Analisa Awal Perang Wabah AS-RRT

Pada 11 Mei lau, otoritas Wuhan mengeluarkan pemberitahuan darurat untuk melakukan pengetesan asam nukleat dari semua warga di semua yurisdiksi Wuhan. Beberapa warga menyatakan bahwa gelombang epidemi pertama di Wuhan belum pernah berakhir dan situasinya malah semakin memburuk, pemerintah menggerakkan pengujian baru darurat, yang notabene merupakan tamparan keras bagi dirinya sendiri dalam propaganda yang mereka sebut prestasi politik. Gambar menunjukkan uji menyeluruh asam nukleat dari aksi "pertempuran sepuluh hari" Wuhan.

CHENG XIAONONG

Wabah kali ini menimbulkan dampak teramat besar terhadap hubungan antar negara utama, perubahan peta dunia pada “periode pasca wabah” mulai menjadi perhatian; dengan kata lain, serangkaian konflik antar negara yang dipicu akibat wabah ini akan berlanjut hingga wabah berakhir, bahkan akan menjadi titik balik yang bersifat abadi. Dalam hal globalisasi ekonomi, rantai pasokan dari “pabrik dunia (RRT)” beralih ke luar sudah cukup lama menjadi pembahasan hangat, dan dalam hal hubungan antar negara besar, perang dingin baru sudah menjadi hotspot yang muncul belakangan ini. Lalu, apa saja keunikan dari perang wabah ini, apakah perang opini/literasi atau secara militer, adalah masalah yang patut dianalisa lebih mendalam.

1. RRT dan AS akan berperang?

Surat kabar South China Morning Post dalam artikel pada 5 Mei lalu menyebutkan, pada kedua pihak RRT dan AS ada yang mengemukakan, hubungan RRT-AS telah memasuki periode perang dingin baru. Belakangan ini Reuters juga memberitakan, wadah pemikir Balai Riset Hubungan Internasional Modern yang berada langsung di bawah naungan Departemen Keamanan Nasional RRT pada awal bulan April lalu mengajukan suatu laporan kepada petinggi PKT. Laporan tersebut menyebutkan, sentimen “anti-China” di seluruh dunia telah mencapai titik tertinggi sejak peristiwa Tiananmen pada 1989 silam, maka dirasa perlu melakukan persiapan menghadapi kondisi terburuk dua negara besar dunia akan mengalami bentrok senjata. Dari sini pembaca dapat memikirkan dua hal. Pertama, apakah AS akan mengobarkan perang terbatas (perang konvensional tanpa menggunakan senjata nuklir taktis) secara militer? Kedua, apakah sekarang PKT ingin berperang?

Sikap AS terhadap perang dingin baru ini bisa ditentukan dari hukum besi yang dibentuknya pada masa perang dingin lama. Selama beberapa dekade perang dingin AS dan Uni Soviet sempat terjadi tiga kali perang terbatas, yakni AS-RRT dalam Perang Korea, AS-RRT dalam Perang Vietnam, dan Perang Afghanistan masa Uni Soviet dulu. Satu kesamaan yang sangat mencolok adalah, dari ketiga perang terbatas tersebut, ataupun pada konflik militer setingkat di bawahnya yang terjadi di wilayah lain, pasukan darat AS dengan Uni Soviet tidak pernah sekali pun terjadi kontak senjata langsung; di sisi lain, pada setiap ajang perang terbatas pada masa perang dingin selalu adalah pihak yang mewakili AS bertempur melawan pihak yang mewakili Uni Soviet, tiga kali perang terbatas ini, RRT adalah perwakilan Uni Soviet dalam Perang Korea, Vietkong adalah perwakilan RRT dalam Perang Vietnam, dan gerilyawan Afghanistan adalah perwakilan Amerika dalam Perang Afghanistan.

Pasukan kedua negara AS dan Soviet tidak pernah kontak senjata langsung adalah dikarenakan kedua negara nuklir mendapatkan suatu pengalaman yang fundamental dari perang terbatas semasa perang dingin, yakni pasukan kedua pihak jika kontak senjata langsung, salah satu pihak mungkin akan terpicu menggunakan taktik senjata nuklir untuk memenangkan perang, yang akan mengubah perang konvensional di masa perang dingin menjadi perang nuklir, dan perang nuklir hanya akan menghancurkan dunia, tidak ada pemenangnya. Jadi antar negara nuklir bukan hanya tidak bisa menggunakan senjata nuklir, melainkan jalan terbaik adalah menghindari kedua pihak terjadi perang konvensional secara kontak langsung, inilah hukum besi konflik yang selalu ditaati kedua negara AS dan Soviet. Tetapi masalahnya, RRT hingga kini tidak bersedia menandatangani kesepakatan perlucutan senjata nuklir dengan Rusia dan Amerika.

Lalu, apakah PKT benar-benar mempersiapkan akan segera mengobarkan perang pada AS? Sebelum wabah kali ini, PKT memang telah memulai serangkaian aksi militer untuk mengintimidasi Amerika. Yang pertama adalah, armada AL dan kapal mata-mata elektronik PKT mendekat ke pangkalan militer AS di perairan Atol Midway, melakukan latihan perang multi-kesatuan bersama dengan AU, Divisi Roket dan Angkatan Pendukung Strategis RRT, pedang terhunus ditujukan pada pasukan AS; kedua adalah, menduduki paksa wilayah perairan laut bebas dan memba-ngun pasukan militer di atas pulau buatan di Laut Tiongkok Selatan, setelah itu secara terbuka mengumumkan telah mengubah wilayah laut bebas di dekat Vietnam dan Filipina menjadi “benteng zona laut” yang akan digunakan kapal selam nuklir strategisnya untuk membidik AS dengan rudal balistik antar benua berhulu ledak nuklir. Kedua tindakan ini sarat akan nuansa menantang militer AS secara terbuka.

Namun baru-baru ini seorang dosen National Defense University yakni Profesor Qiao Liang (pengarang buku “Unrestricted Warfare”) saat diwawancarai oleh majalah Hong Kong Bauhinia menyatakan, “Kita sepenuhnya dapat membuat tulisan opini dari zona abu-abu antara perang dengan damai, bahkan bisa juga mempertimbangkan metode yang agak unik, seperti, mengambil langkah militer non-perang”. Tindakan pasukan RRT di atas adalah yang dimaksud dengan “langkah militer non-perang” oleh Profesor Qiao Liang. Tapi penyataan Qiao Liang ini sepertinya juga telah menyangkal kemungkinan PKT akan mengobarkan bentrok militer dengan Amerika; pada saat bersamaan media propaganda Beijing baru-baru ini juga menyatakan, “Selain perang militer, perang apa pun bisa”. Apalagi, PKT masih sangat paham pada hukum besi dalam perang dingin, yakni antara dua negara nuklir tidak bisa bermain kontak senjata langsung; apalagi, tekanan terbesar PKT saat ini adalah perang wabah.

2. Arah pergerakan perang wabah yang diharapkan

Jika kemungkinan perang militer antara RRT dan AS tidak besar, lalu akan mengarah kemana hubungan politik ekonomi kedua negara di masa mendatang? Saya mengutip satu kalimat dari Profesor Qiao Liang, “Wabah kali ini hanyalah seutas benang terakhir yang bakal menjatuhkan globalisasi pada putaran ini dan dalang di balik globalisasi”, ditambah satu kata (perang), lalu hapuskan 1 kata (hanyalah), maka kalimat ini berubah menjadi “Perang wabah kali ini adalah seutas benang terakhir yang bakal menjatuhkan putaran globalisasi kali ini dan dalang di balik globalisasi”. Memahami konflik dua negara saat ini RRT dan AS serta masa depan hubungan politik ekonomi keduanya di masa mendatang, akan memberikan sudut pandang yang baru, dan bisa didapatkan pandangan yang lebih menyeluruh.

Masalah wabah adalah bidang penting yang menjadi perseteruan RRT-AS saat ini, apakah masalah ini sama dengan perang dagang AS-RRT yang telah terjadi sekarang ini, atau merupakan dua hal berbeda? Sekarang ini topik yang menyangkut perang wabah dan perang dagang secara langsung tentu bukan hal yang sama, namun cara yang ditempuh dan akibatnya adalah saling berkaitan. Lalu, perseteruan antara AS-RRT dalam hal wabah, apakah telah membentuk perang wabah? Sepertinya memang demikian, kedua pihak telah memasuki kondisi konfrontasi.

Wabah ini dari Tiongkok menyebar ke seluruh dunia, hingga 16 Mei lalu, telah mengakibatkan 4.116.808 orang di 188 negara dan wilayah di seluruh dunia terjangkit, dan 312.380 orang meninggal dunia. Virus ini tidak hanya mengancam keselamatan warga berbagai negara di dunia, juga telah mengakibatkan kerugian ekonomi dan kehilangan harta benda bagi warga di sebagian besar negara. PKT pun menjadi sasaran kutukan warga dunia, seperti seekor serigala liar, diburu dimana-mana, dan dikucilkan. Dalam kondisi seperti ini, negara yang dipimpin oleh AS mengajukan tuntutan terhadap RRT agar bertanggung jawab, hal ini menyebabkan hubungan AS-RRT memasuki kondisi saling konfrontasi.

Karena akibat dari pertanggung-jawaban ini mungkin akan seperti “efek domino”, seluruh dunia mungkin akan satu persatu menuntut ganti rugi sampai menyebabkan kebangkrutannya, oleh sebab itu yang dilakukan PKT saat ini adalah tidak mengaku bertanggung jawab, dan menolak ganti rugi. Pernyataan Qiao Liang baru-baru ini telah membenarkan hal ini, menurut Qiao, tuntutan pertanggung-jawaban dan ganti rugi semua negara, “Semua ini hanya angan-angan semata”. Mengapa PKT tidak akan mengalah dalam hal tanggung jawab dan ganti rugi ini? Penyebabnya sangat sederhana, bagi PKT, mengalah atau bertanggung jawab, sama-sama kalah, kalau PKT mengalah mungkin akan kalah lebih banyak, karena kalau sudah mengaku bertanggung jawab, berikutnya adalah masalah ganti rugi yang luar biasa besar, dan PKT tidak rela kehilangan sepeser pun. Dan karena PKT tidak mau dituntut ganti rugi, maka PKT akan terus mati-matian menolak bertanggung jawab.

Dikarenakan lembaga hukum internasional tidak berdaya dan tidak mampu, serta sulitnya menuntut ganti rugi lewat vonis hukum dalam negeri AS, pada akhirnya tuntutan tanggung jawab dan ganti rugi sangat mungkin harus mengandalkan cara administratif oleh pemerintah Amerika; dan cara administratif ini, baik menyita aset milik pemerintah PKT, atau penerapan sanksi ekonomi lebih lanjut, dipastikan PKT akan bereaksi keras, serta menempuh aksi pembalasan. Inilah arah perang wabah yang bisa diprediksi; dan berjalannya perang wabah ini pasti akan lebih lanjut berdampak bagi rantai pasokan globalisasi ekonomi dengan Tiongkok sebagai pusatnya yang telah diguncang oleh perang dagang AS-RRT, menyebabkan globalisasi ekonomi dari satu negara (RRT) selama tiga dekade terakhir ini akan berubah menjadi terdiversifikasi, dengan proses ini juga menandakan PKT akan terpinggirkan dari globalisasi ekonomi ini.

3. Empat lini perang dalam perang wabah

Apa keunikan dari perang wabah ini? Hingga sekarang, kita telah melihat ada-nya empat lini perang dalam perang wabah ini: Pertama, menyelidiki sumber wabah; kedua, menyelidiki pemblokiran informasi wabah; ketiga, menuntut tanggung jawab; keempat, menuntut ganti rugi.

Mengenai lini pertama, PKT menyegel total segala bentuk informasi, pemerintah AS dan berbagai media asing sedang menyelidiki secara mendalam, kita nantikan saja reaksi kedua belah pihak setelah hasil investigasi diumumkan.

Mengenai lini kedua, PKT menutupi fakta wabah, sebenarnya sebagian besar telah diungkap: Di tahap awal menekan dokter yang berkata benar; kemudian mengatakan bagi yang tidak pernah pergi ke pasar hasil laut Huanan tak akan mengalami masalah; lalu “mendesak” WHO mengatakan tidak akan menular lewat manusia; dan terakhir juga dikatakan, tidak akan menular melalui orang yang tidak mengalami sakit. Semua kebohongan ini telah diungkap lewat media massa, mutlak tidak bisa ditutupi lagi, bisa dibilang hal buruk yang sangat mencolok. Baru-baru ini suatu berita menyebutkan, “Dari informasi yang dikuasai oleh badan intelijen Jerman menunjukkan, setelah wabah merebak, RRT secara tingkat tertinggi mendesak WHO agar menunda peringatan global atas wabah tersebut”. Tidak diragukan lagi, semua hal ini telah memperparah kondisi wabah di seluruh dunia dan melonjaknya korban yang meninggal dunia sebagai akibatnya.

Menghadapi berbagai negara yang dihantam wabah, dari hubungan masyarakat internasional PKT selama masa pandemi seperti ini bisa memperlihatkan dua karakter: Pertama, sebisa mungkin menghindari tanggung jawab terhadap pandemi, mengecam setiap kritik; kedua, berharap seluruh dunia melupakan kediktatoran PKT yang menutupi pandemi ini, berniat berubah dari negara penyebar virus menjadi negara yang terkena dampak virus, agar terhindar dari segala tuntutan internasional sebagai sumber virus. Dengan demikian, PKT memojokkan diri sendiri.

Pertama, untuk menghindar dari tuntutan dunia, hanya bisa terus menyangkal menutupi wabah; kedua, karena tidak bisa luput dari investigasi independen, maka hanya bisa menolak untuk di-investigasi, dan tindakan ini telah secara berbalik membuktikan tindakan menyembunyikan wabah; terakhir, besarnya tekanan tuntutan pertanggungjawaban, hanya bisa dihadapinya dengan cara berbalik menuduh pihak lain, akibatnya semakin memperburuk reaksi dan permusuhan masyarakat internasional. Dalam kondisi seperti ini, kesendirian PKT tak hanya sulit untuk dinetralisir, juga akan terus dalam posisi berseteru dengan masyarakat internasional, sebagai akibatnya saling percaya dan kerjasama yang telah dibangun PKT dengan masyarakat internasional selama ini pun terus menerus menyusut.

Berdasarkan pemikiran yang disampaikan Trump saat ini, dirinya mungkin akan memberikan tekanan bagi RRT lewat cara tarif masuk, dengan demikian maka perang dagang dan perang pandemi akan diterapkan secara paralel.

4. Perubahan hubungan AS-RRT dari kawan menjadi lawan

Soal lini ketiga dan keempat perang wabah, yakni tanggung jawab dan penuntutan ganti rugi, pemerintah administratif AS belum memastikan tuntutan konkritnya, oleh sebab itu tuntutan terkait juga belum dimasukkan ke dalam proses pembahasan kedua pihak. Saat ini sikap Trump dalam menuntut tanggung jawab agak mereda, saat berbicara soal tanggung jawab PKT terhadap penyebaran pandemi di seluruh dunia, juga meletakkan perhatiannya pada realisasi janji pihak RRT membeli produk AS yang tertuang dalam kesepakatan perdagangan AS-RRT tahap pertama. PKT pun dalam hal ini merespon secara antusias dan memperlihatkan sikap yang proaktif.

Ada yang menilai, ini adalah strategi Trump demi egonya mempertahankan dukungan bagi dirinya dalam pilpres mendatang. Sebenarnya, cara Trump ini sudah sesuai dengan prosedur normal antar dua negara nuklir dalam menyelesaikan masalah. Misi diplomatik adalah mewujudkan tujuan yang tidak bisa dicapai dengan cara militer atau kekuatan, dengan kata lain, dengan perundingan diplomatik, mencapai tujuan yang hendak dicapai pihak pemerintah; kebalikan dengan cara diplomatik adalah ancaman dengan kekuatan, cara ini jika digunakan untuk menghadapi negara nuklir besar, mungkin akan memicu konflik militer. Bagi negara manapun, cara diplomatik selamanya merupakan cara paling bijak, dan ancaman militer selalu menjadi opsi terakhir.

Demi memperlancar perundingan diplomatik, ada dua prinsip dasar yang harus dipenuhi: Pertama, istilah “selalu memakai sarung tangan putih”, dan jangan pernah “bertelanjang dada”, dengan kata lain, selalu memperlakukan lawan dengan etika dan akal sehat, dan bukannya mencaci maki apalagi sampai adu jotos; kedua, sembunyikan jarum dalam kapas, cukup disentuh pelan hingga lawan mengerti situasi. Cara Trump saat ini memenuhi kedua prinsip ini. PKT diminta agar merealisasikan janji yang telah disepakati, tidak hanya sebagai ujian bagi orientasi kebijakan PKT di masa yang akan datang, juga mewujudkan kebijakan yang telah dihasilkan dari perundingan sebelumnya. Jika dalam hal ini pun PKT menyangkalnya, menandakan PKT telah menutup pintu perundingan diplomatik di masa mendatang; maka akan sangat beralasan jika AS menempuh langkah-langkah yang spesifik, juga memberikan penjelasan bagi warga pemilih AS, mengapa AS mau tidak mau harus memberikan sanksi lebih lanjut pada PKT, dan juga mengapa perusahaan dan warga AS mungkin harus menanggung sejumlah beban karenanya.

Lalu, akan mengarah kemanakah aksi penuntutan pertanggungjawaban AS ini? Kebijakan luar negeri AS selalu terpengaruh oleh politik kedua partai, di tengah perang pandemi ini, sikap kedua parpol AS sejalan jika dilihat secara permukaan, faktanya perbedaannya sangat besar. Partai Demokrat menjadikan tanggung jawab dalam negeri wabah ini sebagai jurus utama pada pilpres tahun ini, berusaha menghantam Trump. Akan tetapi, setiap aksi menuntut tanggung jawab dari Partai Demokrat ini, setiap pukulannya juga akan menghantam kepala PKT; dengan kata lain, di tengah perang pandemi ini, kawan atau lawan PKT di AS akan sepenuhnya berbalik arah. PKT selama ini berharap Biden akan menggulingkan Trump, maka perang dagang AS-RRT akan diakhiri; tapi sekarang jurus Partai Demokrat memainkan politik dalam negeri pada perang pandemi RRT-AS akan semakin memojokkan PKT. Tekanan tanggung jawab dari Partai Demokrat terhadap Trump semakin besar, PKT akan semakin sulit lolos dari perang pandemi ini. Oleh sebab itu, Biden yang menjadi tumpuan harapan bagi PKT ini, walaupun dalam hal perang dagang relatif lebih lunak, tapi dalam hal perang pandemi justru secara objektif akan terus mendesak PKT.

Saat ini perang pandemi masih terus bergulir. Selama Partai Demokrat masih terus memainkan “permainan politik tanggung jawab” terhadap Trump, maka dalam perang pandemi ini Trump akan terus mengalami tekanan yang besar, sehingga mau tak mau akan terus melakukan penyelidikan sumber asal virus, terhadap ditutupinya wabah, dan menuntut pertanggung-jawaban. Berdasarkan pemikiran yang disampaikan Trump saat ini, dirinya mungkin akan memberikan tekanan bagi RRT lewat cara tarif masuk, dengan demikian maka perang dagang dan perang pandemi akan diterapkan secara paralel. Seandainya sebelum pilpres AS tahun ini perang wabah memasuki tahap sanksi ekonomi karena penolakan pertanggungjawaban, maka perang dagang dan perang pandemi pada akhirnya akan berkembang menjadi perang ekonomi AS-RRT, yakni dimana pada seluruh aspek ekonomi kedua belah pihak mengalami situasi saling berlawanan. (et/sud)

0 comments