Inisiatif “One Belt One Road” Terancam Gagal? Buruh di 14 Negara Akui Tak Dibayar
![]() |
Program ambisius “One Belt One Road” (BRI) yang diklaim sebagai proyek global unggulan Tiongkok kembali menjadi sorotan. Sejumlah laporan terbaru mengungkap bahwa buruh di sedikitnya 14 negara mengalami penunggakan gaji, memicu gelombang protes dan mogok kerja. Kondisi ini memperkuat anggapan bahwa BRI mulai kehilangan daya dorong akibat krisis ekonomi dan utang besar yang membebani Beijing.
BRI Diwarnai Masalah: Puluhan Proyek Terbengkalai dan Ribuan Buruh Tak Dibayar
Inisiatif Belt and Road (BRI) yang digagas rezim Tiongkok, Xi Jinping selama ini digembar-gemborkan sebagai megaproyek global yang menghubungkan hampir 70 negara melalui investasi infrastruktur berskala raksasa. Namun di balik narasi besar itu, fakta terbaru menunjukkan bahwa program ini menghadapi guncangan serius.
Data dari Kementerian Perdagangan Tiongkok dan State Administration of Foreign Exchange menyebutkan bahwa dalam 7 bulan pertama tahun ini, investasi langsung non-finansial Tiongkok di negara-negara BRI mencapai 1,6 triliun yuan, melibatkan 47 BUMN raksasa dengan lebih dari 3.000 proyek.
Namun menurut laporan dan pengakuan pekerja yang beredar di internet, perusahaan-perusahaan besar seperti China Railway, China State Construction, PetroChina, hingga Sinopec diketahui menunggak gaji buruh di setidaknya 14 negara, membuat BRI dijuluki warganet sebagai “One Debt One Trouble” atau “Satu Utang Satu Masalah”.
Ledakan Protes dan Mogok Kerja di 14 Negara
Sejumlah insiden protes besar terjadi dalam waktu berdekatan:
- Irak (28 November): Seorang pekerja Tiongkok mengunggah video memohon bantuan, mengaku gajinya tidak dibayar dan pekerja diintimidasi menggunakan senjata oleh pihak perusahaan bekerja sama dengan kelompok lokal.
- Rusia (24 November): Ratusan pekerja Tiongkok di wilayah Baltik melakukan aksi jalan kaki memprotes gaji yang tak kunjung dibayarkan.
- Guinea (5 November): Buruh proyek Tiongkok memblokade jalan dalam aksi menuntut pembayaran upah.
- Aljazair (3 November): Pekerja dari China State Construction Engineering Corporation (CSCEC) melakukan mogok kerja besar-besaran.
- Arab Saudi: Ratusan pekerja Sinopec melakukan protes akibat tujuh bulan gaji tidak cair.
Gelombang protes ini menunjukkan kondisi sistemik—bukan insiden terpisah—yang kini merusak citra internasional BRI.
Ahli Ekonomi: BRI Menjadi Bom Waktu Utang dan Proyek Gagal
Pakar keuangan Taiwan, Huang Shih-tsung, menilai BRI awalnya dirancang untuk menyebarkan kelebihan kapasitas industri Tiongkok ke luar negeri. Namun banyak proyek yang dibangun tidak layak secara ekonomi.
“Proyek ini menjadi beban sendiri bagi BUMN Tiongkok. Ketika kondisi ekonomi dalam negeri memburuk, mereka tidak mampu lagi ‘menyuntik’ dana ke luar negeri. Utang yang menumpuk justru menghancurkan neraca perusahaan sendiri.”
Huang menjelaskan bahwa proyek-proyek besar di negara mitra sering kali dibuat bukan karena kebutuhan masyarakat setempat, tetapi karena kolusi antara pejabat lokal dan eksekutif perusahaan Tiongkok sehingga korupsi dan kualitas proyek yang buruk tak terhindarkan.
BRI Disebut Melahirkan Proyek Mangkrak dan Kualitas Rendah
Peneliti Institut Penelitian Pertahanan dan Keamanan Nasional Taiwan, Shen Ming-shih, menyebut banyak proyek BRI berubah menjadi:
- Zombie project (proyek mati suri)
- Proyek kualitas rendah seperti yang terjadi pada gedung yang dibangun di Thailand
- Infrastruktur yang tidak layak dan sarat praktik “halal–fee” hingga korupsi
“Karena negara-negara mitra tidak membayar, semuanya dibiayai Tiongkok. Ketika ekonomi Tiongkok melemah, proyek luar negeri tidak dapat dihentikan, tetapi perusahaan tidak mampu membayar gaji.”
Situasi ini mendorong banyak negara mundur dari BRI, termasuk Italia, Panama, Estonia, dan Filipina.
Negara Penerima Bantuan Mulai Kehilangan Kepercayaan
Beberapa negara mitra BRI kini mengeluhkan:
- Korupsi yang meningkat
- Kualitas proyek yang rendah
- Proses konstruksi yang merusak lingkungan
- Utang besar yang sulit dibayar
Menurut Shen Ming-shih, hal ini menimbulkan ketidakpercayaan terhadap perusahaan Tiongkok, sekaligus memaksa negara-negara itu mengevaluasi kembali kerja sama mereka dengan Beijing.
Kesimpulan
Skandal upah buruh yang terjadi di 14 negara menunjukkan bahwa Inisiatif Satu Sabuk Satu Jalan (One Belt One Road Initiative) tengah berada dalam krisis besar. Kombinasi dari krisis ekonomi Tiongkok, korupsi BUMN, proyek tidak layak, serta memburuknya hubungan dengan negara mitra membuat masa depan BRI semakin tidak pasti. Jika masalah sistemik ini tidak segera diperbaiki, BRI bisa menjadi beban global yang semakin menggerus kepercayaan internasional terhadap Tiongkok.
#BRI #SatuSabukSatuJalan #BeritaInternasional #ChinaBRI #EkonomiGlobal #UtangBRI #ProyekMangkrak #ChinaCrisis #BeritaDunia #TenagaKerjaInternasional #KorupsiProyek #InfrastrukturGlobal #GeopolitikAsia

0 comments