WeChat Memantau Penggunanya di Luar Negeri untuk Mendukung Sensor di Tiongkok Daratan

Seorang pengguna dengan akun China (KIRI) berupaya mengirim gambar yang sensitif secara politis dalam obrolan grup WeChat dari pengujian Citizen Lab yang dilakukan pada Januari 2017.

EVA FU

Pengguna internasional aplikasi pesan instan asal Tiongkok, WeChat, dapat membantu platform itu untuk memperketat sistem penyensorannya bagi pengguna di Tiongkok Daratan, menurut laporan terbaru oleh pengawas digital Citizen Lab.

Aplikasi dengan lebih dari 1 miliar pengguna aktif bulanan di seluruh dunia itu, diketahui menyensor penggunanya di Tiongkok untuk memastikan kontennya masuk dalam topik yang dianggap dapat diterima oleh Partai Komunis Tiongkok (PKT).

Namun, laporan itu menemukan bahwa komunikasi antara pengguna di luar Tiongkok juga dipantau untuk membantu memperbaiki algoritma sensor aplikasi bagi para penggunanya di Tiongkok Daratan.

Temuan ini mengungkapkan bahwa pengguna di luar negeri tunduk pada pengawasan konten yang sebelumnya dianggap khusus disediakan bagi akun yang terdaftar di Tiongkok, menurut Citizen Lab.

Sekitar 100 juta orang memegang akun WeChat yang terdaftar di luar Tiongkok, menurut perusahaan Messenger Munich.

Di dalam Tiongkok, aplikasi ini menawarkan banyak layanan mulai dari mengobrol, berbelanja, pemasaran, perbankan, hingga memesan tiket film dan taksi.

Membantu Peralatan Sensor di Tiongkok Daratan

Laporan tersebut menemukan bahwa WeChat akan menyaring gambar dan dokumen yang dibagi satu sama lain oleh pengguna luar negeri untuk membangun basis data yang digunakan untuk menyensor akunnya yang berbasis di Tiongkok.

Para peneliti menghasilkan temuan ini berdasarkan eksperimen yang dilakukan antara November 2019 dan Januari 2020. Mereka mengatur dua obrolan grup: Satu hanya berisi pengguna luar negeri, dan satu lagi berisi pengguna luar negeri dan satu akun yang terdaftar di Tiongkok.

Mereka menemukan bahwa ketika mereka mengirim gambar dan dokumen yang sensitif secara politis dalam obrolan yang hanya berisi pengguna dari luar negeri, tidak lama setelahnya file-file itu akan disensor untuk pengguna yang terdaftar di Tiongkok.

WeChat juga menyimpan data file yang dihapus pengguna di aplikasi dan hal itu tidak pernah dapat diterima oleh pihak lain, para peneliti menemukan.

“Salah satu informasi yang WeChat sediakan bagi pengguna menjelaskan alasan untuk pengawasan seperti itu,” tulis kesimpulan laporan, sembari mencatat bahwa staf perlindungan data WeChat tidak pernah sepenuhnya menjawab pertanyaan para peneliti mengenai praktik penanganan data perusahaan.

Tencent, raksasa teknologi yang berbasis di Shenzhen, Tiongkok, yang memiliki aplikasi tersebut, mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Jumat (22/5): “Sehubungan dengan saran bahwa kami terlibat dalam pengawasan konten pengguna internasional, kami dapat mengonfirmasi bahwa semua konten yang dibagikan di antara pengguna internasional WeChat adalah bersifat pribadi.”

“Sementara analisis teknis lebih lanjut diperlukan untuk menentukan apakah bendera merah yang sama ada di antara perusahaan-perusahaan Tiongkok lainnya, masuk akal bila platform lain menggunakan metode pengawasan yang sama,” menurut Jeffrey Knockel, seorang rekan pascadoktoral di institut yang turut menulis laporan ini.

Dia menyarankan bahwa regulator privasi dapat mengeluarkan denda kepada perusahaan untuk pengguna yang menyesatkan. “Di Kanada, penduduk juga dapat mengeluh kepada regulator privasi federal yang dapat memberikan rekomendasi tidak mengikat tentang bagaimana perusahaan harus memodifikasi layanannya,” kata Knockel kepada The Epoch Times.

Kekhawatiran Tentang Aplikasi Tiongkok

Laporan ini menambah daftar kritikan yang berkembang atas sensor dan praktik penanganan data oleh platform media sosial asal Tiongkok.

Dalam laporan Maret, Citizen Lab menemukan bahwa WeChat di Tiongkok secara aktif menyensor diskusi tentang wabah dari Januari. Mereka mengidentifikasi 516 kombinasi kata kunci yang terkait langsung dengan virus pada daftar hitam WeChat, termasuk referensi ke dokter whistleblower Li Wenliang, yang meninggal karena penyakit tersebut.

“Perusahaan seperti Tencent dan Huawei adalah operasi spionase untuk Partai Komunis Tiongkok, yang menyamar sebagai perusahaan telekomunikasi untuk abad ke-21,” kata Ted Cruz, anggota parlemen negara bagian Texas, Amerika Serikat, dalam siaran pers.

Dia menambahkan bahwa menghentikan dollar pembayar pajak untuk berkontribusi pada platform ini adalah “langkah akal sehat untuk melindungi keamanan nasional Amerika”.

Jim Banks, anggota parlemen negara bagian Indiana, Amerika Serikat, baru-baru ini juga memperkenalkan resolusi untuk memperingatkan tentang ancaman keamanan nasional yang ditimbulkan oleh aplikasi berbagi video populer Tiongkok, TikTok, dengan mengatakan: “Orang Amerika harus tahu apa itu sebelum mereka menekan tombol unduh.” Militer AS telah melarang personilnya menggunakan aplikasi seluler pada ponsel yang dikeluarkan pemerintah pada Januari.

Zoom, yang meledak dalam popularitas sebagai alat konferensi yang nyaman ketika jutaan orang Amerika bekerja dari rumah, juga telah menarik perhatian atas masalah privasi dan keamanan dalam beberapa pekan terakhir. Perusahaan ini berbasis di Amerika Serikat, tetapi memiliki tiga perusahaan di Tiongkok yang mengembangkan perangkat lunaknya.

Pada 3 April, sebanyak 19 anggota parlemen Gedung Putih secara kolektif menandatangani surat yang menimbulkan kekhawatiran tentang praktik pengumpulan data perusahaan. Zoom juga menghadapi gugatan class action dari pemegang sahamnya karena melebih-lebihkan standar privasinya dan gagal mengungkapkan kurangnya enkripsi ujung-ke-ujung.

Selama beberapa panggilan uji coba di Amerika Utara pada April lalu, peneliti Citizen Lab juga mengamati bahwa aplikasi ini mengirim data ke server di Beijing, meningkatkan kekhawatiran keamanan tentang apakah data tersebut mungkin jatuh ke tangan rezim komunis Tiongkok. Perusahaan itu, bagaimanapun, mengatakan bahwa data itu secara keliru dialihkan ke Tiongkok.

“Beijing secara teoritis dapat menuntut agar kunci enkripsi untuk panggilan tersebut diserahkan untuk dekripsi oleh otoritas Tiongkok, yang memungkinkan mereka akses penuh ke konten panggilan itu dan kemampuan untuk mendengarkan percakapan yang seharusnya bersifat pribadi,” ujar Attila Tomaschek, pakar privasi data di ProPrivacy, kepada The Epoch Times dalam sebuah wawancara baru-baru ini. (et/osc)

0 comments