Tiongkok Usulkan Pembentukan Organisasi AI Internasional, Pengamat: Alat Propaganda dan Infiltrasi Teknologi?
Shanghai – Otoritas Tiongkok melalui Perdana Menteri Li Qiang baru-baru ini mengusulkan pembentukan sebuah organisasi kerja sama kecerdasan buatan (AI) internasional. Usulan ini disampaikan dalam World Artificial Intelligence Conference yang digelar di Shanghai. Menurut Li, saat ini sumber daya dan kemampuan utama AI dikuasai oleh segelintir negara dan perusahaan, dan jika terjadi monopoli teknologi serta pembatasan ekspor, maka AI akan menjadi “patokan eksklusif” hanya bagi negara-negara maju.
Namun, para pengamat menilai langkah ini merupakan bagian dari strategi internasional Partai Komunis Tiongkok (PKT) untuk melakukan "united front" global demi menembus sanksi teknologi dari Amerika Serikat, serta sebagai saluran tersembunyi pencurian teknologi atas nama kerja sama.
Aliansi AI Internasional: Strategi Tiongkok Hadapi Sanksi Teknologi AS?
Menurut Shen Ming-Shih, peneliti di Institut Riset Keamanan Nasional Taiwan, inisiatif pembentukan organisasi AI global oleh PKT merupakan upaya untuk:
- Mengurangi hambatan teknologi akibat sanksi internasional.
- Menggalang dukungan negara berkembang untuk bersama-sama melawan dominasi teknologi AS.
- Memperluas pengaruh internasional Tiongkok melalui standar dan solusi AI buatan mereka.
Namun ia menegaskan, “Tiongkok belum mampu menyaingi kekuatan AI Amerika secara langsung, sehingga mencoba membentuk koalisi negara-negara yang lebih lemah demi mengimbangi dominasi Silicon Valley.”
Tangkal Strategi Tiongkok, Trump Umumkan Strategi AI Nasional
Menanggapi perkembangan ini, Presiden AS Donald Trump pada 23 Juli meluncurkan strategi nasional AI yang mencakup:
- Mendorong inovasi teknologi AI,
- Memperluas ekspor produk AI buatan AS,
- Menegaskan kepemimpinan Amerika di dunia AI,
- Menjaga kebebasan berpendapat dan mencegah bias ideologis dalam model AI.
Trump menekankan bahwa masa depan tidak boleh dikuasai oleh algoritma lawan yang bertentangan dengan nilai dan kepentingan Amerika. Ia juga menilai bahwa inisiatif organisasi AI global dari Beijing tidak akan mempengaruhi kebijakan AS, bahkan bisa berujung pada penambahan sanksi atau tarif terhadap negara-negara yang berpihak ke Tiongkok.
AI untuk Senjata Canggih: Tujuan Tersembunyi PKT?
Pengamat juga menyoroti aspek militerisasi kecerdasan buatan. Beijing diduga memanfaatkan wacana kerja sama internasional untuk:
- Menekan AS dalam pengembangan senjata AI, sekaligus
- Diam-diam mengejar ketertinggalannya di bidang militer teknologi.
“Meski terkesan transparan dan diplomatis, Tiongkok sebenarnya tengah mempercepat militerisasi AI secara diam-diam, sebab AI adalah kunci utama untuk menyusul keunggulan militer AS,” ujar Shen Ming-Shih.
Perbedaan Konsep Keamanan Data dan AI antara Tiongkok dan Barat
Xie Pei-Hsueh, peneliti lainnya dari lembaga yang sama, menambahkan bahwa semakin banyak negara menggunakan solusi AI dari Tiongkok, semakin besar kekhawatiran soal:
- Kedaulatan data yang mungkin disusupi atau dicuri, dan
- Risiko keamanan siber akibat penggunaan standar teknologi Tiongkok.
"Hal ini memperlihatkan perbedaan mendasar dalam filosofi pengelolaan AI antara Tiongkok dan negara-negara Barat, khususnya dalam isu kebebasan, transparansi, dan perlindungan data."
AI di Tiongkok: Melayani Politik, Bukan Masyarakat
Di bawah kendali ketat PKT, pengembangan AI di Tiongkok lebih banyak diarahkan untuk kontrol sosial, seperti:
- Kamera pengawas di mana-mana,
- Teknologi pengenalan wajah di ruang publik,
- Penggunaan big data untuk stabilitas politik.
Dengan kata lain, AI di Tiongkok tidak berkembang untuk kepentingan manusia, tetapi untuk melayani kekuasaan otoriter.
#AIInternasional #TiongkokAI #LiQiang #TeknologiAI #SanksiTiongkok #AIvsAS #PolitikPKT #KecerdasanBuatan #TrumpAI #DataSovereignty
0 comments