Mantan Hakim Tiongkok Ungkap Modus Penipuan Pemerintah dalam Proyek Investasi Tambang Batu Bara
Seorang mantan hakim asal Guizhou mengungkap dugaan penipuan besar-besaran dalam proyek investasi dan pengelolaan tambang batu bara di Tiongkok. Ia membeberkan bagaimana pemerintah daerah diduga menggunakan kebijakan “investasi” untuk menjerat para pengembang hingga bangkrut.
GLOBALNews - Seorang mantan hakim dari Provinsi Guizhou, Tiongkok, Lin Xiaolong, membeberkan praktik dugaan penipuan sistematis yang dilakukan pemerintah daerah terhadap para pengembang tambang batu bara. Kesaksiannya mengungkap bagaimana pemerintah daerah menggunakan kedok “招商引资” (pendaftaran investasi) untuk menarik investor, lalu perlahan mengambil alih dan menguras kekayaan mereka.
Lin menjelaskan bahwa pemerintah Kabupaten Nayong awalnya menawarkan berbagai insentif agar investor membuka ratusan tambang batu bara di wilayah tersebut. Sebanyak hampir 200 tambang akhirnya beroperasi dengan janji keuntungan besar dan dukungan kebijakan pemerintah.
Namun setelah tambang mulai menguntungkan, pemerintah daerah tiba-tiba menerapkan peraturan baru yang membuat para pengembang kehilangan kendali atas hasil penjualan batu bara.
Kebijakan Monopoli Penjualan untuk Pemerintah
Menurut Lin, pemerintah menerbitkan aturan yang mewajibkan seluruh tambang menjual batu bara hanya kepada pemerintah melalui sebuah badan baru bernama “Perusahaan Distribusi Batubara Listrik”.
Harga batu bara di pasar saat itu mencapai 2.100–2.300 yuan per ton, sedangkan biaya produksi hanya sekitar 600 yuan.
Tetapi seluruh pendapatan dari penjualan harus disetorkan terlebih dahulu ke badan pemerintah tersebut. Pengembang baru menerima pembayaran setelah melalui proses panjang—dan pada akhirnya dana mereka dikuras habis.
“Perusahaan distribusi ini perlahan-lahan mengosongkan uang semua pengembang. Janji awal pemerintah hanyalah sebuah jebakan,” ujar Lin.
Tambang Kecil Ditutup, Aset Dijadikan Jaminan Pinjaman
Pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan tambahan yang semakin menekan pengembang. Tambang dengan produksi tahunan di bawah 300.000 ton diwajibkan tutup atau dilebur menjadi satu tambang besar.
Padahal sebelumnya pemerintah menjanjikan bahwa tambang yang mampu menghasilkan lebih dari 30.000 ton sudah cukup untuk dioperasikan.
Lin menambahkan bahwa pejabat pemerintah beserta kerabat mereka mendirikan banyak perusahaan kredit mikro. Perusahaan pinjaman ini kemudian menawarkan utang kepada pengembang dengan syarat sertifikat hak penambangan dijadikan agunan.
“Setelah sertifikat hak tambang dijadikan jaminan, perusahaan kredit mikro langsung membubarkan diri dan aset tambang pun hilang,” kata Lin.
Nilai satu sertifikat hak tambang bahkan dapat mencapai puluhan juta yuan, sehingga pengembang kehilangan aset besar hanya dalam satu langkah.
Berganti Pemimpin, Tambang Dipaksa Tutup Total
Ketika kepala pemerintahan daerah berganti, seluruh tambang tiba-tiba dipaksa berhenti beroperasi. Banyak pengembang mengalami kerugian hingga miliaran yuan.
Para pengusaha mencoba menggugat pemerintah, dan beberapa bahkan memenangkan perkara. Namun putusan pengadilan tidak pernah dieksekusi. Karena jumlah kasus membludak, pengadilan kemudian berhenti menerima gugatan baru.
Warga Ikut Tertipu dan Mengalami Kekerasan
Tidak hanya pengembang, warga lokal pun dirugikan. Pemerintah menyuruh pengembang menjanjikan kompensasi tanah kepada warga untuk lahan yang dipakai tambang. Pemerintah berjanji akan mengirimkan dana kompensasi kepada pengembang, namun uang itu tidak pernah diberikan.
Akhirnya warga menyalahkan pengembang, sementara pemerintah lepas tangan.
Saat warga melakukan protes massal, pemerintah daerah disebut menggunakan bom molotov, peluru karet, serta penangkapan paksa untuk membubarkan mereka. Banyak warga mengalami luka-luka dan harus dirawat di rumah sakit.
Lin: “Tidak berbeda dari sindikat penipuan”
Lin mengecam keras tindakan pemerintah daerah tersebut.
“Mereka menarik investor dengan janji manis, menghabisi uang mereka, lalu melarang mereka mengadu. Apa bedanya dengan sindikat penipuan di Myanmar?” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa praktik ini telah merugikan warga dan pengembang sekaligus, sementara pemerintah daerah mengambil seluruh keuntungan.
Kesimpulan
Kesaksian mantan hakim Lin Xiaolong kembali menyoroti praktik dugaan penipuan sistematis oleh pejabat Tiongkok terhadap investor dan masyarakat. Dengan kedok “pendaftaran investasi”, pemerintah daerah disebut menarik modal, merampas aset, bahkan melakukan kekerasan untuk membungkam korban. Kasus ini menjadi gambaran gelapnya risiko bisnis di bawah pemerintahan otoriter yang tidak transparan dan tidak memberi perlindungan hukum yang adil.
#Tiongkok #TambangBatubara #PenipuanInvestasi #Guizhou #EkonomiTiongkok #KasusTambang #BeritaInternasional #Investor #PelanggaranHAM #Komunisme

0 comments