Setelah Sidang Pleno Keempat, Muncul Spanduk Anti-Komunis di Beijing

Isi spanduk tersebut dengan tegas menyebut bahwa “Partai Komunis adalah sekte jahat yang menentang kemanusiaan dan akan membawa bencana tanpa akhir bagi Tiongkok”. Salah satu spanduk lainnya menyerukan: “Buka larangan partai, beri kebebasan mendirikan partai, kebebasan berkompetisi, kebebasan memilih — bangun Tiongkok baru yang bebas, manusiawi, dan berlandaskan hukum.”

Setelah berakhirnya Sidang Pleno Keempat Partai Komunis Tiongkok (PKT), muncul gelombang baru penolakan terhadap rezim tersebut. Di Beijing, warga berani menggantung spanduk besar bertuliskan pesan anti-Komunis yang menyebut PKT sebagai “sekte jahat anti-kemanusiaan”. Peristiwa ini segera menjadi sorotan publik dan menandai meningkatnya ketegangan sosial di Tiongkok.



GlobalNews - Hanya sehari setelah Sidang Pleno Keempat Partai Komunis Tiongkok (PKT) berakhir, pada 25 Oktober, warga Beijing dikagetkan dengan kemunculan dua spanduk besar bertuliskan pesan anti-Komunis di kawasan Sanlitun. Isi spanduk tersebut dengan tegas menyebut bahwa “Partai Komunis adalah sekte jahat yang menentang kemanusiaan dan akan membawa bencana tanpa akhir bagi Tiongkok”.

Salah satu spanduk lainnya menyerukan: “Buka larangan partai, beri kebebasan mendirikan partai, kebebasan berkompetisi, kebebasan memilih — bangun Tiongkok baru yang bebas, manusiawi, dan berlandaskan hukum.”

Foto-foto kejadian tersebut dengan cepat menyebar di media sosial dan situs luar negeri, memicu diskusi luas di kalangan netizen Tiongkok maupun internasional.

Banyak pengguna internet menyebut aksi ini sebagai simbol keberanian warga yang menentang tirani. 

Seorang netizen menulis, “Meski tanah Tiongkok telah lama diinjak oleh kaum Komunis, masih ada orang-orang yang tidak kehilangan harapan. Tindakan heroik seperti ini akan membangkitkan semangat jutaan rakyat untuk melawan kediktatoran.”

Komentar lain menilai bahwa masyarakat sudah terdesak hingga tak punya pilihan selain menentang rezim: “Partai Komunis telah memaksa rakyatnya sendiri menjadi musuh.”

Beberapa warganet bahkan mengaitkan insiden ini dengan protes serupa sebelumnya di Jembatan Sitong, dengan mengatakan, “Setelah Sitong Bridge, kini Sanlitun, lalu nanti Erxian Bridge — ini mungkin hitungan mundur menuju runtuhnya rezim.”


Kasus “Bocah Serigala” Telanjang di Yunnan: Pemerintah Tutup Mulut, Publik Marah

Di saat bersamaan, media sosial Tiongkok juga diguncang oleh video viral yang memperlihatkan seorang anak kecil dari Yunnan berperilaku seperti “manusia liar”. Video itu direkam di area layanan jalan tol Yaxi, Sichuan. Bocah laki-laki yang tampak berusia 3–4 tahun itu terekam tidak mengenakan pakaian dan merangkak di tanah menggunakan keempat anggota tubuhnya, sementara orang tuanya duduk di dekatnya dengan santai sambil menggendong bayi lain yang berpakaian rapi.

Dalam video lain, anak itu terlihat menggigit makanan di lantai dan berlari seperti binatang.

Menurut laporan media lokal, keluarga tersebut berasal dari Desa Xinzheng, Kota Wuliangshan, Kabupaten Nanjian, Prefektur Dali, Provinsi Yunnan. Mereka tengah melakukan perjalanan dengan mobil rumah ketika insiden itu terjadi.


Kasus ini segera menjadi topik terpanas di Weibo, Xiaohongshu, dan Douyin, memicu spekulasi bahwa anak tersebut mungkin mengalami kekerasan atau bahkan perdagangan anak. Namun, alih-alih menindaklanjuti laporan, pihak berwenang justru menyensor dan memblokir semua pembahasan terkait kasus ini.

Beberapa warganet melaporkan bahwa grup-grup penyelamat yang mereka bentuk — masing-masing beranggotakan 300 hingga 500 orang — dibubarkan secara paksa. Peserta diskusi juga diintimidasi oleh polisi lewat telepon.

Banyak netizen membandingkan tindakan penyensoran ini dengan kasus “wanita berantai” (Iron Chain Woman) yang pernah mengguncang publik Tiongkok. Mereka menyebut tingkat penutupan informasi kali ini bahkan lebih ketat daripada sebelumnya.


Kesimpulan

Dua peristiwa berbeda — kemunculan spanduk anti-Komunis di Beijing dan penyensoran kasus “anak liar” di Yunnan — menunjukkan meningkatnya ketegangan sosial dan keresahan publik terhadap rezim PKT. Dari ibu kota hingga pelosok desa, suara-suara perlawanan dan kekecewaan terhadap sistem otoriter kian sulit dibungkam, meski pemerintah terus berusaha menutupinya dengan sensor dan intimidasi.


#Beijing #AntiKomunis #PKT #Yunnan #AnakLiar #SensorTiongkok #KebebasanBerpendapat #BeritaTiongkok #TruthMedia

0 comments