Dunia Kian Memanas: Ukraina Dihantam Serangan Terbesar, Tiongkok dan Korea Utara Picu Krisis Baru
![]() |
Konflik Ukraina kembali memanas setelah serangan drone terbesar dalam sejarah perang terjadi pada akhir pekan lalu. Serangan ini bukan hanya menimbulkan kerusakan parah, tapi juga memicu gelombang reaksi dari berbagai pemimpin dunia, termasuk Presiden AS, Donald Trump.
Trump menyebut Presiden Rusia, Vladimir Putin telah “bermain api” dan memperingatkan bahwa tindakan agresif Rusia bisa mempercepat kehancuran negaranya sendiri. Sebagai tanggapan, Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, Dmitry Medvedev menyindir bahwa "Perang Dunia Ketiga" kini menjadi ancaman nyata jika eskalasi tidak dihentikan.
Pemerintah AS disebut sedang mempertimbangkan sanksi baru terhadap Rusia, sementara Trump justru mendorong Vatikan sebagai mediator perdamaian antara Rusia dan Ukraina. Namun, kenyataannya di lapangan justru memperlihatkan serangan Rusia yang makin masif.
Senat AS Siapkan Sanksi Tambahan, Swedia dan Jerman Perkuat Dukungan Militer ke Ukraina
Senator Lindsey Graham menyatakan bahwa pihaknya bersama Gedung Putih tengah menyusun UU baru untuk memperberat sanksi terhadap Rusia. Menurutnya, jika Putin terus melanggar batas, maka dunia harus siap menghadapi sanksi ekonomi yang lebih berat.
Sementara itu, Swedia dan Jerman mengumumkan tambahan bantuan militer untuk Ukraina, termasuk senjata jarak jauh. Langkah ini memperkuat dukungan Eropa terhadap Ukraina, yang terus menghadapi tekanan militer dari Rusia di garis depan.
Isu Pasokan Senjata dari Tiongkok, Ukraina dan Taiwan Jadi Perhatian
Pada 27 Mei, muncul laporan bahwa Tiongkok diduga memasok bahan kimia dan mesin militer ke Rusia. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Mao Ning, membantah keras tuduhan ini dan menegaskan bahwa Tiongkok tidak pernah mengirimkan senjata mematikan ke pihak mana pun.
Namun, keraguan publik tetap tinggi. Warganet Ukraina bahkan menyerukan agar negara mereka menjalin hubungan diplomatik dengan Taiwan, sebagai langkah simbolis melawan hegemoni Beijing.
Tentara Korea Utara Membelot, Pertukaran Tawanan Terus Berlanjut
Dalam perkembangan mengejutkan, dua tentara Korea Utara yang ditangkap Ukraina dilaporkan ingin membelot ke Korea Selatan. Salah satu dari mereka, bernama Lee, telah menyatakan niat pindah kewarganegaraan. Korea Selatan menyatakan siap memberikan perlindungan dan sedang berkoordinasi dengan Ukraina.
Sementara itu, pertukaran tawanan Rusia-Ukraina terus berlangsung, dengan rata-rata 300 orang dipertukarkan setiap hari. Namun, data terbaru menunjukkan 206 tawanan Ukraina meninggal dunia selama penahanan, sebagian besar diduga akibat penyiksaan.
Diplomasi Mandek, Tuduhan Pelanggaran HAM Meningkat
Meski sempat terjadi komunikasi langsung antara Trump dan Putin, hingga kini draf proposal damai Rusia belum diterima resmi oleh pihak AS. Di sisi lain, Ukraina menuding Rusia menyembunyikan informasi kematian para tawanan dan memanipulasi data.
Mantan Panglima Tertinggi NATO di Eropa, Jenderal Philip Breedlove, menyatakan bahwa kelambanan Barat dalam merespons aneksasi Krimea di masa lalu telah menjadi kesalahan besar. Ia yakin bahwa dukungan penuh Barat dapat mempercepat berakhirnya konflik.
Kesimpulan: Perang Ukraina Jadi Medan Geopolitik Global
Konflik Rusia-Ukraina kini tidak lagi berdiri sendiri. Dengan keterlibatan Tiongkok, Korea Utara, serta negara-negara Eropa dan Amerika Serikat, perang ini berubah menjadi panggung geopolitik global. Eskalasi militer, sanksi ekonomi, diplomasi tersendat, dan pelanggaran HAM terus mewarnai perkembangan terbaru.
Dunia kini menanti langkah konkret dari para pemimpin global—apakah akan tercipta jalan damai, ataukah krisis ini justru menjadi batu loncatan menuju konflik berskala dunia.
0 comments