Serangan Terdahsyat di Kyiv: 31 Tewas, Termasuk Anak-Anak – Trump Kirim Kapal Selam Nuklir untuk Peringatkan Rusia
Kyiv, Ukraina — Ibu kota Ukraina kembali menjadi sasaran serangan udara paling mematikan sejak invasi Rusia dimulai lebih dari tiga tahun lalu. Sedikitnya 31 orang dilaporkan tewas, termasuk lima anak-anak, dalam serangan rudal dan drone pada Kamis lalu (24/7), yang juga melukai 159 warga sipil lainnya. Tragedi ini memicu reaksi keras dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang langsung memerintahkan pengerahan dua kapal selam nuklir ke wilayah strategis sebagai peringatan kepada Moskow.
Serangan Mematikan Guncang Kyiv
Serangan yang terjadi pada Kamis pagi waktu setempat membuat sebagian kota Kyiv luluh lantak. Sebuah apartemen bertingkat hancur rata setelah dihantam rudal Rusia. Di antara korban luka, 16 di antaranya adalah anak-anak.
“Saya tidak tahu bagaimana kami bisa selamat. Kami masih hidup,” ujar Yefymenkova, seorang warga Kyiv yang apartemennya hancur terkena rudal.
Kisah tragis lainnya datang dari Veronika, 23 tahun, yang terbangun di atas reruntuhan setelah apartemen lantai 9 tempat tinggalnya runtuh akibat ledakan. Meskipun hanya mengalami gegar otak dan patah tulang kaki, kedua orang tuanya dinyatakan tewas di lokasi.
Direktur rumah sakit tempat Veronika dirawat menyatakan, “Jatuh dari lantai sembilan dan hanya mengalami cedera ringan sangat jarang terjadi. Namun, kondisi mentalnya sangat terguncang. Dia belum tahu orang tuanya telah tiada.”
Trump Bereaksi: “Tindakan Rusia Menjijikkan”
Presiden AS, Donald Trump menyebut serangan Rusia sebagai tindakan yang "menjijikkan". Dalam pidato terbarunya, ia mengkritik keras kepemimpinan Moskow, menyebut mereka bertanggung jawab atas pembantaian warga sipil, termasuk anak-anak.
Sebagai respons langsung, Trump mengumumkan bahwa ia telah memerintahkan pengerahan dua kapal selam nuklir ke wilayah yang tidak disebutkan secara spesifik. Tujuannya adalah untuk memperingatkan Rusia atas “retorika berbahaya” yang disampaikan oleh Dmitry Medvedev, mantan Presiden Rusia yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Keamanan Nasional.
“Ucapan memiliki konsekuensi. Saya harap ini bukan salah satunya,” tegas Trump dalam pernyataannya di media sosial.
Medvedev Balas Sindir Trump
Medvedev menanggapi ultimatum Trump dengan sinis. Ia menyebut pendekatan Washington sebagai permainan bahaya yang mempercepat konflik menuju perang terbuka.
“Setiap ultimatum baru, apakah 50 hari atau 10 hari, hanya memperburuk situasi dan mengarah ke eskalasi,” ujar Medvedev dalam sebuah wawancara publik.
Sementara itu, Trump telah memberi tenggat waktu hingga 8 Agustus kepada Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menghentikan agresi militer, atau Rusia akan menghadapi gelombang baru sanksi perdagangan dan ekonomi dari AS.
Putin Bicara Damai, Tapi Tetap pada Pendiriannya
Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan bahwa Moskow terbuka untuk “pembicaraan damai tertutup” dengan Ukraina. Namun, ia menegaskan bahwa ekspektasi yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kekecewaan besar.
“Semua kekecewaan datang dari harapan yang tidak realistis,” ujar Putin.
Putin juga menambahkan bahwa situasi di medan perang saat ini “menguntungkan Rusia,” sebuah indikasi bahwa Kremlin tidak berniat melunakkan sikap atau mengubah tujuan perangnya meskipun berada di bawah tekanan internasional.
0 comments