Militer Tiongkok Mempelajari Perang Rusia – Ukraina, Takut Hadapi Starlink dan Senjata AS

Gambar video ini disediakan oleh SpaceX, misi SpaceX Falcon 9 untuk meluncurkan 53 satelit Starlink ke orbit rendah Bumi dari Space Launch Complex 4 East (SLC-4E), lepas landas dari Vandenberg Space Force Base, California, pada 13 Mei 2022. (SpaceX melalui AP)


CHANG CHUN

Peneliti militer Tiongkok yang sedang mempelajari perang Rusia-Ukraina telah menyimpulkan bahwa militer Tiongkok perlu memiliki kemampuan untuk menembak jatuh satelit Starlink dan meningkatkan perlindungan terhadap rudal portabel. Ini untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi perang dengan AS dan pasukan sekutunya di Asia pada masa mendatang. Demikian Reuters melaporkan.

Reuters melaporkan pada 8 Maret bahwa pihaknya melalui peninjauan terhadap hampir 100 artikel di lebih dari 20 jurnal terbitan pertahanan dalam sistem industri militer Tiongkok, menemukan bahwa perusahaan militer Tiongkok sangat memperhatikan pengaruh dari senjata dan teknologi Amerika Serikat dalam Perang Rusia – Ukraina. Ada dugaan bahwa senjata dan teknologi itu dapat digunakan dalam perang di Selat Taiwan di masa depan.

Laporan tersebut mengutip informasi dari 2 orang atase militer dan seorang diplomat yang akrab dengan penelitian pertahanan Tiongkok menyebutkan bahwa Komisi Militer Pusat yang dipimpin oleh Xi Jinping secara langsung mengusulkan persyaratan dan arahan kepada para peneliti. Dan, dari sejumlah artikel mengenai laporan penelitian, dapat dilihat bahwa perang Ukraina jelas merupakan peluang militer yang ingin diraih, para pemimpin militer Tiongkok ingin mengetahui perkembangan situasi dari perang tersebut.

Mark, pembawa acara saluran militer “Mark Space” mengatakan: “Senjata yang digunakan oleh Amerika Serikat untuk membantu Ukraina pada dasarnya dimiliki juga oleh militer Taiwan. Senjata yang digunakan oleh militer Rusia hampir serupa dengan yang digunakan oleh militer Tiongkok. Dengan kata lain, militer Tiongkok pada dasarnya hanya melakukan pengembangan atau perluasan senjata yang dibuat Rusia. Oleh karena itu, perbandingan di medan perang Rusia – Ukraina ini cukup membuat Tiongkok takut. Jika senjata buatan Rusia sama sekali tidak bisa mengalahkan senjata buatan Amerika Serikat, maka jika Tiongkok ingin menyeberangi lautan untuk menyerang Taiwan di waktu mendatang, mungkin saja militer Tiongkok juga akan menghadapi situasi yang sama.”

Reuters melaporkan, dari keenam artikel yang diterbitkan oleh peneliti militer Tiongkok terlihat bahwa mereka menaruh perhatian yang sangat tinggi terhadap Starlink, jaringan satelit yang dikembangkan oleh perusahaannya Elon Musk “SpaceX”. Dalam perang di Ukraina, “Starlink” ternyata masih mampu memastikan komunikasi tentara Ukraina setelah tentara Rusia menghancurkan sistem tenaga listrik Ukraina.

Zhang Yanting, mantan wakil komandan Angkatan Udara Taiwan mengatakan: “Efek Starlink kali ini sangat besar. Dulu, tentara bagian sinyal harus mengubur kabel dan menarik peralatan ini, tetapi sekarang mereka tidak perlu melakukan itu lagi. Selama ada Starlink, tidak ada blind spot di luar angkasa. Maka kecerdasan yang dibagikan oleh Amerika Serikat dapat dikirim ke pusat komando tentara Ukraina di darat untuk memberikan efek serangan.”

Seorang peneliti di Universitas Teknik Angkatan Darat Tiongkok menerbitkan sebuah artikel pada September tahun lalu yang menyebutkan: Kinerja luar biasa dari satelit Starlink dalam perang Rusia – Ukraina pasti akan mendorong Amerika Serikat dan negara-negara Barat untuk menggunakan Starlink secara luas ketika perang pecah di Asia. Penulis percaya bahwa Tiongkok perlu segera menemukan cara untuk menembak jatuh atau melumpuhkan satelit Starlink.

Mark mengatakan: “Militer Tiongkok tidak memiliki teknologi Starlink, dan Taiwan akan membuka jaringan Starlink pada paruh pertama tahun ini, yang berarti Taiwan akan segera dapat menggunakan Starlink baik bagi militer maupun sipilnya. Jadi buat Tiongkok, ini adalah kesenjangan teknologi yang sangat besar lainnya.”

Tiongkok juga sedang mengembangkan sistem jaringan satelit milik sendiri ala Starlink, tetapi para komentator mengungkapkan bahwa masih ada suatu cebah besar dalam teknologi satelit dan kemampuan peluncurannya yang perlu ditambal oleh Tiongkok sebelum bisa menyaingi Starlink. Apalagi teknologi Starlink sendiri pun terus dikembangkan.

Mark mengatakan: “Saat ini, Starlink masih berversi sipil, versi sipil saja sudah membuat Rusia kelabakan. Apalagi militer AS juga bersiap bekerja sama dengan SpaceX untuk mengembangkan Starlink versi militer. Namanya StarShield. Kemudian Dengan sistem versi militer ini, kemampuannya dalam anti-interferensi, kemampuan enkripsi, dan kecepatan transmisi semuanya akan mengalami peningkatan secara signifikan. Jadi kesenjangan yang terjadi akan semakin lebar, dan itu sangat ditakuti oleh pemerintah Tiongkok.”

Selain itu, peneliti militer Tiongkok juga menekankan perlunya meningkatkan investasi dalam teknologi drone. “Kendaraan udara tak berawak ini akan memainkan peranan ‘membuka paksa pintu’ dalam peperangan di masa depan”, tulisan dalam majalah perang tank yang diterbitkan oleh industri militer Tiongkok NORINCO (China North Industries Group Corporation Limited).

Selain itu, mengingat bahwa rudal Stinger dan Javelin yang digunakan oleh pasukan Ukraina mampu menghancurkan tank Rusia, kendaraan lapis baja, dan kapal dalam jumlah besar. Sebuah publikasi resmi dari CSTIND (Commission for Science, Technology and Industry for National Defense) Tiongkok dalam artikel yang dipublikasi pada bulan Oktober menyebutkan bahwa militer Tiongkok perlu meningkatkan kemampuan dalam perlindungan terhadap serangan dari misil portabel tentara.

Zhang Yanting mengatakan: “Ketika (tentara Tiongkok) menghadapi pertempuran pendaratan, mereka akan menghadapi rudal Javelin dan Stinger. Itu adalah tahap terakhir. Bagaimana mereka berperang di tahap sebelumnya itu adalah masalah lain. Tapi di tahap operasi pendaratan, senjata ini saja sudah bisa membuat tentara Tiongkok tidak berkutik. Tidak mudah untuk menangkal karena waktu berlalu cepat. Saat Anda ingin melakukan penangkalan elektronik, atau melakukan beberapa tindakan gangguan dan penghindaran taktis, pada dasarnya sudah terlambat.”

Militer Tiongkok tidak memiliki pengalaman perang terkini, dan pertempuran besar terakhirnya yang pernah dialami adalah ketika mengirim tentaranya untuk invasi ke Vietnam pada tahun 1979.

Seorang pejabat militer AS mengatakan kepada Reuters bahwa pelajaran lain yang dapat dipetik militer Tiongkok dari perang Rusia – Ukraina adalah setiap invasi akan dihadapi dengan koalisi yang semakin kuat. (ET/sin/sun)


0 comments