Hong Kong: Partai Oposisi Terakhir "SocDem" Resmi Dibubarkan, Lima Tahun Setelah UU Keamanan Nasional
![]() |
Hong Kong, 1 Juli 2025 — Setelah lima tahun diberlakukannya Undang-Undang Keamanan Nasional Hong Kong, sisa terakhir partai oposisi Partai Sosial Demokratik (SocDem) resmi mengumumkan pembubarannya pada Minggu (30/6). Ini menandai berakhirnya eksistensi partai oposisi resmi di Hong Kong, sekaligus simbol berakhirnya era gerakan pro-demokrasi di bawah tekanan rezim Tiongkok.
😢 “Lebih baik menjadi abu daripada menjadi debu”
Dalam konferensi pers yang emosional, Ketua SocDem Chan Po-ying menyampaikan:
“Dengan berat hati, kami mengumumkan pembubaran partai. Tekanan politik yang besar, serta kekhawatiran terhadap keselamatan anggota dan pendukung kami, membuat kami tak punya pilihan lain.”
Chan juga mengingatkan perjuangan damai SocDem selama 19 tahun melalui jalur aksi jalanan, parlemen, dan pengadilan, demi mendorong hak sipil rakyat Hong Kong.
“Kami tetap bersuara hingga akhir karena tidak ingin mengkhianati tujuan awal pendirian partai,” ujar Chan sambil menambahkan bahwa "satu negara dua sistem" kini telah berubah menjadi "satu negara satu sistem".
⚖️ Dari Perjuangan Jalanan ke Penjara
Partai Social Democratic League (SocDem) berdiri tahun 2006 oleh aktivis kawakan Leung Kwok-hung, yang dikenal sebagai “Long Hair”. Dalam sejarahnya, tiga anggota partai pernah menjabat sebagai legislator dan aktif melawan kolusi pemerintah dan pengusaha serta mendesak sistem pemilihan umum yang demokratis.
Namun semenjak diberlakukannya UU Keamanan Nasional tahun 2020 dan diperkuat dengan Undang-Undang Pasal 23 Tahun 2024, partai ini kehilangan ruang gerak. Hampir semua pimpinan partai ditangkap atau dipenjara, dan kegiatan sipil mereka terus dibatasi.
SocDem menjadi partai pro-demokrasi ketiga yang bubar dalam dua tahun terakhir, setelah Civic Party dan League of Social Democrats lebih dulu mundur dari panggung politik Hong Kong.
🔚 Akhir Era Demokrasi Formal di Hong Kong
Pembubaran SocDem menjadikan Hong Kong resmi tanpa partai oposisi demokratik yang aktif secara hukum. Para analis menyebut situasi ini sebagai penghancuran total pluralisme politik, bertentangan dengan janji awal Beijing terkait “satu negara, dua sistem”.
0 comments