Trump Hentikan Serang Taliban, Upaya Beijing Sia-Sia

 

Sejumlah perwakilan Taliban menghadiri upacara pembukaan pembicaraan damai antara Taliban dan pemerintah Afghanistan pada 12 September lalu.


ZHONG YUAN

Setelah Israel dengan UEA dan Bahrain menandatangani perjanjian perdamaian yang bersejarah, proses perdamaian Timur Tengah yang diprakarsai oleh Presiden Trump meraih kemajuan baru yang mencengangkan dunia, kemudian pada 12 September lalu, pemerintah Afghanistan juga memulai perundingan perdananya dengan Taliban, untuk mengakhiri pertempuran selama hampir 20 tahun. Perundingan kali ini juga diprakarsai oleh AS, Menlu AS Pompeo dan Wakil PM Qatar merangkap Menteri Luar Negeri yakni Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al-Thani menghadiri upacara pembukaannya. Sekjen NATO Jens Stoltenberg menyebut perundingan perdamaian kali ini sebagai “peluang yang bersejarah”.

Pada 14 September, Pompeo dan orang nomor dua Taliban yakni Abdul Ghani Baradar melangsungkan pertemuan. Di hari yang sama, Taliban mengumumkan pembebasan 22 tentara pasukan pemerintah Afghanistan, sekaligus mengumumkan “semoga perang Afghanistan berakhir selamanya dan membangun pemerintahan Islam yang bertoleransi secara menyeluruh”.

Menurut suatu kesepakatan yang telah ditandatangani sejak Februari lalu antara Amerika dengan Taliban, pasukan AS akan ditarik dari Afghanistan secara bertahap dalam tempo 14 bulan, dengan persyaratan, Taliban berjanji tidak akan menyerang pasukan AS, mencegah Al-Qaeda dan kelompok teroris lain bergerak di wilayah yang dikuasai Taliban, serta membahas gencatan senjata jangka panjang dengan pemerintah Afghanistan. Selain itu, setelah pemerintah Afghanistan membebaskan 5.000 tahanan anggota Taliban, pihak Taliban menjamin membebaskan 1.000 lebih tentara pemerintah yang ditahan oleh mereka.

Data menunjukkan, selama 1996 – 2001 Taliban pernah menguasai pemerintahan Afghanistan, selama periode itu, karena pemimpin Al-Qaeda Osama Bin Laden yang didukungnya melancarkan serangan teroris terhadap Amerika pada 11 September 2001 silam, dengan menabrakkan dua pesawat penumpang ke setiap menara WTC New York, yang mengakibatkan 2.749 orang tewas atau hilang. Setelah itu, Amerika menuntut Osama Bin Laden diekstradisi namun ditolak oleh rezim Taliban.

NATO bersama dengan Aliansi Utara Afghanistan akhirnya melancarkan perang terhadap Afghanistan, dan menggulingkan rezim Taliban. Pemimpin Taliban Mohammed Omar melarikan diri ke daerah pegunungan, anggotanya terus melakukan perlawanan terhadap pemerintah Afghanistan, AS dan sekutunya dengan aksi terorisme atau penyanderaan. Oleh sebab itu AS dan negara Barat menetapkan Taliban sebagai kelompok teroris, dan telah menghabiskan upaya serta dana besar dalam penumpasan kelompok teroris ini.

Lalu, mengapa organisasi teroris yang telah beraksi 20 tahun itu kini mulai mengarah ke penghentian? Terutama ada dua alasan, yang pertama adalah sejak Trump menjadi presiden, strategi keamanan nasional dan pertahanan AS telah disesuaikan kembali, yang dijadikan “musuh” utama adalah PKT, dan titik berat “anti-terorisme” beralih menjadi “anti-komunisme”.

Karena AS telah menyadari bahwa PKTlah sebenarnya ancaman terbesar bagi dunia, termasuk di balik gerakan teroris Taliban dan juga Garda Revolusi Iran selalu ada bayang-bayangnya, demikian pula dengan para diktator seperti Saddam Hussein di Irak, Ben Ali di Tunisia, Khadafi di Libya, Mubarak di Mesir, Bashir di Sudan, Kim Jong-Un di Korea Utara, Castro di Kuba dan lain sebagainya, yang juga merupakan sekutu internasional yang pernah atau sampai kini masih didukung oleh Beijing. Tidak diragukan lagi, PKT sebagai organisasi teroris, adalah pendukung utama di balik layar bagi kelompok teroris internasional, dan tujuannya adalah mengalihkan perhatian Amerika, untuk mengurangi tekanan pada pihaknya.

Pada Juni 2005, DJ McGuire, penulis buku berjudul “Dragon in the Dark: How and Why Communist China Helps Our Enemies in the War on Terror?”, dalam sekali pidatonya telah membuktikan hal ini dengan banyak bukti.

McGuire menjelaskan, buku yang ditulis pada 1999 oleh dua orang perwira PKT mengemukakan, “Jika gedung WTC New York diserang, akan sangat merepotkan bagi AS.” Kedua perwira berpangkat kolonel tersebut juga menyebutkan nama mengisyaratkan, “Bin Laden memiliki kemampuan menggunakan organisasi Al-Qaeda untuk melancarkan serangan ini.” Dan PKT tidak hanya terus menentang PBB memberi sanksi bagi Taliban, bahkan pada hari kejadian serangan “11 September” kala itu, RRT menandatangani perjanjian kerjasama ekonomi dengan Taliban, pihak yang bekerjasama justru adalah perusahaan Huawei yang berlatar belakang militer dan kini telah diterapkan sanksi oleh AS.

Selain itu, pemerintah AS pada 2001 pernah memperingatkan, bahwa kelompok teroris Al-Qaeda yang berada di wilayah AS mengancam akan menembak jatuh pesawat AS dengan rudal darat ke udara. Beberapa minggu kemudian, pada markas persembunyian Al-Qaeda yang diserang pasukan khusus AS dan sekutunya berhasil menemukan perlengkapan dan senjata buatan RRT dalam jumlah besar, termasuk rudal darat ke udara yang disebutkan di atas. Dan hal seperti ini terjadi tak hanya sekali. Selain itu diungkapkan juga, badan intelijen PKT memanfaatkan perusahaan fiktif di berbagai negara di seluruh dunia membantu Al-Qaeda mengumpulkan dana operasional dan mencuci uang di pasar finansial.

Di luar negeri ada berita mengatakan, Bin Laden beberapa kali pergi ke Tiongkok untuk berobat, dan ia mampu bersembunyi cukup lama di Pakistan, juga berkat perundingan antara RRT dengan Pakistan. Selain itu ada berita menyebutkan, banyak anggota teroris telah mendapatkan pelatihan militer di pangkalan pelatihan RRT, sekembalinya ke negara asal mereka untuk melawan Amerika dan sekutunya.

Setelah Bin Laden tewas, dukungan ekonomi dan militer PKT bagi Taliban tidak berhenti. Kalau sebelumnya kontak dilakukan secara rahasia, maka pada Juni 2019, sehari sebelum KTT G20, Kemenlu RRT di luar kebiasaan membenarkan perwakilan Taliban berkunjung ke Tiongkok, dan hal ini sangat tidak sederhana, walaupun sebelumnya PKT pernah beberapa kali mengundang perwakilan Taliban berkunjung ke Tiongkok secara rahasia.

Jelas, baik PKT dan Taliban menjadikan hubungan keduanya sebagai kartu as untuk berunding dengan AS, namun kartu ini sepertinya tidak berguna lagi. Khususnya setelah PKT menutupi fakta pandemi serta menyebarkan virus ke seluruh dunia, yang menjangkiti lebih dari 20 juta orang dan ratusan ribu orang meninggal dunia, AS pun mulai sepenuhnya menempuh jalan anti-komunis, tak hanya dalam hal politik, ekonomi dan dagang, dalam bidang militer, teknologi, internet, media sosial, diplomatik, dan media massa menghantam Beijing bertubi-tubi sampai Beijing kewalahan, juga membentuk aliansi negara demokrasi yang secara menyeluruh memboikot ekspansi PKT di dunia.

PKT yang tengah melawan arus dunia, di dalam negeri juga tidak lebih baik. Ekonomi merosot, cadangan devisa berkurang, finansial terjerat kesulitan, dana asing hengkang ke luar, tingkat pengangguran melonjak, pejabat berpaling, dan Taliban melihat PKT terjebak dalam kesulitan seperti itu, telah memahami tuntutan pihaknya untuk mendapatkan dukungan ekonomi dan militer dikhawatirkan tidak akan sesuai harapan.

Penyebab lainnya adalah setelah Trump menjadi presiden, bertindak keras terhadap organisasi dan oknum teroris, beberapa kali aksi penggal kepala, termasuk petinggi Taliban. Karena Trump berbelas kasih tidak mau melihat korban berjatuhan selain objek yang disasar, maka pasukan AS pun mengeluarkan rudal Ninja. 

Rudal modifikasi khusus udara ke darat jenis “Hellfire” tipe R9X milik AS ini pada badan rudalnya terdapat 6 buah sirip lipat berbahan metal yang dari kejauhan terlihat seperti “pedang” berkilau, dijuluki sebagai “rudal Ninja.

Rudal modifikasi khusus udara ke darat jenis “Hellfire” tipe R9X ini berbobot 100 pon dan panjang 1,6 meter, satu-satunya perbedaannya dengan rudal “Hellfire” biasa adalah pada badan rudal terdapat 6 buah sirip lipat berbahan metal pada posisi 1,2 meter, yang dari kejauhan terlihat seperti “pedang” berkilau, metode penghancurannya adalah dengan melemparkan 6 sirip tersebut, maka rudal “Hellfire” yang menembakkan sirip pedang itu oleh banyak pihak disebut juga “rudal Ninja”, alasannya Ninja tradisional di Jepang menyelesaikan misi pembunuhan dengan melemparkan pedang yang berkilauan. 

Ruang lingkup penghancuran rudal Ninja kurang dari satu meter persegi, namun kondisi kematian korban sulit dijelaskan. Banyak dari pemimpin kelompok teroris ISIS dan Al-Qaeda di Irak dan Suriah adalah korban yang dibunuh dengan rudal Ninja ini, juga termasuk tokoh nomor dua Iran yang sangat dekat dengan PKT yakni Soleimani. Sedangkan penanggung jawab keuangan Taliban yakni Mohibullah dan beberapa penanggung jawab lainnya, juga tewas dalam aksi penggal kepala lainnya.

Persis seperti pasca kematian Baghdadi, pemimpin ISIS dengan nada tegas Trump mengumumkan kepada dunia, “Kematian Baghdadi membuktikan selamanya kami akan terus berupaya memenuhi janji menumpas ISIS dan kelompok teroris lainnya.” Para teroris yang menindas dan membunuh rakyat tak berdosa selamanya tidak bisa tidur nyenyak, “Karena mereka tahu kami akan menghancurkan mereka secara tuntas”.

Taliban yang takut menjadi sasaran penggal kepala melihat tekad yang kuat dan tak tergoyahkan pada diri Trump, dengan sendirinya tidak lagi mau mengikuti kehendak PKT mengacaukan situasi di Timur Tengah, dan dari atas hingga ke bawah semuanya berniat berunding dengan Amerika, dan mencapai kesepakatan dengan AS. Ini membuat PKT kehilangan bidak catur yang bisa dimanfaatkannya untuk mengikat AS di Timur Tengah, juga membuat investasi PKT sebelum ini menjadi sia-sia. (et/sud/sun)

0 comments