Beijing akan Segera Kirim Yang Jiechi ke AS Setelah Joe Biden Dilantik


Tim Biden masih belum membuat komitmen untuk negosiasi baru komunis Tiongkok dengan Amerika Serikat. Jake Sullivan, penasihat keamanan nasional yang dicalonkan oleh Joe Biden mengatakan bahwa, ini adalah masalah lain yang akan dibahas terlebih dahulu antara Biden dengan sekutunya.

LIN YAN

The Wall Street Journal mengutip berita yang disampaikan oleh para pejabat komunis Tiongkok melaporkan bahwa Beijing berencana untuk mengirim diplomat tingkat tinggi komunis Tiongkok Yang Jiechi ke Amerika Serikat segera setelah pelantikan Joe Biden sebagai presiden Amerika Serikat pada 20 Januari 2021 mendatang. Tujuan kunjungan adalah untuk membahas kerja sama antara komunis Tiongkok dengan Amerika Serikat.

Artikel The Wall Street Journal itu menyebutkan bahwa kunjungan berharap dapat meredakan hubungan perdagangan antara kedua negara, selain berharap pemerintah Amerika Serikat secepatnya membatalkan tarif impor yang dikenakan terhadap komoditas Tiongkok yang diterapkan selama pemerintahan Presiden Donald Trump.

Untuk mengubah ketidakseimbangan perdagangan antara komunis Tiongkok dengan Amerika Serikat, pemerintahan Trump masih mempertahankan tarif tambahan sekitar US$ 370 miliar dari ekspor komoditas Tiongkok ke Amerika Serikat.

Penasihat Presiden terpilih Biden menyatakan bahwa tarif ini tidak akan segera dihapus. Biden berencana untuk menganalisis dampak tarif terhadap ekonomi Amerika Serikat dan berkonsultasi dengan sekutunya sebelum mengambil tindakan.

Tim Biden masih belum membuat komitmen untuk negosiasi baru komunis Tiongkok dengan Amerika Serikat. Jake Sullivan, penasihat keamanan nasional yang dicalonkan oleh Joe Biden mengatakan bahwa, ini adalah masalah lain yang akan dibahas terlebih dahulu antara Biden dengan sekutunya.
Gambar adalah Jake Sullivan, penasihat keamanan nasional yang dicalonkan oleh Biden. (Chandan Khanna/AFP/Getty Images)

“Dia tidak ingin mengunci dirinya dalam metode tertentu,” kata Jake Sullivan.

Sementara itu kelompok bisnis di Amerika Serikat yang menentang kenaikan tarif telah meminta Biden untuk bernegosiasi dengan komunis Tiongkok agar mereka bersedia mengalah.

Kelompok bisnis besar seperti The Business Roundtable mengungkapkan harapan mereka agar Biden bersedia menghapus tarif terhadap komunis Tiongkok dengan imbalan komunis Tiongkok mengalah dengan mengurangi subsidi kepada perusahaan BUMN dan perilaku predator mereka. Perusahaan-perusahaan besar ini adalah sekutu tradisional komunis Tiongkok di Washington.

Namun, dunia luar kembali ragu dengan negosiasi baru perdagangan antara Biden dengan komunis Tiongkok. Karena melihat pengalaman negosiasi perdagangan dengan komunis Tiongkok di era Trump, dunia luar masih bertanya-tanya apakah pemerintah komunis Tiongkok mau melakukan perubahan yang diperlukan. Seringkali ini lebih cenderung menjadi cara bagi pemerintah komunis Tiongkok untuk menjebak lawan Barat dalam negosiasi.

Komunis Tiongkok tampaknya lebih rela menunggu dan menunggu saat yang tepat. Shi Yinhong, seorang profesor di School of International Relations di Renmin University of China dan penasehat Dewan Negara mengatakan kepada Wall Street Journal bahwa cepat atau lambat Biden akan memulai negosiasi ulang perjanjian perdagangan dengan komunis Tiongkok karena pembelian yang dijanjikan komunis Tiongkok saat ini tidak realistis.

Dilihat dari kebijakan kerjasama dengan komunis Tiongkok selama pemerintahan mantan Presiden Obama dimana Joe Biden menjabat sebagai Wakil Presiden, Washington dan Beijing telah bekerja sama dalam isu-isu seperti krisis keuangan dan iklim global.

Meskipun beberapa penasihat yang pernah bekerja dengan Biden di pemerintahan Obama sekarang mengubah kata-kata mereka dan mengatakan bahwa era keterlibatan Tiongkok dengan Amerika Serikat telah berakhir, mereka masih menantikan bantuan Beijing untuk perubahan iklim dan prioritas Biden lainnya.

Kebijakan Biden tentang komunis Tiongkok mungkin tidak statis. Beberapa penasihat Biden telah menyatakan bahwa pemerintahan baru nanti mungkin memiliki perbedaan dalam masalah hak asasi manusia Tiongkok.

Misalnya, di awal pemerintahan Bill Clinton dulu hak asasi manusia Tiongkok menjadi perhatian, tetapi kemudian, Clinton tidak lagi menekan komunis Tiongkok dengan masalah hak asasi manusia. Sebaliknya, ia berfokus pada membangun hubungan ekonomi dan perdagangan antar kedua negara.

Setelah Biden menjabat, dia perlu secepatnya memutuskan sejauh mana dia akan menekan komunis Tiongkok atas penindasan ekstensif terhadap kebebasan rakyat Hongkong. Penasihat senior Biden dalam wawancara selama dan setelah kampanye kepresidenan mengatakan bahwa inti dari kebijakan Biden terhadap komunis Tiongkok adalah menciptakan “Konferensi Tingkat Tinggi/ KTT negara demokratis”. KTT itu akan berupaya untuk menetapkan rencana alternatif yang secara khusus menargetkan pemerintahan otokratis Beijing.

Terkait hubungan Amerika Serikat dengan komunis Tiongkok, seperti ekonomi dan politik, Biden telah mengajukan solusi kerja sama multilateral. Namun dari lingkungan eksternal, kebijakan Biden akan menghadapi banyak kendala praktis.

Misalnya, setelah menjabat, Biden berencana untuk mengajak negara demokrasi Barat untuk memberikan tekanan ekstensif terhadap Beijing, yang kebetulan bertabrakan dengan pemikiran Xi Jinping tentang pembangunan multilateral.

Dalam beberapa tahun terakhir, komunis Tiongkok terus sibuk untuk menarik sekutu tradisional Amerika Serikat ke dalam lingkaran ekonomi komunis Tiongkok.

Selain itu, komunis Tiongkok juga mempromosikan agenda multilateral miliknya sendiri. Dalam 20 tahun sejak Amerika Serikat membantu komunis Tiongkok bergabung dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), komunis Tiongkok terus meningkatkan upayanya melalui WTO.

Banyak organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa juga menjadi tempat utama bagi komunis Tiongkok untuk secara terbuka merebut kekuasaan.

Wall Street Journal mengutip seorang pejabat yang memahami pemikiran kepemimpinan Partai Komunis Tiongkok melaporkan, “Jika Anda mengontrol aturan, Anda dapat mengontrol permainan”.

Mengingat daya tarik pasar Tiongkok yang besar, saat ini sulit juga bagi Biden membujuk sekutu untuk bersatu melawan komunis Tiongkok. Misalnya Komunis Tiongkok dan Uni Eropa baru saja mencapai kesepakatan investasi.

Baru-baru ini, Pemimpin Tiongkok, Xi Jinping mengatakan bahwa pihaknya sedang secara aktif untuk mempertimbangkan penggabungan Tiongkok dengan 11 negara perjanjian perdagangan Asia-Pasifik yang diprakarsai oleh pemerintahan Obama, yaitu Comprehensive and Progressive Trans-Pacific Partnership (CPTPP).

Versi sebelumnya dari perjanjian tersebut adalah Kemitraan Trans-Pasifik (Trans-Pacific Partnership/ TPP), yang bahkan ditolak oleh serikat pekerja domestik dan anggota parlemen Demokrat.

Pada tahun 2017, Presiden Trump bahkan memutuskan untuk mundur dari TPP dan mengatakan bahwa perjanjian tersebut akan mematikan pekerjaan Amerika.

Namun Biden mengatakan bahwa dia baru bersedia mempertimbangkan untuk bergabung setelah melakukan negosiasi ulang.

Langkah ini dianggap cukup ironis, karena ini berarti bahwa kesepakatan pertama kali dibuat oleh negosiator Amerika Serikat di bawah pemerintahan Obama, kemudian ditolak oleh Presiden Trump, dan akhirnya bergabung pada masa kepresidenan Biden. Setelah berputar-putar lalu kembali lagi ke titik awal.

Pada saat yang sama sudah dapat dibayangkan bahwa, Beijing akan memanfaatkan kesempatan ini.

Bagi Biden, memberlakukan kembali kebijakan Amerika Serikat terhadap komunis Tiongkok mengindikasikan bahwa pemerintahan baru akan meniadakan praktik administrasi Trump yang sedang berjalan saat ini.

Selama masa jabatannya, Trump telah menghadapi komunis Tiongkok secara frontal dalam sejumlah masalah dan mengubah nada hubungan Amerika Serikat dengan komunis Tiongkok.

Pada saat yang sama, Trump juga mempromosikan konsensus yang berkembang antara Kongres dan publik bahwa Tiongkok yang berada di bawah pimpinan Partai Komunis Tiongkok bukan hanya pesaing, tetapi juga ancaman bagi kepemimpinan global Amerika Serikat. (ET/sin/sun)

0 comments