Banyak Rumah Sakit di Prancis Stop Gunakan Masker Buatan Tiongkok


Sebuah tim internasional yang dipimpin oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) baru-baru ini pergi ke daratan Tiongkok untuk menyelidiki asal-usul virus komunis Tiongkok, tetapi Wall Street Journal melaporkan bahwa pihak berwenang Beijing menolak untuk menyerahkan data asli dari 174 kasus radang paru-paru Wuhan. Mereka hanya menyediakan data berupa ringkasan ekstensif dan analisa dari pejabat komunis Tiongkok dan ilmuwan.

NTD-AP

Sebuah situs web berita Prancis melaporkan pada 22 Februari bahwa banyak rumah sakit memutuskan untuk berhenti menggunakan masker KN95 buatan daratan Tiongkok.

Hal itu dikarenakan staf medis khawatir tentang keefektifan masker. Mereka mencurigai masker produk Tiongkok itu terkait dengan infeksi cluster di rumah sakit.

Collectif Inter-Blocs – CIB atau Federasi Bedah dan Inter- Urgences – IU atau Federasi Pusat Darurat bersama-sama menerbitkan laporan konsultasi nasional pada bulan Februari tahun ini.

Laporan tersebut menemukan bahwa penggunaan masker KN95 buatan Tiongkok dicurigai berkaitan dengan infeksi cluster rumah sakit di Prancis. Sejumlah staf dan ahli medis rumah sakit telah mengalami infeksi cluster sejak musim semi tahun lalu. Meskipun mereka telah mematuhi peraturan pencegahan epidemi, jumlah cluster di musim dingin meningkat dua kali lipat.

Sebuah rumah sakit umum di kota pesisir Hendaye di Prancis menerima sejumlah masker KN95 pada pertengahan bulan Januari. 20 orang didiagnosis terinfeksi Covid-19, 15 hari setelah masker tiba !

Pada bulan Februari, pihak rumah sakit memutuskan untuk tidak menggunakan KN95 lagi karena masalah tali telinga masker yang kelonggaran.

Di antara 447 kuesioner yang dikumpulkan, lebih dari 2/3 staf medis mengatakan bahwa mereka pernah menggunakan KN95. Juru bicara CIB Grégory Chakir menunjukkan bahwa tulisan “non-medis” yang tertera pada paket masker memungkinkan staf medis mengambil inisiatif untuk mengingatkan asosiasi.

Pandemi telah bertahan lebih dari setahun, Blinken mengkritik pemerintah komunis Tiongkok yang belum bersedia membagikan data

Sebuah tim internasional yang dipimpin oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) baru-baru ini pergi ke daratan Tiongkok untuk menyelidiki asal-usul virus komunis Tiongkok, tetapi Wall Street Journal melaporkan bahwa pihak berwenang Beijing menolak untuk menyerahkan data asli dari 174 kasus radang paru-paru Wuhan.

Mereka hanya menyediakan data berupa ringkasan ekstensif dan analisa dari pejabat komunis Tiongkok dan ilmuwan.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Anthony Blinken mengatakan dalam sebuah wawancara media baru-baru ini bahwa dunia telah menyaksikan dampak yang menghancurkan dari COVID-19. Untuk mencegah insiden serupa terulang kembali, mencegah penyebaran epidemi dan bisa mengambil tindakan yang diperlukan, perlu dipastikan adanya sistem keamanan kesehatan global yang lebih lengkap secara keseluruhan.

Blinken menunjukkan bahwa untuk mencapai tujuan ini, negara-negara harus menyediakan informasi yang terbuka dan transparan, dan memberikan hak kepada pakar internasional untuk memperoleh data pada awal epidemi muncul.

“Sayangnya, kami belum memperoleh ini dari pemerintah komunis Tiongkok,” kata Blinken.

Pada 21 Februari, Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan juga menyatakan bahwa komunis Tiongkok telah gagal memberikan data mentah yang memadai tentang penyebaran virus pneumonia Wuhan atau COVID-19 di Tiongkok.

Dalam sebuah wawancara dengan media Amerika Serikat, mantan Wakil Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat Matt Pottinger mengutuk pemerintah komunis Tiongkok karena menyembunyikan fakta yang berkaitan dengan epidemi.

Filipina meminta penukaran vaksin dengan tenaga medis Filipina kepada Inggris dan Jerman

Seorang pejabat pemerintah Filipina menyatakan pada 23 Februari bahwa jika Inggris dan Jerman bersedia menyumbangkan vaksin virus komunis Tiongkok yang sangat dibutuhkan negaranya, maka Filipina bersedia mempekerjakan ribuan orang tenaga medisnya di rumah-rumah sakit di kedua negara tersebut.

Serikat Staf Perawat mengatakan bahwa memperlakukan perawat medis Filipina sebagai komoditas ekspor adalah tindakan yang menjijikkan.

Alice Visperas, Direktur Divisi Urusan Perburuhan Internasional (ILAB) Kementerian Tenaga Kerja Filipina mengatakan bahwa, Filipina bersedia menaikkan plafon dengan imbalan vaksin buatan Inggris dan Jerman. Vaksin ini akan diperuntukkan kepada ribuan orang tenaga kerja Filipina yang bekerja di luar negeri dan jutaan orang tenaga kerja yang dipulangkan dari luar negeri.

Kepada Reuters Alice Vesperas mengatakan: “Kami sedang mempertimbangkan untuk menghapus persyaratan pagu ekspor berdasarkan perjanjian.”

Kedutaan Besar Inggris untuk Manila tidak memberikan komentar, begitu pula Kedutaan Besar Jerman.

Jocelyn Andamo, sekretaris jenderal Filipino Nurses United mengatakan : “Kami muak dengan perlakuan pemerintah terhadap perawat dan staf medis sebagai komoditas atau produk ekspor”.

Lebih dari 111 juta orang di dunia terpapar COVID-19 dengan 2,48 juta orang meninggal dunia

Data statistik terbaru menunjukkan bahwa lebih dari 111 juta orang di seluruh dunia telah didiagnosis terpapar virus komunis Tiongkok atau COVID-19, dan lebih dari 2,48 juta orang telah meninggal dunia karenanya. Namun, negara-negara seperti komunis Tiongkok dan Iran diduga telah melaporkan data yang sengaja dibuat rendah. Negara yang paling parah terpapar adalah Amerika Serikat, dengan lebih dari 28,24 juta orang yang dikonfirmasi terinfeksi dan lebih dari 500.000 orang meninggal dunia. Selanjutnya diikuti oleh India, Brasil, Inggris, dan Rusia. (et/sin/sun)

0 comments