Dua Anggota Kongres AS Desak Pemerintah Dukung Gugatan Terhadap Cisco dalam Dugaan Pelanggaran HAM Terkait Falun Gong



Dua anggota Kongres Amerika Serikat mendorong pemerintah untuk mendukung gugatan terhadap perusahaan teknologi Cisco, yang dituduh menyediakan sistem dan teknologi yang digunakan pemerintah Tiongkok untuk memantau dan menindas kelompok Falun Gong. Kasus ini kini menjadi sorotan di tingkat federal dan menunggu peninjauan Mahkamah Agung AS.


Dua anggota Kongres Amerika Serikat dari Partai Republik baru-baru ini mendesak pemerintahan Washington untuk mendukung gugatan hukum terhadap perusahaan teknologi Cisco Systems. Gugatan ini menuduh bahwa Cisco menyediakan teknologi pemantauan yang digunakan pemerintah Tiongkok untuk melacak dan menahan praktisi Falun Gong, sebuah kelompok spiritual yang dilarang dan telah lama menjadi target penindasan di Tiongkok.

Seruan tersebut disampaikan oleh Chris Smith, Ketua bersama Komisi Eksekutif Kongres untuk Tiongkok (CECC), dan John Moolenaar, Ketua Komite Khusus DPR AS untuk Menghadapi Partai Komunis Tiongkok.

Dalam surat yang ditujukan kepada pengacara Mahkamah Agung AS, mereka meminta agar kasus ini diberi izin untuk melanjutkan ke tahap persidangan.

Gugatan Sudah Berjalan Lebih dari Satu Dekade

Kasus ini pertama kali diajukan pada 2011 oleh sekelompok praktisi Falun Gong yang menuduh Cisco:

  • Menyesuaikan produk teknologi agar dapat melacak komunikasi dan identitas praktisi Falun Gong
  • Mengetahui produk tersebut akan digunakan untuk penahanan dan penyiksaan
  • Terlibat dalam pengembangan sistem yang dikenal sebagai “Proyek Tembok Emas / Golden Shield” — jaringan pengawasan internet nasional Tiongkok

Dokumen presentasi Cisco tahun 2008 yang bocor disebutkan memuat klaim bahwa sistem mereka dapat mengenali hingga 90% aktivitas online terkait Falun Gong. Laporan tersebut juga menggambarkan kelompok ini sebagai “ancaman”, sesuai narasi Beijing.

Cisco menolak tuduhan tersebut dan berpendapat bahwa sesuai hukum ATS dan TVPA, perusahaan tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakan pemerintah asing.

Namun, pada tahun 2023, Pengadilan Banding Federal AS menolak pembelaan Cisco, membuka jalan bagi gugatan untuk lanjut ke pengadilan. Cisco kemudian meminta Mahkamah Agung AS untuk membatalkan keputusan tersebut.

Aktivis HAM: Kasus Ini Menyangkut Standar Etika dan Diplomasi AS

Menurut WOIPFG (Organisasi Internasional Penyelidikan Penganiayaan Falun Gong), Proyek Golden Shield telah memainkan peran besar dalam penindasan kelompok tersebut. Organisasi ini meminta penyelidikan tanggung jawab hukum Cisco.

Mantan pengacara di Beijing, Lai Jianping, mengatakan bahwa isu utama bukan hanya penggunaan teknologi, tetapi pengetahuan dan kesengajaan.

“Jika sebuah perusahaan tahu teknologinya akan dipakai untuk menindas warga sipil tetapi tetap membuat dan menyediakannya, maka secara hukum dan moral ia ikut bertanggung jawab,” ujarnya.

Sementara itu, Cisco berpendapat bahwa kasus tersebut melibatkan sensitivitas hubungan luar negeri AS, sehingga seharusnya tidak diteruskan.

Namun Lai menilai bahwa justru sebaliknya, mendukung gugatan ini selaras dengan nilai-nilai kebijakan luar negeri AS, termasuk perlindungan kebebasan beragama dan HAM.


Kesimpulan

Kasus gugatan terhadap Cisco kembali menjadi sorotan setelah dua legislator senior AS meminta pemerintah mendukung agar gugatan tersebut berlanjut ke pengadilan. Perdebatan ini menyentuh isu etika perusahaan, kebebasan beragama, teknologi pengawasan, dan kebijakan luar negeri AS. Keputusan Mahkamah Agung nantinya akan berpotensi menjadi preseden penting dalam penilaian tanggung jawab perusahaan teknologi terhadap penggunaan produk mereka di luar negeri.


#FalunGong #Cisco #HAM #ASvsTiongkok #KebebasanBeragama #PengawasanDigital #GoldenShield #PolitikInternasional #TeknologiDanHAM #BeritaGlobal

0 comments