Tiongkok Umumkan Kasus Virus Varian Baru Inggris, Sementara Penularan Super Muncul di Beberapa Kota

Seorang petugas kesehatan mengambil sampel usap dari penduduk untuk tes COVID-19 di Shenyang, Tiongkok, pada 2 Januari 2021. (STR / AFP melalui Getty Images)

NICOLE HAO

Wabah virus komunis Tiongkok (COVID-19) di daerah Tiongkok utara terus memburuk selama akhir pekan, dikarenakan pihak berwenang mengumumkan telah mendeteksi pasien yang terinfeksi varian virus baru yang pertama kali muncul di Inggris. Saat bersamaan, penularan yang sangat cepat muncul di beberapa kota.

Baru-baru ini, Kota metropolitan Shanghai dan daerah selatan Provinsi Guangdong masing-masing melaporkan seorang pasien yang dites positif B.1.1.7, jenis virus varian baru dari Inggris.

Keduanya adalah mahasiswa di Inggris yang kembali ke Tiongkok pada Desember tahun lalu. Setelah sequencing genome (proses menentukan urutan DNA lengkap dari suatu genom organisme pada satu waktu), dipastikan mereka mengidap strain baru, yang lebih menular.

Sementara itu, otoritas Shenyang dan Dalian memberikan rincian tentang penyebar super spreader atau penular super lokal yang telah menyebarkan virus ke puluhan orang lainnya.

Penduduk setempat kepada The Epoch Times mengatakan bahwa mereka mengetahui kasus-kasus yang tidak diumumkan oleh pemerintah lokal mereka. Kejadian itu membuat warga curiga bahwa pihak berwenang sudah menutupi wabah tersebut.

Super Spreader (Penularan yang Sangat Cepat)

Selama akhir pekan, pihak berwenang mengumumkan lebih banyak kasus di Heihe, Provinsi Heilongjiang, Kota Dalian dan Shenyang di Provinsi Liaoning, Beijing dan Shijiazhuang di Provinsi Hebei.

Pihak berwenang Shenyang menyebutkan, semua yang terinfeksi dalam gelombang virus ini telah melakukan kontak dengan seorang wanita bermarga Yin, yang tiba di Shenyang dari Korea Selatan pada 29 November 2020.

Surat kabar yang dikelola pemerintah, The Paper, menerbitkan peta yang menunjukkan bagaimana kontak Yin terinfeksi, termasuk cucunya, teman sekamarnya, staf medis yang merawatnya di rumah sakit karena COVID-19, dan pasien yang berada di tempat tidur terdekat.

Di Dalian, seorang pasien berusia 34 tahun bermarga Jin, menyebarkan virus setidaknya kepada 33 orang lainnya sebagaimana disebutkan oleh pejabat kesehatan setempat.

Pada konferensi pers 3 Januari 2021, Zhao Lian, wakil direktur komisi kesehatan Dalian, mengatakan Jin membuka Booth Clothing di sebuah mal lokal dan tertular penyakit di tempat tersebut.

Jin kemudian berkumpul dengan keluarganya setelah mengalami gejala dan menyebarkan virus kepada 10 dari 11 anggota keluarga yang ada di sana.

Otoritas Beijing mengatakan diagnosis terbaru adalah bayi berusia 8 bulan. Ibu dan nenek anak itu dinyatakan positif pada 31 Desember 2020.

Tetapi, sebagian besar kasus yang diungkapkan pihak berwenang dalam beberapa hari terakhir, terkait dengan seorang wanita berusia 31 tahun yang didiagnosis pada 24 Desember 2020.

Kasus yang Tidak Dilaporkan

Li dari Beijing kepada Epoch Times berbahasa Mandarin mengatakan bahwa wabah di Beijing jauh lebih buruk daripada yang diumumkan oleh para pejabat. Ia mencatat sudah mendengar lebih banyak pasien yang didiagnosis ditemukan di distrik Shunyi dan Chaoyang.

Li mengatakan: “Banyak orang terinfeksi virus di Beijing, dan pemerintah tidak berani melaporkan rinciannya.”

Dia mengatakan, pihak berwenang tidak ingin mengungkapkan skala sebenarnya dari wabah tersebut. Pasalnya, dinilai dapat merusak citra mereka, tetapi mereka mengeluarkan kebijakan lockdown yang ketat untuk menghentikan wabah dan menyelamatkan reputasi mereka.

Li juga mempertanyakan narasi dari pejabat yang mengklaim bahwa banyak dari infeksi tersebut adalah orang-orang yang baru-baru ini bepergian ke luar negeri.

Li menuturkan: “Saya bertanya-tanya mengapa orang-orang ini sehat ketika mereka berada di luar Tiongkok, tetapi mereka terinfeksi setelah mereka datang ke Tiongkok?”

Ming Xuan, sebuah nama samaran, adalah seorang mahasiswa di Jinzhou Normal College, sebuah institusi pendidikan untuk melatih para guru yang terletak di timur laut Provinsi Liaoning. Dia mengatakan kepada Epoch Times berbahasa Mandarin pada 2 Januari 2021, bahwa kampusnya sepenuhnya ditutup sejak 27 Desember 2020 lalu. Mahasiswa tidak diizinkan untuk meninggalkan kampus selama liburan musim dingin.

Ming mengatakan: “Kami mendengar bahwa seorang mahasiswa dari kota lain kembali ke Jinzhou dengan tes asam nukleat negatif dan tanpa gejala apa pun. Tapi setelah dia datang ke sini, dia dinyatakan positif COVID-19.”

The Epoch Times tidak dapat memverifikasi infeksi yang disebutkan Ming, tetapi memeriksa dengan mahasiswa lainnya, yang mengkonfirmasi bahwa kampus tersebut sepenuhnya di-lockdown dan tidak ada yang tahu kapan mahasiswa dapat pulang ke rumah untuk liburan musim dingin.

Pada 3 Januari 2021, daerah Qinghe di Xingtai, Provinsi Hebei, mengumumkan seorang penduduk di daerah tetangga, Nangong didiagnosis dengan COVID-19. Kabupaten tersebut memperingatkan warganya untuk berhenti berpergian ke Nangong.

Namun demikian, otoritas Nangong tidak mengumumkan adanya kasus infeksi.

Pada hari itu, Shijiazhuang di Hebei juga mengonfirmasi adanya pasien baru, tetapi Komisi Kesehatan Nasional tidak mengumumkan dua kasus yang didiagnosis di Hebei. (et/asr/sun)

0 comments