Vaksinasi Skala Besar di Negara-negara Dunia Memakan Korban, Benarkah karena Efek Divaksin?

Ilustrasi

LIANG XIN

Fase vaksinasi ke publik telah dilakukan di berbagai negara. Namun tersiar kabar kurang sedap, yang menyebutkan bahwa setelah disuntik vaksin virus komunis Tiongkok (COVID-19) beberapa orang meninggal dunia.

Saat ini, ketika banyak negara di dunia memberikan vaksin virus komunis Tiongkok (COVID-19) kepada publik dalam skala besar, berita malang telah menyebar dari berbagai negara.

Banyak negara di Eropa dan Amerika Serikat yang secara berturut-turut telah meluncurkan vaksinasi skala besar. Pada tanggal 15 Januari, Pemerintah Federal Amerika Serikat merilis data “Sistem Pelaporan Peristiwa Buruk Vaksin” (VAERS) yang menunjukkan bahwa 55 orang di Amerika Serikat meninggal setelah divaksinasi dengan vaksin virus komunis Tiongkok (COVID-19). 96 orang nyawanya terancam, 24 orang cacat permanen, dan 225 orang dirawat di rumah sakit.

The Sound of Hope melaporkan pada 17 Januari bahwa “sistem” menunjukkan bahwa setelah divaksin vaksin Moderna dan Pfizer, beberapa pasien meninggal beberapa hari setelah divaksinasi. Namun tidak jelas apakah fenomena merugikan ini sepenuhnya disebabkan oleh vaksinasi. Tidak tahu apakah sistem pelaporan adalah catatan lengkap.

Perusahaan Pfizer menampik kalau vaksin itu menyebabkan kematian. Pihak Pfizer mengatakan, tidak ada bukti kematian terkait langsung dengan vaksin.

“Sejauh ini, jutaan orang Amerika telah divaksinasi dengan vaksin kami. Dan kami memantau dengan cermat semua reaksi merugikan dari para pemberi vaksin. Penting untuk dicatat bahwa reaksi merugikan yang serius tersebut termasuk kematian, tidak ada hubungannya dengan vaksin, dan proporsi kematian ini tidak mungkin terjadi di antara orang normal,” sebut Pfizer.

Pada 6 Januari, Nancy Messonnier, direktur Pusat Nasional untuk Imunisasi dan Penyakit Pernapasan dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, menyatakan bahwa tingkat reaksi alergi parah yang disebabkan oleh vaksin virus Tiongkok adalah 11,1 bagian per juta, yang lebih tinggi dari persentase vaksin influenza 1,3 per juta.

Namun menurut Messonnier, data yang baik menunjukkan bahwa kedua vaksin di atas aman dan efektif.

Anggota Kongres AS didiagnosis dengan virus Komunis Tiongkok setelah menerima dosis vaksin pertama

Sementara itu pada 16 Januari 2021 lalu, Perwakilan Lou Correa yang berusia 62 tahun, Anggota Kongres Demokrat dari Orange County, California, mengunggah tweet yang menyebutkan bahwa sebelum suntikan kedua dari vaksin virus Komunis Tiongkok, dia diuji untuk epidemi pada Januari. Dia dipastikan didiagnosis pada tanggal 15 Januari dan dites positif terkena virus Komunis Tiongkok.

Kantor Berita Amerika Serikat melaporkan pada 16 Januari waktu setempat bahwa kantor Correa mengatakan bahwa pada 19 Desember 2020, Correa menerima dosis pertama vaksin Pfizer-BioNTech.

Vaksin yang dikembangkan bersama oleh Pfizer Pharmaceuticals Co., Ltd. dan perusahaan bioteknologi Jerman BioNTech, telah diadopsi secara luas.

Menurut laporan, Pfizer-BioNTech mengatakan bahwa dosis pertama vaksin memiliki tingkat efektif 52%. Setelah injeksi kedua, keefektifan vaksin meningkat sekitar 95%.

Sound of Hope melaporkan pada 18 Januari bahwa Correa adalah anggota kongres kelima yang dites positif terkena virus Komunis Tiongkok sejak pertemuan kongres gabungan diadakan di Washington pada 6 Januari, ketika pengunjuk rasa menyerbu gedung Capitol; anggota kongres lainnya adalah Negara Bagian Washington, Demokrat Pramila Jayapal, Demokrat Illinois Brad Schneider, Demokrat New Jersey Bonnie Watson Coleman, dan Chuck Fleischmann dari Partai Republik Tennessee.

Brian Moynihan, dokter yang merawat di Capitol, memperingatkan bahwa Capitol mungkin menjadi tempat potensial untuk penyebaran epidemi. Menurutnya pada peristiwa 6 Januari itu, banyak anggota parlemen tinggal di ruang konferensi yang luas selama beberapa jam. Sementara anggota parlemen lainnya berlindung di ruangan sempit, yang dapat menyebabkan kontak yang lama antara anggota Kongres dan orang yang terinfeksi virus.

33 orang tua Norwegia meninggal setelah divaksinasi

Selain itu, “New York Times” melaporkan pada 18 Januari bahwa sedikitnya 33 orang lansia di panti jompo di Norwegia meninggal setelah divaksinasi dengan Pfizer. Setidaknya 29 korban tewas berusia lebih dari 75 tahun. Saat ini penyebab kematian pasca vaksinasi masih dalam penyelidikan.

Sebelumnya, pada 17 Januari, pejabat kesehatan Norwegia menyatakan bahwa vaksin Pfizer aman. Steiner Madsen, direktur medis Badan Pengobatan Norwegia, menjelaskan bahwa di antara pasien yang disebutkan di atas, efek samping rutin dari vaksin dapat menyebabkan komplikasi serius, tetapi virus Komunis Tiongkok memiliki risiko yang lebih besar.

Norwegian Medicines Agency atau Badan Obat Norwegia mengumumkan pada 14 Januari lalu bahwa negara itu akan mengubah pedoman vaksinasi virus Komunis Tiongkok untuk mengingatkan orang dengan tubuh “sangat lemah” agar tidak mendapatkan vaksin.

Saat itu, 23 orang lansia dan lemah di Tanah Air meninggal setelah divaksinasi oleh Pfizer.Sedikitnya 13 orang di antaranya ditemukan meninggal dunia akibat efek samping vaksin.

Pemerintah Australia mengambil tindakan preventif

Di Australia, menurut laporan dari Sydney pada 18 Januari oleh Australian Broadcasting Corporation, menteri kesehatan negara itu, Hunter, mengonfirmasi bahwa otoritas Australia terkait telah menghubungi Pfizer dan akan mencari informasi lebih lanjut tentang kematian tersebut dari Norwegia.

Menteri Luar Negeri Australia, Marise Payne telah menginstruksikan Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan untuk langsung meminta nasihat dari pemerintah Norwegia.

Wakil Perdana Menteri Australia, Michael McCormack menekankan pada 17 Januari lalu bahwa vaksin itu akan cepat dan aman.

“Kami tidak meletakkan semua telur kami dalam satu keranjang, kami memiliki pilihan lain,” kata McCormack. Laporan tersebut mengatakan bahwa setelah vaksin virus Tiongkok yang diproduksi oleh AstraZeneca disetujui, Australia cenderung menggunakan yang terakhir.

Pfizer memvaksinasi 13 orang Israel dengan kelumpuhan wajah

Di saat yang sama, Israel juga mengizinkan warganya untuk divaksinasi virus Komunis Tiongkok secara besar-besaran.

Menurut situs Amerika Serikat “The Gateway Pundit” , untuk menunda penyebaran virus komunis Tiongkok (COVID-19), Israel telah memvaksinasi 20% warga negara itu sejak akhir Desember 2020. Karena aksinya yang cepat dan efisien, Israel sangat dipuji di dunia.

Namun, menurut media Israel Ynet, Kementerian Kesehatan Israel belum lama ini mengakui bahwa selama proses vaksinasi massal, setidaknya 13 orang mengalami gejala kelumpuhan wajah setelah vaksinasi. Kabar tersebut membuat panik publik.

Wabah global gelombang baru

Sementara itu virus komunis Tiongkok atau COVID-19 seiring menyebarnya gelombang baru infeksi besar, ada indikasi bahwa hal tersebut terkait dengan mutasi virus di berbagai negara.

Komite Darurat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bertemu pada tanggal 14 Januari untuk membahas bagaimana menangani jenis baru dari virus yang lebih menular. Pada saat yang sama, tim ahli WHO telah tiba di Wuhan, Tiongkok, tempat epidemi pertama kali muncul, dan akan meluncurkan penyelidikan yang telah lama tertunda. (ET/hui/sun)

0 comments