Pasien Epidemi Influenza Tipe A di Tiongkok Meningkat 60 Kali Lipat Dalam 28 Hari

 

Suasana dalam sebuah rumah sakit di Tiongkok pada 3 Januari 2023. (Jade Gao/AFP/Getty Images)


XIONG BIN & ZHONG YUAN

Baru-baru ini, epidemi influenza tipe A, telah merebak di berbagai tempat di Tiongkok, menyebabkan klinik demam penuh dengan pasien yang datang berobat. Menurut data resmi, jumlah pasien influenza tipe A atau disingkat “flu A” telah meningkat hampir 60 kali lipat dalam 28 hari terakhir, dan di banyak tempat obat untuk mengatasi flu A ini sulit diperoleh.

Media Tiongkok yang mengutip informasi yang disampaikan oleh Dr. Tian Geng, Kepala Unit Penyakit Menular Xuanwu Hospital, Capital Medical University memberitakan, bahwa setiap harinya klinik demam rumah sakit kedatangan para pasien yang terinfeksi virus korona jenis baru (COVID-19) dan virus influenza tipe A. “Namun, mayoritas masih karena terinfeksi virus flu A”, katanya.

Menurut laporan tersebut yang mengutip data dari rumah sakit yang ditunjuk oleh otoritas sebagai stasiun pemantau epidemi di seluruh negeri, bahwa dalam 28 hari terakhir sejak 5 Februari hingga 5 Maret, tingkat positif flu A telah melonjak dari 0,7% menjadi 41,6%, peningkatan hampir 60 kali lipat. Pada 8 Maret, tingkat risiko influenza di Kota Shenzhen telah dinaikkan menjadi “risiko sedang”. Menurut pejabat yang berwenang bahwa hal itu terutama disebabkan oleh virus influenza tipe A.

Beredar berita di Internet, sejumlah klinik demam di kota-kota besar seperti Tianjin, Shenyang, Shanghai, Shijiazhuang dan tempat lain penuh oleh pasien yang datang berobat, sehingga antrian panjang tak terhindarkan setiap harinya. Pada 12 Maret pagi hari, mobil-mobil parkir di sepanjang jalan di Rumah Sakit Anak Tianjin. Sementara itu, pada 14 Maret Rumah Sakit Anak Shijiazhuang mengkonfirmasi kepada wartawan bahwa pasien yang datang antri ke klinik demam cukup banyak.

Rumah Sakit Anak Shijiazhuang: “Rasanya pasien yang datang mengantri giliran berobat di klinik demam sudah panjang sekarang, Coba saja Anda tengok itu daftar janji temu”.

Juga beredar berita bahwa semua toko obat atau apotik sudah kehabisan obat untuk flu A, seperti “oseltamivir”, “mabaloxavir” dan obat-obatan lainnya sudah kosong. Selain itu, reagen antigen influenza A juga jadi rebutan pembeli, sehingga harganya pun membumbung melebihi 10 kali lipat dari antigen untuk COVID-19.

Seorang pegawai apotek di Shanghai bermarga Chen mengatakan: “Saat ini obat untuk influenza A sudah habis terjual, obat ini sedang banyak peminatnya. Kapan persediaan akan tiba, kami tidak jelas. Jika Anda pergi ke rumah sakit pun, banyak rumah sakit yang kehabisan obat untuk influenza A”.

Sejak Februari, banyak sekolahan di Beijing, Tianjin, Shanghai, Zhejiang, dan tempat lain memiliki siswa yang terinfeksi virus flu A, sampai mereka memutuskan untuk meniadakan pelajaran secara tatap muka. Pada 13 Maret, seorang mahasiswa memposting tulisan: “Ya flu A, ya COVID-19, klinik dalam kampus penuh sesak”. Siswa diminta untuk belajar secara online.

Mrs. Yu, seorang warga Shanghai mengatakan: “Banyak warga Shanghai terinfeksi (flu A). Sekolah dasar ditutup sekarang. Teman-teman dalam lingkungan mengatakan bahwa gejalanya tidak kalah dengan COVID-19. Meskipun sekarang boleh bebas bepergian, tapi sebaiknya tinggal saja dalam rumah.”

Media resmi melaporkan bahwa influenza tipe A juga dapat menyebabkan gejalah memutihnya paru-paru, dan banyak pasien influenza A yang parah meninggal setelah upaya penyelamatan gagal. Hal ini menyebabkan orang bertanya-tanya: Apakah tidak mungkin virus flu A yang sedang mengancam Tiongkok ini merupakan strain mutan dari virus (COVID-19)?

“Apapun yang mereka (pejabat PKT) katakan sudah tidak ada orang yang mau percaya. Mereka telah menipu rakyat jelata selama beberapa dekade, persetan dengan omongan mereka. Para pejabat itu tidak berbuat sesuatu. Kelompok orang ini tidak memiliki hati nurani dan tidak manusiawi. Mereka tidak memperlakukan rakyat jelata sebagai manusia. Toh kami ini adalah rakyat yang tidak mendapatkan perlakuan sebagai warga negara”, kata Mr. Deng, seorang warga Shenzhen. (ET/sin/sun)

0 comments