Dokter dan Pasien Tiongkok Merasa Putus Asa untuk mendapatkan Obat COVID di Tengah Melonjaknya Kasus Parah

Pada 28 Desember 2022, di Rumah Sakit Pusat Pertama Tianjin, seorang pasien yang sakit kritis sedang mendapat perawatan. (Noel Celis/AFP/Getty Images)

EVA FU

Sejak Desember 2022, COVID telah melanda seluruh Tiongkok, dan para dokter dan pasien Tiongkok merasa putus asa akan obat COVID, yang persediaannya terbatas.

Rezim partai komunis Tiongkok mencabut tindakan "Zero-COVID" pada awal Desember 2022, sebuah langkah yang telah lama ditunggu-tunggu oleh rakyat Tiongkok, tetapi pada waktu yang salah dan tanpa persiapan yang tepat untuk persediaan medis.

“Solusi pengobatan Anda tidak menargetkan virus (COVID-19) maupun peradangan pneumonia, dan solusi-solusi itu sia-sia,” ungkap Zhang Wenhong, seorang ahli penyakit menular Shanghai yang terkemuka, pada 5 Januari pada sesi pelatihan, menambahkan bahwa antipiretik, antibiotik, obat batuk, dan obat tradisional Tiongkok adalah semua yang dimiliki dokter untuk menyembuhkan pasien COVID saat ini.

“Saya sendiri tidak dapat menemukan obat antivirus,” kata Zhang pada sesi pelatihan.

Para dokter Tiongkok menyalahkan pihak berwenang atas kontrol ketat terhadap obat-obatan antivirus, dan pasien harus membayar harga yang mahal untuk obat COVID seperti Paxlovid.

Kelangkaan Obat-obatan COVID yang Ekstrem

Obat-obatan antivirus, terutama obat-obatan impor yang efektif seperti Paxlovid, langka di rumah sakit Tiongkok dan diresepkan untuk sejumlah kecil pasien COVID, menurut dokter yang diwawancarai oleh The Epoch Times edisi bahasa Mandarin.

Xin Han (nama samaran), seorang dokter di sebuah rumah sakit di Anshan di Provinsi Liaoning timur laut Tiongkok, mengatakan kepada The Epoch Times pada 8 Januari bahwa Paxlovid baru-baru ini tersedia di rumah sakitnya hanya untuk perawatan medis bagi pejabat senior PKT.

Ia mengungkapkan: “Hanya direktur rumah sakit yang berhak menyetujui penggunaan Paxlovid, yang tidak dapat dilihat oleh kami para dokter sama sekali. Obat-obatan COVID yang diimpor digunakan di departemen pejabat senior rumah sakit kami secara eksklusif.”

Di tengah wabah COVID baru-baru ini di negara itu, China Meheco Group menandatangani perjanjian dengan Pfizer pada 14 Desember 2022, untuk mengimpor dan mendistribusikan Paxlovid pembuat obat AS di Tiongkok, kata China Meheco Group dalam pengajuan ke bursa saham Shanghai.

Di Beijing, Paxlovid tidak tersedia di apotek darurat Rumah Sakit Pertama Universitas Peking. Seorang staf di apotek mengatakan kepada The Epoch Times bahwa rumah sakit akan berhasil membeli Paxlovid dari sumber luar setelah dokter yang merawat menyetujui penggunaan tablet Amerika.

Staf tersebut tidak menyebutkan namanya dalam wawancara telepon pada 8 Januari.

Di Provinsi Jiangxi timur Tiongkok, Paxlovid tidak tersedia di Rumah Sakit Rakyat No. 1 Kota Jiujiang.

Dokter yang menjawab telepon mengatakan kepada The Epoch Times pada 8 Januari bahwa rumah sakitnya tidak memiliki Paxlovid atau human immunoglobulin untuk injeksi intravena (IVIG), yang dianggap sebagai obat yang efektif untuk pasien COVID.

Dokter, yang tidak ingin disebutkan namanya, tidak mengerti mengapa ada kekurangan obat-obatan di Tiongkok.

“Rumah sakit tidak memiliki akses ke obat-obatan yang diperlukan untuk pengobatan COVID. Ke mana perginya obat-obatan itu? Ada begitu banyak produsen obat di negara kita, tetapi mengapa mereka tidak dapat memproduksi cukup obat?” tanyanya kepada reporter Epoch Times melalui telepon.

Rumah sakit-rumah sakit yang telah dihubungi oleh media ini adalah semua rumah sakit tersier, yang dialokasikan sumber daya medis paling banyak oleh otoritas Tiongkok. Kurangnya obat-obatan COVID yang efektif mengungkapkan parahnya kekurangan obat-obatan yang tepat untuk mengobati pasien COVID.

Harga Obat-obatan COVID yang Mencekik

Nyonya Xu (nama samaran), penduduk Zaozhuang di Provinsi Shandong timur Tiongkok, mengatakan bahwa dia telah membayar lebih dari 20.000 yuan atau setara Rp 45 juta untuk delapan dosis suntikan IVIG untuk ibunya.

Ketika berbicara dengan The Epoch Times edisi bahasa Mandarin pada 7 Januari, Xu mengatakan bahwa dia tidak bisa mendapatkan dosis dari rumah sakit dan dia berhasil membelinya melalui seorang teman.

“Kami diberitahukan bahwa obat itu dapat meningkatkan kekebalan tubuh. Ibu saya menerima dua dosis pertama human immunoglobulin untuk suntikan intravena pada 6 Januari, dan dua dosis lagi hari ini, dan demamnya hilang,” kata Xu, menambahkan bahwa dosis itu menyelamatkan nyawa. Namun, dia mengatakan bahwa ibunya masih sangat lemah.

Di Provinsi Hubei tengah Tiongkok, Liao (nama samaran), seorang warga Xiangyang, sedang mencari obat COVID untuk neneknya yang terinfeksi COVID pada akhir Desember, dan dia dipindahkan ke ICU Rumah Sakit Pusat Xiangyang pada 6 Januari.

Paru-paru neneknya telah berubah menjadi putih, dan dokter yang merawatnya menyuruhnya untuk mencarikan IVIG selama lima hari untuk neneknya, karena rumah sakit tidak memilikinya.

Sindrom paru-paru putih mengacu pada alveoli di paru-paru yang dipenuhi dengan sel-sel eksudatif atau inflamasi yang menghalangi jalannya sinar CT scan atau sinar-X dan dengan demikian muncul sebagai bagian putih.

Liao mengatakan harga dosis suntikan di pasar gelap adalah 3.000 yuan atau Rp 6 juta per dosis. Dia harus membayar 30.000 yuan atau Rp 68 juta untuk 10 dosis, yang akan diberikan kepada neneknya selama lima hari. Dia mulai mencari dosis yang tersedia di pasar gelap di Wuhan, ibu kota provinsi, karena tidak ada yang tersedia di kampung halamannya.

Kepanikan Pembelian Obat COVID dan Demam di Luar Negeri

Orang-orang Tiongkok bergegas ke apotek lokal mereka untuk membeli obat penghilang rasa sakit, penurun demam, antipiretik, dan vitamin untuk dikirim kembali ke orang yang mereka cintai di Tiongkok.

Apotek-apotek di Makau, Hong Kong, Australia, Jepang, dan Amerika Serikat dilaporkan kekurangan obat-obatan ini dan beberapa sudah mulai membatasi pembelian.

Pemerintah Partai komunis Tiongkok telah menolak bantuan internasional sementara rakyat Tiongkok menderita akibat gelombang COVID yang meluas dan kekurangan obat-obatan yang parah. (ET/asr/sun)

0 comments