Tiongkok Menghadapi Ketidakberuntungan Ganda di Bidang Ekonomi

Seorang wanita memilih daging babi di supermarket di Beijing pada 10 Februari 2021. (WANG ZHAO/AFP via Getty Images)

FAN YU

Inflasi akan memukul Tiongkok pada waktu yang sangat tidak tepat. Inflasi dan momok sebuah kenaikan suku bunga Federal Reserve Amerika Serikat, dapat memberikan sebuah pukulan ganda pada ekonomi Tiongkok saat Tiongkok berjuang untuk keluar dari lockdown COVID-19.

Data resmi Biro Statistik Nasional menunjukkan harga dari pabrik Tiongkok, atau biaya pembelian grosir dari pabrik, meningkat 13,5 persen pada bulan Oktober dibandingkan tahun lalu. Itu adalah kenaikan tercepat dalam indeks harga produsen Tiongkok sejak tahun 1996. Indeks tersebut melacak dengan murni harga barang “yang langsung dari pabrik” dan tidak mencakup biaya transportasi atau logistik, yang juga meningkat.

Angka yang mengkhawatirkan itu adalah hasil dari sebuah kenaikan harga input lainnya, termasuk batu bara, minyak, baja, dan listrik. Inflasi harga langsung dari pabrik mungkin telah diperburuk oleh energi yang tidak terduga melumatkan selama beberapa bulan terakhir.

Pada Oktober, Partai Komunis Tiongkok memerintahkan banyak perusahaan pertambangan miliknya untuk meningkatkan produksi batubara dan pemotongan harga secara paksa untuk menurunkan biaya energi.

Hal itu seharusnya tidak mengejutkan konsumen Amerika Serikat yang sudah menderita akibat inflasi. Indeks harga konsumen Oktober di Amerika Serikat naik 6,2 persen dari tahun 2020, lonjakan tercepat dari tahun ke tahun dalam 31 tahun.

Di Tiongkok, harga konsumen belum naik ke tingkat itu, tetapi hal itu hanyalah masalah waktu. Harga yang lebih tinggi di pabrik Tiongkok mempengaruhi dunia keseluruhan-—semua orang mengkonsumsi barang-barang Tiongkok–—termasuk konsumen-konsumen di dalam negeri Tiongkok.

Indeks harga konsumen Tiongkok adalah 1,5 persen lebih tinggi di bulan Oktober. Itu adalah angka resmi, dan kami dapat yakin Partai Komunis Tiongkok mengelola angka-angka ini dengan cermat. Harga-harga yang buram, terutama untuk kebutuhan seperti makanan, adalah sebuah topik yang sensitif untuk stabilitas sosial. Angka-angka resmi itu melaporkan bahwa secara nasional biaya sayuran segar melonjak 16,6 persen pada Oktober, sebuah bahaya besar.

Penulis mengangkat masalah stagflasi di Tiongkok hampir dua tahun yang lalu, tetapi saat ini, risiko stagflasi jauh lebih tinggi.

Stagflasi adalah suatu keadaan ekonomi di mana perekonomian suatu negara, menderita akibat pertumbuhan ekonomi yang mandek dan inflasi yang meningkat pada saat yang bersamaan. Stagflasi adalah sangat rumit. Pasalnya, bank sentral tidak dapat menggunakan alat peningkatan suku bunga yang biasa digunakan untuk memerangi inflasi tanpa merugikan kegiatan ekonomi.

Amerika Serikat mengalami hal ini selama tahun 1970-an ketika resesi ekonomi bertemu dengan krisis pasokan minyak.

Tiongkok cenderung tidak melaporkan pertumbuhan ekonomi yang negatif, setidaknya tidak menurut angka-angka resmi Biro Statistik Nasional. Tetapi kenaikan indeks harga produsen berarti harga-harga konsumen yang jauh lebih tinggi akan segera terjadi.

Tetapi alat-alat Partai Komunis Tiongkok terbatas dalam waktu dekat. Karena kekurangan kekuatan yang berkelanjutan, Partai Komunis Tiongkok tidak dapat merangsang ekonomi secara efisien, karena tidak cukup listrik yang dihasilkan untuk mendukung aktivitas yang lebih tinggi. Tetapi, tanpa meningkatkan pasokan listrik, Tiongkok tidak dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Beberapa daerah sudah menyaksikan banyak pabrik ditutup untuk mengurangi tekanan pada jaringan listrik. Sementara itu, harapan Federal Reserve Amerika Serikat untuk menaikkan suku bunga menimbulkan ancaman lain bagi ekonomi Tiongkok.

Bank Sentral Amerika Serikat telah mengurangi belanja aset bulanan pengetatan (kuantitatif) mulai bulan ini. Dalam mengurangi stimulus ekonomi yang didorong pandemi oleh Fed, Ketua Fed Jerome Powell telah meletakkan landasan bagi Fed untuk menaikkan suku bunga pada pertengahan tahun 2022. Tetapi jika inflasi Amerika Serikat terus memburuk, Jerome Powell mungkin terpaksa bertindak lebih cepat.

Beberapa ahli di Amerika Serikat telah menimpali dampak ini, karena fokusnya adalah ekonomi domestik, tetapi pendiri dan CEO Citadel LLC Ken Griffin baru-baru ini menyerukan peringatan.

“Tiongkok dan Amerika Serikat terintegrasi dengan sangat erat,” kata Ken Griffin di KTT Caixin 2021 pada November.

“Setiap langkah yang dilakukan di Amerika Serikat untuk memperlambat tekanan inflasi akan memberi tekanan pada pertumbuhan global, merugikan ekonomi kedua negara.”

Sejauh ini, harga konsumen Amerika Serikat telah melampaui harga Tiongkok, setidaknya secara resmi. Sebuah langkah Federal Reserve untuk memperketat kebijakan moneter di Amerika Serikat cenderung akan memberi sebuah dampak negatif pada Tiongkok. Mengingat ekonomi Tiongkok masih berjuang dengan lockdown dan pembatasan perjalanan yang terkait COVID-19.

Harapan pengetatan moneter di Amerika Serikat cenderung akan melemahkan mata uang dan aliran uang Tiongkok, yang mana terpaksa mengalir keluar dari ekonomi No. 2 dunia itu. Untuk sebuah ekonomi yang masih berjuang untuk menemukan pijakannya, hal itu adalah sebuah perkembangan yang tidak disukai. (ET/Vv/sun)

0 comments