AS Masukkan Tiongkok ke Kategori Terburuk dalam Perdagangan Manusia

 


Departemen Luar Negeri Amerika Serikat dalam Laporan Perdagangan Manusia 2025 menempatkan Tiongkok di kategori terburuk bersama Myanmar, Kamboja, dan Iran. Laporan ini menyoroti praktik kerja paksa di Xinjiang dan Tibet, represi lintas negara, serta eksploitasi dalam proyek Belt and Road yang diduga terkait perdagangan manusia.


Amerika Serikat Waspadai Praktik Perdagangan Manusia oleh Tiongkok

Departemen Luar Negeri Amerika Serikat baru-baru ini merilis Laporan Perdagangan Manusia 2025. Dalam laporan tersebut, Tiongkok dikategorikan sebagai negara dengan tingkat terendah dalam upaya pemberantasan perdagangan manusia. Negeri Tirai Bambu ini disejajarkan dengan Myanmar, Kamboja, dan Iran sebagai negara yang dinilai paling buruk dalam menangani isu perdagangan manusia.

Tiga Bukti Pelanggaran HAM yang Dibeberkan AS

Menurut laporan, ada tiga rantai bukti utama yang menunjukkan keterlibatan Partai Komunis Tiongkok (PKT) dalam praktik perdagangan manusia:

  1. Kerja Paksa di Xinjiang dan Tibet
    Dengan dalih “pelatihan vokasi” dan “program deradikalisasi”, pemerintah Tiongkok memaksa etnis minoritas, terutama Uighur, masuk ke pabrik-pabrik dan pusat produksi. Mereka ditahan dan dipaksa bekerja. Data 2024 menunjukkan sekitar 3,34 juta orang di Xinjiang dan 648 ribu orang di Tibet menjadi korban kerja paksa.

  2. Represi Lintas Negara
    Laporan AS juga mengecam tindakan Beijing yang melakukan pengawasan, intimidasi, hingga ancaman ekstradisi terhadap kelompok minoritas dan komunitas agama yang berada di luar negeri.

  3. Eksploitasi dalam Proyek Belt and Road dan Kolusi dengan Korea Utara
    Proyek Belt and Road di berbagai negara Asia, Afrika, dan Eropa dinilai sarat penyimpangan, mulai dari penggunaan visa turis untuk bekerja tanpa kontrak resmi hingga lemahnya pengawasan perekrutan tenaga kerja. Kondisi ini membuat banyak orang rentan menjadi korban perdagangan manusia. Selain itu, Tiongkok disebut membiarkan Korea Utara mengirim ratusan ribu warganya untuk kerja paksa di Tiongkok. Dana hasil kerja paksa ini diduga dipakai Korea Utara untuk mendukung program senjata.

Delapan Tahun Berturut-turut Gagal Transparan

Fakta lain yang disorot adalah kegagalan Tiongkok selama delapan tahun berturut-turut dalam memublikasikan data resmi mengenai penegakan hukum terkait perdagangan manusia. Hal ini membuat masyarakat internasional kesulitan menilai kondisi sebenarnya di lapangan.

Seruan Internasional untuk Hentikan Praktik Perdagangan Manusia

Laporan AS mendesak Tiongkok untuk menghentikan segala bentuk perdagangan manusia. Negara-negara lain juga diminta untuk mengambil langkah nyata dengan melarang impor produk yang berasal dari kerja paksa.


Kesimpulan

Masuknya Tiongkok ke dalam kategori terburuk dalam Laporan Perdagangan Manusia 2025 memperlihatkan betapa seriusnya masalah pelanggaran HAM yang melibatkan kerja paksa, represi lintas negara, hingga eksploitasi tenaga kerja di proyek Belt and Road. Temuan ini diharapkan menjadi dorongan bagi dunia internasional untuk lebih tegas menindak praktik perdagangan manusia, sekaligus melindungi jutaan korban yang masih terjebak dalam sistem kerja paksa.


#PerdaganganManusia #Tiongkok #Xinjiang #Tibet #KerjaPaksa #LaporanPerdaganganManusia2025 #AmerikaSerikat #BeltandRoad #KoreaUtara #HAM

0 comments