Perundingan Perdagangan AS-Tiongkok Berakhir Tanpa Terobosan, Trump Akan Tentukan Nasib Gencatan Tarif
Stockholm, Swedia – Perundingan perdagangan selama dua hari antara Amerika Serikat dan Tiongkok di Stockholm, Swedia, resmi berakhir pada hari Selasa (waktu setempat) tanpa adanya terobosan besar. Meskipun pihak Tiongkok menyatakan bahwa kedua negara telah sepakat untuk memperpanjang masa gencatan tarif selama 90 hari, namun pihak AS belum memberikan konfirmasi.
Presiden AS, Donald Trump kini berada pada titik krusial untuk menentukan apakah gencatan perang dagang dengan Tiongkok akan diperpanjang atau justru berakhir. Sementara itu, Menteri Keuangan AS, Bessent menegaskan bahwa AS sangat prihatin terhadap beberapa isu utama terkait kebijakan ekonomi Beijing.
AS Soroti Isu Kritis: Overkapasitas dan Dukungan Tersembunyi Tiongkok
Dalam pernyataannya seusai pertemuan, Bessent mengungkapkan keprihatinan mendalam terhadap overkapasitas industri Tiongkok, serta dugaan dukungan diam-diam kepada negara-negara yang berada di bawah sanksi seperti Iran dan Rusia.
"Kami prihatin terhadap kelebihan kapasitas industri Tiongkok dan dampaknya terhadap perekonomian global saat ini maupun di masa depan. Kami juga khawatir karena sekitar 90% minyak Iran dibeli oleh Tiongkok, dan mereka telah mengekspor teknologi sipil-militer senilai sekitar 15 miliar dolar AS ke Rusia," tegas Bessent.
Tantangan Strategis: Dominasi Tiongkok atas Pasokan Logam Langka
Perundingan kali ini dinilai semakin kompleks karena posisi dominan Tiongkok dalam rantai pasok logam tanah jarang (rare earth) yang vital bagi industri teknologi dan militer global. Hal ini memperbesar ketegangan dalam negosiasi antara Washington dan Beijing.
Trump Siap Terapkan Tarif Tinggi untuk Negara Tanpa Kesepakatan
Presiden Trump telah menyatakan bahwa mulai Jumat pekan ini, AS akan menerapkan tarif tinggi sebesar 15% hingga 20% terhadap negara-negara yang belum menjalin kesepakatan dagang baru dengan Amerika. Bahkan, untuk beberapa negara seperti Brasil, tarif bisa melonjak hingga 50%.
Hingga saat ini, AS telah mencapai kesepakatan dagang dengan Inggris, Jepang, Vietnam, Uni Eropa, Filipina, dan Indonesia. Sementara itu, negara-negara seperti India, Pakistan, Kanada, dan Thailand masih terlibat dalam negosiasi yang sengit.
Negara-Negara Berlomba Capai Kesepakatan Sebelum Tenggat
Korea Selatan juga tidak tinggal diam. Menteri Keuangan Choo Yun-chul telah berangkat ke Washington, dengan misi untuk mencapai kesepakatan perdagangan yang saling menguntungkan antara kedua negara. Ia mengatakan akan mengusulkan kerja sama jangka menengah hingga panjang di sektor strategis seperti industri perkapalan.
"Kami akan membahas peluang kerja sama jangka menengah dan panjang antara Korea Selatan dan Amerika Serikat, terutama di bidang seperti industri galangan kapal," ujar Choo.
Trump Pegang Kendali Penuh Penentuan Tarif Global
Menteri Perdagangan AS, Lutnick menegaskan bahwa keputusan akhir tentang tarif dagang global sepenuhnya berada di tangan Presiden Trump.
"Presiden memegang semua kartu. Beliau yang akan menentukan tarif mana yang berlaku, sejauh mana negara membuka pasarnya, dan besar kecilnya tarif impor," jelas Lutnick.
IMF Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Global Meski Ada Tarif
Meskipun banyak pihak sebelumnya mengkhawatirkan bahwa kebijakan tarif tinggi AS akan memperlambat ekonomi global, namun Dana Moneter Internasional (IMF) justru menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global dan Amerika Serikat dalam laporan terbarunya yang dirilis Selasa.
#PerangDagang #Trump #Tiongkok #TarifImpor #EkonomiGlobal #PerundinganPerdagangan #BeritaEkonomi #DonaldTrump #KebijakanDagangan #IMF
0 comments