Tak Terbendung, Api “Revolusi Kertas Putih” Sedang Menyebar dengan Cepat di Tiongkok

Pada 27 November 2022, warga Shanghai melakukan protes dengan mengangkat lembaran kertas kosong. (Hector Retamal/AFP/Getty Images)


LUO TINGTING

Tragedi kebakaran di Kota Urumqi, Tiongkok memicu “revolusi kertas putih” dimana warga masyarakat di Beijing, Shanghai, Wuhan, Nanjing, Guangzhou, dan lainnya turun ke jalan untuk memprotes tirani Partai Komunis Tiongkok (PKT).

Pada 26 November, para mahasiswa dari Institut Komunikasi Nanjing mengadakan malam belasungkawa terhadap warga yang menjadi korban kebakaran di Urumqi, sebagian besar dari mereka mengangkat kertas putih tanpa tulisan sebagai protes atas tirani PKT dalam mencegah penyebaran epidemi. Mereka menuntut penghentian tes asam nukleat dan pembebasan blokade wilayah. Gerakan ini langsung diikuti oleh sejumlah perguruan tinggi dan universitas di seluruh negeri, Dengan demikian meletusnya gerakan protes yang dinamakan “revolusi kertas putih”.

Video yang diposting di Internet menunjukkan bahwa sampai saat ini, warga di Beijing, Shanghai, Zhengzhou, Guangzhou, Chengdu, Wuhan, Chongqing, dan tempat lainnya juga melakukan hal yang sama seperti warga dan mahasiswa di Urumqi.

Pada 27 November 2022, warga Shanghai berunjuk rasa dengan mengangkat kertas putih di jalan. (Hector Retamal/AFP/Getty Images)

Pada 27 November 2022, warga Shanghai berunjuk rasa dengan mengangkat kertas putih di jalan. (Hector Retamal/AFP/Getty Images)

Pada 27 November 2022, warga Shanghai berunjuk rasa dengan mengangkat kertas putih di jalan. (Hector Retamal/AFP/Getty Images)

(video screenshot)


(video screenshot)


(video screenshot)


(video screenshot)


(video screenshot)

Pada 27 November, para dosen dan mahasiswa Universitas Tsinghua di Beijing bersama-sama mengangkat kertas putih dan menyanyikan lagu kebangsaan RRT “Bangunlah, rakyat yang tidak ingin menjadi budak ….”. Seorang mahasiswi berteriak: “Mulai hari ini, saya tidak akan lagi membela kekuasaan penguasa” Semua orang berteriak serempak: “Baik !”

 

Di Liangmaqiao, Beijing, sekelompok warga mengangkat kertas putih sambil meneriakkan motto : “Kami ingin hak asasi manusia, kami ingin kebebasan !” Hingga tengah malam pun masih terdapat ratusan orang pengunjuk rasa berbaris di jalan sambil meneriakkan motto “Kebebasan ! Kebebasan!”

Di Jalan Wangping, Chengdu, sekelompok warga memegang kertas putih sambil meneriakkan : “Menentang kediktatoran” dan “Tanpa kebebasan lebih baik mati”.

Di Jalan Yiyuan, Wuhan, sejumlah warga diam berdiri di pinggir jalan sambil mengkat kertas putih di tangan. Mereka protes dengan cara diam. Banyak juga polisi yang mengelilingi untuk mengawasi mereka.


Pada 26 November malam, protes kelompok pecah di Jalan Urumqi Tengah, Shanghai. Massa berteriak: “Partai Komunis Tiongkok mundur ! Xi Jinping turun !” Polisi membubarkan para pengunjuk rasa dengan kekerasan dan banyak juga orang yang ditangkap.

Pada 27 November, warga sipil Shanghai kembali turun ke jalan untuk memprotes tirani PKT dan menuntut pembebasan warga yang ditangkap. warga yang berkumpul di jalan mengangkat kertas putih. Tak lama kemudian terdengar suara lantang seorang wanita : “Kami ingin martabat bukan kebohongan, kami ingin reformasi bukan revolusi kebudayaan, kami ingin suara pemilihan bukan pemimpin, kami ingin jadi warga bukan budak, Mogok kerja, mogok sekolah, singkirkan diktator Xi Jinping !”


Warga di TKP bertepuk tangan dan bersorak: “Ganyang kediktatoran, Tolak masa jabatan seumur hidup!”

“Revolusi kertas putih” juga menyebar ke luar negeri. Gambar-gambar yang diposting di Internet menunjukkan bahwa di Pusat Seni dan Budaya Nasional Pompidou di Paris, Prancis, banyak orang memegang kertas putih untuk mengenang para korban kebakaran Urumqi dan mengungkapkan solidaritas terhadap para pengunjuk rasa di daratan Tiongkok. Di Dam Square, Amsterdam, Belanda sejumlah besar orang juga berkumpul dengan membawa kertas putih untuk mendukung gerakan “revolusi kertas putih” di Tiongkok.

Pada 27 November 2022, di Pompidou Center, Paris, terlihat sejumlah orang memegang kertas putih untuk mengenang para korban kebakaran di Urumqi dan mengungkapkan solidaritas mereka terhadap para pengunjuk rasa di daratan Tiongkok. (foto Twitter)


Pada 27 November 2022, di Dam Square, Amsterdam, Belanda, massa menggelar protes dengan mengangkat kertas putih. (Gambar Twitter)

“Revolusi kertas putih” dipicu oleh kebakaran di Urumqi, Xinjiang. Pada 24 November, terjadi kebakaran gedung bertingkat di Urumqi yang telah dikunci selama lebih dari tiga bulan. Puluhan orang tewas termasuk seorang anak berusia 3 tahun.

Video online menunjukkan bahwa tragedi itu bermula akibat blokade yang menyebabkan mobil pemadam kebakaran tidak dapat masuk ke TKP untuk memadamkan api tepat waktu, pintu gerbang juga diikat mati dengan kawat dan dikunci sehingga tidak memungkinkan warga yang terjebak untuk melarikan diri. Tetapi para pejabat berbohong dengan mengklaim bahwa bangunan tempat tinggal yang terbakar adalah daerah berisiko rendah, tidak dilakukan pemblokiran, warga bebas naik turun. Pejabat di Urumqi bahkan melalaikan tanggung jawab, menuduh para korban itu tidak memiliki kemampuan untuk menyelamatkan diri. Ucapan yang menyebabkan kemarahan masyarakat.

Pada 25 November malam, warga Urumqi yang marah turun ke jalan dan berjalan menuju kompleks pemerintah kota untuk memprotes dan menuntut agar penguncian dicabut. Karena keseriusan situasi, pihak berwenang terpaksa mengumumkan pembukaan blokir mulai keesokan harinya.

Kebakaran dan protes di Urumqi membangkitkan simpati dan kemarahan di antara warga sipil Tiongkok yang juga menderita akibat penguncian, dan telah memicu badai perlawanan terhadap tirani PKT. Meski protes di berbagai tempat diredam dengan berbagai tingkat kekerasan, gerakan protes selain tidak berhenti, malahan meningkat. Warga spil di Beijing, Shanghai, dan Guangzhou juga turun ke jalan untuk menuntut pihak berwenang membebaskan para pengunjuk rasa yang ditangkap.

Kepada NTDTV, Yue Shan, komentator politik mengatakan: “Semakin banyak warga sipil Tiongkok tidak lagi takut terhadap pemerintah komunis Tiongkok. Rakyat sudah tidak lagi sabar dengan situasi kacau yang timbul karena ketidakbecusan rezim dalam memerintah”. (ET/sin/sun)


0 comments