Otoritas AS: Varian Virus Baru dari Afrika Selatan, Ditemukan di Maryland

Varian virus Komunis Tiongkok dari Afrika Selatan ini tampak lebih mudah menular, meskipun belum dipastikan bahwa ia bisa menyebabkan risiko kematian lebih besar.

DHYANA PRAMANA

Pihak berwenang AS mengonfirmasi adanya Varian B.1.351 dari Afrika Selatan dari virus Komunis Tiongkok (PKT) atau COVID-19 di Pesisir Timur AS pada (30/01/2021). Ini dikonfirmasi setelah petugas menemukan seorang penduduk di Negara Bagian Maryland yang terbukti positif mengidap varian ini.

Varian virus Komunis Tiongkok dari Afrika Selatan ini tampak lebih mudah menular, meskipun belum dipastikan bahwa ia bisa menyebabkan risiko kematian lebih besar.

Saat ini pejabat sedang melakukan pelacakan terhadap orang-orang yang melakukan kontak dengan penderita guna proses pengujian maupun karantina.

Media The Epoch Times merujuk pada virus corona, yang menyebabkan penyakit COVID-19, sebagai virus Komunis Tiongkok, karena sensor berita dan kesalahan manajemen dari Partai Komunis Tiongkok, sehingga memungkinkan virus itu menyebar ke seluruh Tiongkok dan menciptakan pandemi global.

Gubernur Maryland, Larry Hogan dalam sebuah pernyataan menuturkan, pejabat kesehatan negara bagian sedang memantau dengan cermat varian B.1.351 dari SARS-CoV-2 di negara bagian itu.

“Kami sangat mendorong warga Maryland untuk ekstra hati-hati, membatasi risiko tambahan penularan yang terkait dengan varian ini. Silakan terus mempraktikkan langkah-langkah kesehatan dan keselamatan publik standar, termasuk memakai masker, mencuci tangan secara teratur, dan menjaga jarak fisik,” katanya.

Moderna, Johnson & Johnson, Pfizer, dan Novavax semuanya mengatakan vaksin mereka belum terlalu efektif melawan jenis B.1.351.

Situasi sebuah kota di Maryland, 3 Februari 2019, (The Epoch Times)

Dr. Anthony Fauci, direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular AS, mengatakan dalam sebuah penjelasan. “Jelas, mutan-mutan ini memiliki efek yang semakin berkurang terhadap kemanjuran vaksin, kami dapat melihat bahwa kami akan ditantang.”

Novavax melaporkan hasil uji coba pada Kamis (28/1) menunjukkan vaksinnya 50% efektif secara keseluruhan dalam mencegah COVID-19 di antara orang-orang di Afrika Selatan.

“Sekarang ini adalah pandemi yang berbeda,” kata Dr. Dan Barouch, seorang peneliti di Fakultas Kedokteran Universitas Harvard di Boston yang membantu mengembangkan vaksin J&J.

Barouch mengatakan sekarang ada banyak variasi-varian baru yang beredar, termasuk di Brazil, Afrika Selatan dan bahkan Amerika Serikat, yang secara substansial kebal terhadap antibodi yang diinduksi oleh vaksin.

Chief Executive Pfizer Albert Bourla mengatakan ada “kemungkinan besar” bahwa varian yang muncul pada akhirnya dapat membuat vaksin perusahaan tidak efektif.

“Ini belum terjadi … tapi saya pikir kemungkinan besar suatu hari hal itu akan terjadi,” kata Bourla di Forum Ekonomi Dunia.

Produsen obat sedang mempertimbangkan apakah vaksinnya perlu diubah untuk bertahan melawan varian Afrika Selatan.

Pusat Medis Wexner Universitas Negeri Ohio mengatakan dalam pernyataan (13/01) para ilmuwannya juga telah mendeteksi varian baru. Para ilmuwan mengatakan varian ini “membawa mutasi yang identik dengan strain Inggris,” tetapi secara masuk akal muncul dari genus yang sudah ada di AS.

Selain itu, dokumen tersebut menegaskan bahwa tiga mutasi ditemukan bersama untuk pertama kalinya pada jenis SARS-CoV-2 lain yang berevolusi di Amerika Serikat.

Dr. Dan Jones, wakil ketua divisi patologi molekuler rumah sakit, yang memimpin penelitian mengungkapkan, strain Columbus baru ini memiliki tulang punggung genetik yang sama seperti kasus sebelumnya yang telah kami pelajari, tetapi ketiga mutasi ini mewakili evolusi yang signifikan. Pihaknya tahu pergeseran ini tidak berasal dari virus di Inggris atau Afrika Selatan.

Mutasi ini, dalam studi menunjukkan, kemungkinan membuat virus lebih menular dari manusia ke manusia. Peneliti lain yang terlibat dalam penelitian ini mempresentasikan masalah yang memprihatinkan: vaksin dan kemanjuran pendekatan terapeutik saat ini pada varian baru.

Peter Mohler, salah satu penulis studi tersebut mengatakan, pertanyaan besarnya adalah apakah mutasi ini akan membuat vaksin dan pendekatan terapeutik saat ini menjadi kurang efektif. Saat ini, pihaknya tidak memiliki data untuk meyakini bahwa mutasi ini akan berdampak pada keefektifan vaksin yang sekarang digunakan.” (et/wid/sun)

0 comments