kapal induk yang tepat ke Satelit Beidou, lalu dikirimkan kembali ke instrumen pemandu pada rudal.

Militer AS mengatakan, rudal jatuh di wilayah perairan di antara Pulau Hainan dan Kepulauan Paracel. Hal ini menandakan rudal itu jatuh langsung ke laut, tidak ada sasaran yang sesungguhnya, tidak ada target yang dituju, maka tidak terbukti apakah mampu mengenai sasaran atau tidak. Walaupun tidak ada target bergerak, setidaknya ada target diam, tapi hingga kini PKT tidak mengakui, media massa partai juga tidak memberitakannya. Pasukan roket RRT untuk bisa menembakkan rudal jarak menengah, setidaknya harus mendapat izin dari Komisi Militer Pusat, atau izin langsung dari Xi Jinping. Kalau sudah ada izin untuk menembak, mengapa tidak diberitakan kepada rakyat Tiongkok, hal ini sangat aneh, apakah ada sesuatu yang ditutupinya?

Selain itu, PKT membanggakan rudal Dongfeng memiliki kecepatan terbang tertinggi 18 Mach, seharusnya itu hanya pada tahap terbang akhir serangan. Rudal diarahkan pada sasaran dengan sinyal yang diterimanya dari satelit, jadi harus terbang dengan kecepatan yang lebih rendah untuk dapat menerima sinyal yang akurat, lalu menyesuaikan jalur terbangnya. Inilah letak perbedaan yang krusial antara menembak sasaran diam dengan sasaran yang bergerak. Ketika rudal Dongfeng terbang dengan kecepatan lebih rendah, atau saat terbang pada lapisan atmosfer, pada saat itulah momentum terbaik untuk menghadangnya.

Rudal Standard Missile-3 dan rudal Standard Missile-6 pada kapal Aegis AS justru khusus dirancang untuk kegunaan ini.

Kemungkinan yang lebih besar lagi adalah, PKT sama sekali tidak menguasai pendeteksian jejak kapal induk AS secara tepat, sehingga tidak bisa mengarahkan rudal Dongfeng; walaupun rudal Dongfeng bisa mendapatkan panduan sasaran secara akurat, sebenarnya tidak bisa terbang dengan kecepatan penuh sepanjang jalurnya, militer AS masih bisa menghadangnya pada saat rudal terbang dengan kecepatan rendah. Ini mungkin alasan sebenarnya pasukan AS sama sekali tidak khawatir terhadap serangan tersebut.

Kapal induk AS terus berpatroli di sekitar Laut Tiongkok Selatan, Laut Filipina, Selat Taiwan, dan Laut Timur, seharusnya di saat bersamaan terus memantau gerak gerik rudal Dongfeng milik RRT, setidaknya telah memastikan rudal DF-21 ditempatkan di sepanjang pesisir pantai, dapat dimusnahkan dengan bomber B-1B dari jarak jauh. Rudal DF-26 seharusnya terutama ditempatkan di daratan, yang akan menjadi sasaran serangan bomber siluman B-2 milik AS. Kemampuan senjata konvensional PKT pada dasarnya telah diketahui oleh militer AS, PKT tidak ada lagi rahasia yang misterius.

Memicu Kemarahan Para Negara Tetangga

RRT menembakkan rudal di Laut Tiongkok Selatan, seharusnya bertujuan merespon latihan perang kapal induk AS yang kerap dilakukan di Laut Tiongkok Selatan. Walaupun PKT secara low profile mengatakan, tidak menargetkan negara mana pun, faktanya tindakan tersebut telah memicu kemarahan para negara tetangga. PKT pura-pura mengatakan akan merundingkan dan bersama-sama mengembangkan Laut Tiongkok Selatan, lalu meluncurkan rudal, ini jelas menandakan bahwa mereka sama sekali tidak ada niatan tulus untuk berunding.

Hal ini pun mengingatkan orang akan Perang Pasifik yang terjadi 79 tahun silam. Waktu itu AL Jepang memiliki 10 kapal induk, untuk menerapkan program ekspansi ke selatan dan menjajah negara-negara di Asia Tenggara, Jepang memulainya dengan menyerang Pearl Harbor, untuk memastikan posisi unggul Jepang di Samudera Pasifik. Setelah itu Jepang pun mewujudkan ekspansinya dengan mencaplok negara-negara Asia Tenggara, bahkan menguasai Pulau Guam milik AS, tapi setelah 8 bulan memulai perang, AS menggalang sekutu dan melakukan serangan balasan,yang pada akhirnya mendesak Jepang menyerah.

Kejadian sejarah acapkali begitu mirip, ekspansi militer PKT, juga dimulai dengan ekspansi ke selatan, yang juga menargetkan pasukan AS sebagai hambatan terbesarnya. Yang berbeda adalah, pasukan AS telah belajar, tidak akan membiarkan peristiwa Pearl Harbor terulang kembali, juga telah sepenuhnya meninggalkan politik meredakan yang ada di tahun 1930-an, mulai dari rantai pulau pertama telah ditempatkan garis pertahanan, dan sewaktu-waktu waspada terhadap ambisi ekspansi militer PKT.

PKT sama sekali tidak mungkin menginvasi Asia Tenggara, sekarang ini hanya berusaha mencoba merebut kekuasaan kendali atas Laut Tiongkok Selatan, tapi kemampuannya tidak memadai, basis militer di kepulauan karang Laut Tiongkok Selatan pun tidak berdaya guna. Negara Asia Tenggara juga telah mendapat pelajaran, melihat ambisi ekspansi PKT, dengan cepat mereka berpihak kepada AS, tidak diragukan ini merupakan pilihan terbaik untuk memastikan keamanan negaranya masing-masing.

Saat ini PKT tidak berani menembakkan rudal ke Laut Timur, karena takut akan membuat Jepang dan Korea Selatan berang, dengan demikian PKT benar-benar akan terkepung. Mereka telah menembakkan rudal secara sembarangan, sebenarnya malah merupakan suatu kegagalan teramat fatal. (et/sud/sun)

0 comments