FBI Peringatkan Adanya Protes Bersenjata di Seluruh AS, Trump Umumkan Keadaan Darurat

Logo FBI terlihat di luar gedung kantor pusat di Washington, pada 5 Juli 2016. (YURI GRIPAS / AFP / Getty Images)

LI YUN

Pelantikan presiden tanggal 20 Januari adalah hari peralihan kekuasaan di Amerika Serikat. Namun adanya penipuan dalam pemilu kali ini, protes masyarakat Amerika Serikat terus terjadi di berbagai tempat.

Biro Investigasi Federal Amerika Serikat – FBI pada 12 Januari, memperingatkan bahwa sebelum pelantikan presiden, ada risiko protes bersenjata di seluruh 50 negara bagian dan Washington. Hal itu membuat kekhawatiran menimbulkan pertumpahan darah lebih lanjut.

Pada 11 Januari malam, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump telah menyetujui diumumkannya keadaan darurat keamanan di Washington, DC.

Kementerian Pertahanan memutuskan untuk menyertakan kekuatan dari Garda Nasional Amerika Serikat dalam pengamanan di Washington DC.

Menurut berita dari Associated Press dari sebuah memo yang diungkapkan oleh 2 orang pejabat penegak hukum diketahui bahwa protes nasional di seluruh Amerika Serikat dapat dimulai pada akhir pekan ini dan akan terus berlanjut hingga pelantikan presiden pada 20 Januari mendatang.

Seorang pejabat mengungkapkan bahwa kelompok-kelompok itu berencana untuk mengadakan protes bersenjata di semua 50 gedung DPR negara bagian mulai 16 Januari hingga 20 Januari. Aksi protes digelar di Gedung Capitol Amerika Serikat mulai 17 Januari hingga 20 Januari.

Memo itu juga menyatakan bahwa pemrakarsa unjuk rasa bersenjata minggu depan tidak terbatas pada mereka yang mendukung Trump, tetapi juga mencakup organisasi lain. Protes yang direncanakan terhadap ibu kota negara pada 17 Januari akan diprakarsai oleh organisasi yang mendukung kepemilikan senjata.

Gedung Putih dalam pernyataan darurat yang dikeluarkan pada 11 Januari malam menyebutkan bahwa Presiden Trump pada pukul 11 malam telah menyetujui diberlakukannya keadaan darurat keamanan bagi Washington, DC yang akan berlangsung hingga 24 Januari.

Trump juga memberi wewenang kepada Kementerian Keamanan Dalam Negeri bersama FEMA (Federal Emergency Management Agency) untuk melakukan koordinasi dan mengambil tindakan yang diperlukan dalam menanggapi segala kemungkinan yang mengancam keamanan.

Saat ini, Kementerian Pertahanan Amerika Serikat telah memberikan wewenang kepada 15.000 orang tentara nasional untuk ditempatkan di Washington DC untuk menjaga ketertiban dan menjaga gedung-gedung penting seperti Kongres.

Kepala Garda Nasional, Jenderal Daniel Hokanson menyatakan bahwa setelah kerusuhan di Gedung Capitol pada 6 Januari lalu, sudah ada 6.200 orang anggotanya yang ditempatkan di Washington DC. Jumlahnya akan ditingkatkan menjadi 10.000 mulai 16 Januari nanti. Sedangkan 5.000 orang anggota lainnya akan dikirim sebelum pelantikan presiden.

Pihak Garda Nasional juga sedang mempelajari semua masalah yang ada di seluruh negeri untuk memastikan bahwa semua aktivitas berada di bawah pengawasan. Mereka akan dilengkapi dengan senjata anti huru-hara untuk menghadapi kerusuhan yang mungkin timbul.
Pada 6 Januari, bentrokan terjadi di depan Gedung Capitol AS di Washington DC, AS. (Shi Qingyun/Epoch Times)

Chad Wolf, Pelaksana Tugas Sekretaris Keamanan Dalam Negeri mengatakan bahwa adanya fakta dari berbagai kejadian sejak sepekan terakhir yang terus mengubah pola keamanan nasional, maka dipandang perlu untuk memajukan jadwal “insiden keamanan nasional khusus” karena pelantikan presiden dari tanggal 19 Januari dimajukan ke tanggal 13 Januari.

Sementara itu. kandidat presiden dari Partai Demokrat, Joe Biden diakui oleh Kongres sebagai pemenang pemilu 2020 pada 6 Januari. Namun, kekerasan meletus di Capitol hari itu yang mengakibatkan sedikitnya 7 orang meninggal dunia dan beberapa orang mengalami cedera.

Media kiri dan Kongres mengaitkan kesalahan tersebut dengan Presiden Trump. Namun, berbagai bukti menunjukkan bahwa kerusuhan itu didalangi oleh kelompok Antifa dan Black Lives Matter. (ET/sin/sun)

0 comments