Strategi Laut Tiongkok Selatan AS Dobrak Strategi Selat Taiwan Beijing

Beijing tiba-tiba mengirimkan kapal induk Liao Ning-nya berlayar ke Laut Filipina dan menantang pasukan AS secara terang-terangan. AS langsung menerbangkan bomber B-1B ke Laut Timur, lalu masuk ke Selat Taiwan dan menerobos Laut Tiongkok Selatan, serta mendarat di Guam. (USAF / GETTY IMAGES)

CHEN ZHOU

Pada 13 Juli lalu, Menlu AS, Mike Pompeo memberi pernyataan terkait Laut Tiongkok Selatan, mengkritik keras aksi intimidasi militer PKT di perairan tersebut. Sikap keras AS terhadap situasi Laut Tiongkok Selatan telah menandakan strategi Laut Tiongkok Selatan AS resmi diinisiasi.

Ancaman PKT Justru Kontra Produktif

Pada 26 Juni lalu, pemimpin sepuluh negara ASEAN mengeluarkan pernyataan bersama, menekankan “makna penting penerapan pengendalian diri dan demiliterisasi di Laut Tiongkok Selatan, untuk mencegah semakin merumitnya atau memburuknya konflik serta mempengaruhi perdamaian dan stabilitas regional, menghindari segala bentuk aktivitas yang mungkin dapat mengakibatkan semakin kompleksnya situasi”, selain itu “harus menempuh jalan damai untuk menyelesaikan perselisihan, dan pada saat yang sama meningkatkan rasa saling percaya serta keyakinan”.

Mendengar berita tersebut, Beijing langsung mengumumkan, akan menggelar latihan perang di lokasi Kepulauan Paracel (Xisha Islands), sebagai upaya pamer kekuatan. PKT yang telah dikucilkan dunia kini terpojok di mana-mana, awalnya berniat mengacau di perbatasan India untuk mengalihkan perhatian, tapi tidak tercapai, justru dipaksa mundur. Kini, sepuluh negara ASEAN yang dianggap telah dikuasainya, juga tidak bersedia diombang-ambingkan oleh PKT, tentu saja membuat PKT malu dan berang. Tapi RRT juga takut akan kepungan ASEAN, terlebih setelah mengetahui kehebatan militer AS, terpaksa melampiaskan emosinya kepada Vietnam, dengan mengadakan latihan perang di Kepulauan Xisha. Pasukan AS langsung memperingatkan, namun secara verbal PKT tidak menunjukkan sikap melunak.

Pada 4 Juli, AL Amerika mengumumkan, kapal induk USS Nimitz dan USS Reagan menjalankan misi dan latihan di Laut Tiongkok Selatan, “untuk mendukung kebebasan dan keterbukaan di wilayah Indo-Pasifik”. PKT pun ketakutan, namun secara verbal tidak melunak. PKT pamer kekuatan di Laut Tiongkok Selatan tanpa menyadari akan kemampuannya sendiri, sehingga memicu perlawanan keras dari pasukan AS, mau tidak mau harus menelan pil pahit akibat perbuatannya.

Pada Mei lalu, Gedung Putih telah merilis “Laporan Strategi Terhadap RRT” terbaru, yang isinya menyatakan “untuk menghadapi provokasi Beijing, AS telah menempuh cara kompetisi, membuat penilaian jelas terhadap aksi dan niat PKT”, “tingkat toleransi yang lebih besar terhadap pergesekan kedua pihak telah ditetapkan”. Secara profil tinggi Amerika memastikan keamanan jalur transportasi Laut Tiongkok Selatan, selain menyangkut negara ASEAN dan AS sendiri, juga termasuk jalur transportasi bagi Jepang dan Korea Selatan, tapi tidak hanya itu saja.

Strategi Laut Tiongkok Selatan AS Ikuti Situasi dan Kondisi

Pada 13 Juli, setelah Menlu AS Pompeo mengeluarkan pernyataan terkait Laut Tiongkok Selatan, PKT baru benar-benar menyadari akan keseriusan masalah ini, tapi sudah terlambat. PKT tidak bisa lagi mendapatkan kepercayaan dari Amerika dan negara Asia lainnya, mengikuti tren ini AS pun menerapkan strategi Laut Tiongkok Selatan yang langsung membendung PKT, juga secara kuat mendukung negara Asia, mengukuhkan aliansi Indo-Pasifik.

Menghadapi provokasi PKT, AS mulai menerapkan inisiatif strategis di Laut Tiongkok Selatan, secara maksimal membendung pengerahan militer PKT, secara tak kasat mata telah mendobrak strategi mereka di Selat Taiwan. Pasukan AS telah membuka kemungkinan ajang perang kedua di Laut Tiongkok Selatan, pesawat berbasis kapal induk dari kedua kapal induk tersebut lepas landas dan mendarat siang malam, pesawat bomber B-52 sengaja diberangkatkan dari AS, terbang ke Laut Tiongkok Selatan mengikuti latihan, pasukan AS pun telah menyusun barisan siap tempur berskala besar.

Pasukan RRT pasti cemas, pengerahan pasukan yang tadinya dipusatkan di Selat Taiwan, menjadi kacau balau akibat pasukan AS yang dikerahkan ke Laut Tiongkok Selatan. Sebenarnya beberapa bulan terakhir, pasukan AS terus menerus memamerkan rencana perangnya pada Beijing, tapi mereka masih saja melakukan kesalahan strategis.

Pada April lalu, pasca terserang wabah, kapal induk USS Roosevelt ditarik ke Guam, Beijing tiba-tiba mengirimkan kapal induk Liao Ning nya ke rantai kepulauan pertama, mengitari sisi timur Pulau Taiwan, dari situ berlayar ke Laut Filipina dan menantang pasukan AS secara terang-terangan. AS langsung menerbangkan bomber B-1B ke Laut Timur, Selat Taiwan, Laut Tiongkok Selatan, dan mendarat di Guam. Kapal perang Aegis milik AS juga bekerjasama dengan kapal serbu amfibi yakni USS America untuk latihan perang di Laut Tiongkok Selatan. Kapal Aegis juga berkali-kali melewati Selat Taiwan,dan berpatroli di Laut Timur. Niat perang pasukan AS sangat jelas, begitu PKT mengerahkan militer terhadap Taiwan, maka pasukan AS tidak hanya akan melindungi Taiwan, tapi juga akan mengobarkan ajang perang kedua di Laut Tiongkok Selatan, dan kemungkinan juga akan menyerang dari Laut Timur, untuk mengobarkan ajang perang ketiga.

Menghadapi serangan dari jarak jauh bomber B-1B dan kapal Aegis, PKT sama sekali tak berdaya, hanya bisa kembali ke posisi bertahan, kapal induknya pun hingga kini tidak pernah berlayar kembali. PKT takut pasukan AS akan menyerang Beijing dari Laut Timur, sejak bulan Mei mereka telah menggelar latihan di Laut (Teluk) Bohai. Tapi PKT tidak berani beraksi di Laut Tiongkok Selatan, kemampuan pasukan AL dan AU RRT sama sekali tidak mampu berebut posisi Laut Tiongkok Selatan dengan pasukan AS.

Orientasi provokasi PKT saat ini masih di seputar Selat Taiwan, secara permukaan pesawat tempur RRT kerap mengancam Taiwan, tapi maksud rielnya adalah dengan Taiwan sebagai alasan, menyamar berkonfrontasi dengan pasukan AS.

Sekarang, dengan mengikuti tren ini AS menjalankan strategi Laut Tiongkok Selatan, pusat konfrontasi militer AS-PKT dialihkan ke Laut Tiongkok Selatan, dan dengan sikap menyerang yang mencolok AS mengendalikan inisiatif strategi, hal ini telah mengubah sikap yang selama ini hanya bertahan di Selat Taiwan. Perubahan strategis AS ini diakibatkan oleh PKT yang selalu ingin unjuk kekuatan di Laut Tiongkok Selatan.

PKT pun dengan sendirinya kelabakan, sekaligus tak berdaya. PKT tidak hanya sulit mempertahankan keamanan kepulauan karang di Laut Tiongkok Selatan, bahkan pangkalan militer di Laut Tiongkok Selatan menjadi sangat berbahaya, bahkan pangkalan militer di pesisir pantai Guangdong pun ada kemungkinan akan diserang. Mau tidak mau PKT harus mengatur kembali posisi militernya, situasi Selat Taiwan sebagai inti pasti melemah. Zona perang di timur yang tadinya diutamakan PKT, akan dipaksa diarahkan ke zona perang di selatan, menjadi berada di bawah pengawasan pesawat pengintai AS. Strategi serangan pasukan AS di Laut Tiongkok Selatan, telah mengurangi tekanan pertahanan di Selat Taiwan secara drastis. Amerika telah menguasai inisiatif konfrontasi militer di wilayah itu.

Batasi Kemampuan Serangan Nuklir Berbasis Laut Milik Beijing

Ada satu lagi tujuan besar pasukan AS memasuki Laut Tiongkok Selatan, yang secara langsung menyangkut keamanan wilayah kedaulatan AS, yakni membatasi kemampuan serang nuklir berbasis laut milik Beijing. Kapal selam nuklir 094 strategis utama milik RRT, tahun ini sudah ada 2 unit yang melaut, total akan diproduksi 6 unit, ada 1 unit lagi tipe lama 092, yang digadang-gadang memuat 12 bilah misil balistik nuklir tipe JL-2. Tipe JL-2 dikatakan bisa membawa satu buah atau 3 buah hulu ledak terpisah, jarak tembaknya sekitar 8.000 kilometer, tapi disebutkan bisa mencapai 12.000 kilometer. Diperkirakan jika menggunakan hulu ledak tunggal, ada kemungkinan mampu mencapai jarak tembak terjauh 12.000 kilometer.

PKT memiliki 2 pangkalan kapal selam, satu di Qingdao, satu di Hainan. Laut Timur adalah wilayah perairan dangkal, kapal selam nuklir tipe 094 milik PKT bersuara berisik, akan mudah terdeteksi oleh sonar anti kapal selam milik AL Jepang atau Amerika. Pangkalan Hainan lebih ideal, begitu kapal selam bergerak, dapat dengan cepat memasuki perairan laut dalam di Laut Tiongkok Selatan, sehingga tidak mudah terdeteksi, jika dapat melalui Selat Bashi yang terletak di antara Taiwan dan Filipina, maka akan dapat memasuki laut dalam di Samudera Pasifik, dan langsung mengancam wilayah Amerika.

Salah satu tujuan PKT merebut Laut Tiongkok Selatan adalah agar kapal selam nuklirnya dapat sewaktu-waktu berlayar ke Laut Tiongkok Selatan dan melaju ke Samudera Pasifik, membentuk opsi serangan laut dalam dengan nuklir terhadap AS. Sejak 2017 PKT juga telah memasang jaringan observasi bawah laut dalam skala besar di Laut Tiongkok Selatan, yang dapat mengawasi semua kapal militer.

Tentu saja AS juga mengetahui hal ini, dari segi keamanan wilayahnya, AS harus merebut Laut Tiongkok Selatan dari RRT untuk membatasi aktivitas kapal selam nuklir mereka dan dengan kemampuan anti kapal selamnya, AS bahkan dapat menghambat kapal selam nuklir RRT di depan pintu rumah mereka sendiri. Begitu perang dimulai, pasukan AS memiliki opsi untuk menghancurkan pangkalan kapal selam di pulau Hainan, melumpuhkan secara total kemampuan serangan nuklir berbasis laut milik RRT. Misil balistik berbasis darat milik RRT yang masih tersisa seperti DF-41 dan DF-31, bagi pasukan AS relatif lebih mudah diawasi dan diserang.

Laut Tiongkok Selatan adalah urat nadi kekuatan serangan nuklir berbasis laut milik RRT, dan AS telah mencekik nadi itu. Strategi Laut Tiongkok Selatan AS telah dirancang cukup lama, jika bentrok AS dengan RRT terjadi, tentu AS berharap tidak ada satu pun yang meleset, maka menginisiasi strategi Laut Tiongkok Selatan sudah sangat mendesak. Tak disangka kali ini PKT justru telah membantu AS secara tepat waktu mewujudkan strategi Laut Tiongkok Selatannya. (et/sud/sun)

0 comments