2 Pengikut Falun Gong Meninggal Dunia Akibat Penganiayaan Selama Tahun Baru Imlek

Praktisi Falun Gong mengambil bagian dalam Parade Tahun Baru Imlek di Flushing, New York, pada 21 Januari 2023 (Samira Bouaou / The Epoch Times)


MARY HONG

Rezim partai komunis Tiongkok tak pernah menghentikan penganiayaan terhadap pengikut Falun Gong selama tiga tahun lockdown akibat COVID-19.

Pada awal tahun 2023, dua orang lansia pengikut Falun Gong kehilangan nyawa mereka setelah bertahun-tahun menderita akibat kampanye penganiayaan brutal Partai Komunis Tiongkok (PKT) terhadap Falun Gong.

Mereka adalah Cui Xiuzhen dari Provinsi Hebei dan Liu Erli dari Provinsi Hunan.

Mereka diculik, dijatuhi hukuman secara ilegal dan dipenjara di kamp kerja paksa, dan disiksa berkali-kali karena menjadi pengikut Falun Gong.

Falun Gong, yang juga dikenal sebagai Falun Dafa, adalah sebuah latihan kultivasi yang didasarkan pada prinsip-prinsip universal tentang Sejati-Baik-Sabar. Pada 1999, mantan pemimpin PKT Jiang Zemin meluncurkan penganiayaan terhadap Falun Gong, mengikuti sejarah panjang penganiayaan rezim terhadap agama dan kepercayaan ortodoks di Tiongkok.
Praktisi Falun Gong Chunying Wang, yang ditahan di Kamp Kerja Paksa Masanjia di timur laut Tiongkok selama lima tahun tujuh bulan, menggunakan foto ini untuk menunjukkan penyiksaan yang dialaminya. Dia berbicara di Washington Press Club pada 24 April 2013. (Gary Feuerberg / The Epoch Times)


Kamp Kerja Paksa Gaoyang

Cui meninggal dunia pada 10 Januari. Dia dalam keadaan sehat sampai dia ditahan dan dianiaya pada 20 Juli 1999.

Dia diculik lagi pada Desember 2000 ketika dia mengunjungi Beijing untuk menyerukan penghentian penganiayaan terhadap Falun Gong.

Dia pertama kali dipenjara di brigade kelima kamp kerja paksa Shijiazhuang, dan kemudian dipindahkan ke brigade kelima Kamp Kerja Paksa Gaoyang pada 8 April 2001.

Banyak pengikut Falun Gong dikirim ke kamp Gaoyang ketika rezim tidak dapat memaksa mereka untuk meninggalkan keyakinan mereka.

Kamp Gaoyang terkenal karena “efisiensi tinggi” dalam memaksa para pengikutnya untuk meninggalkan Falun Gong. Kamp tersebut memiliki lebih dari 100 tongkat elektron bertegangan tinggi dan menggunakan lebih dari 50 metode penyiksaan yang kejam dan tidak manusiawi terhadap para korban yang dipenjara untuk mencapai tujuannya yaitu menghancurkan keyakinan para penganutnya, menurut laporan World Organization to Investigate the Persecution of Falun Gong (WOIPFG) atau investigasi oleh Organisasi Dunia untuk Menyelidiki Penganiayaan terhadap Falun Gong.

Di dalam kamp Gaoyang, “posisi jongkok” adalah metode penyiksaan yang secara rutin digunakan terhadap pengikut Falun Gong.

Menurut keterangan para penyintas, sepatu dan kaus kaki korban dilepas dan mereka dipaksa berjongkok sementara para penjaga menarik kedua lengan dengan paksa ke samping dan mengencangkannya dengan kuat ke tanah. Lama kelamaan, pinggang dan kaki korban menjadi sakit, mati rasa, memar, dan bengkak.

Tongkat kejut listrik adalah alat umum lainnya dalam gudang penyiksaan PKT. Beberapa polisi menyerang korban dengan tongkat listrik, menyetrumnya berulang kali dari kepala hingga kaki sampai korban mengalami luka bakar parah.

Pada 22 Maret 2003, ketika Xiuzhen dibebaskan dari kamp Gaoyang, ia kurus kering dan terlalu lemah untuk berjalan; bicaranya tidak jelas, anggota tubuhnya tidak terkoordinasi, dan ingatannya memburuk. Pada 2014, dia menjadi lumpuh dan mengalami afasia. Setelah 8 tahun tersiksa, dia meninggal dunia pada 10 Januari.

Diculik 18 Kali

Liu adalah seorang pengikut Falun Gong berusia 81 tahun, mengalami lebih dari 22 tahun pemenjaraan, penyiksaan, dan kekerasan oleh rezim.

Pada akhir 2022, polisi kembali mencoba menculiknya dari rumahnya, namun ia menyerah karena terlalu sakit untuk bergerak.

Sejak awal penganiayaan pada 1999, polisi partai komunis telah menangkapnya secara ilegal sebanyak 18 kali. Dia ditahan secara ilegal di kamp kerja paksa sebanyak empat kali dengan total waktu lima tahun. Dia juga dijatuhi hukuman 3 tahun 6 bulan penjara pada usia 75 tahun.

Selama penahanan dan pemenjaraan, ia mengalami pemukulan dan sengatan listrik.

Pada 21 Juli 2018, ketika dia dibebaskan dari penjara, kesehatannya sudah memburuk. Rezim menangguhkan pensiunnya dan pengawasan serta pelecehan tak kunjung berhenti. Liu meninggal dunia pada 2 Januari.

Penganiayaan Terhadap Para Lansia

Pada 2022, PKT menculik dan melecehkan setidaknya 7.331 pengikut Falun Gong, menurut laporan dari Minghui.org, sebuah platform online yang berbasis di Amerika Serikat yang mencatat dan melaporkan penganiayaan PKT terhadap pengikut Falun Gong di Tiongkok.

Di antara 7.331 korban yang telah dikonfirmasi, 971 orang, atau sekitar 13 persen, berusia 60 tahun ke atas pada saat penangkapan atau kekerasan, termasuk 327 orang berusia 60-an, 438 orang berusia 70-an, 197 orang berusia 80-an, dan 9 orang berusia 90-an.

Cui Jinshi yang berusia 88 tahun di Kota Harbin, Tiongkok utara, diculik pada 13 April 2022, dan disiksa hingga tewas pada hari yang sama. Ketika putranya melihat tubuhnya di rumah sakit, tenggorokannya telah digorok.

Zhang Siqin, seorang pengikut Falun Gong berusia 69 tahun dari Kota Dalian, di timur laut Tiongkok, diculik dari rumahnya pada 19 Januari 2022. Keluarganya mengetahui bahwa ia telah meninggal dunia di Pusat Penahanan Dalian pada 27 Januari, hanya 8 hari setelah ditahan.

Setelah 23 tahun penganiayaan yang panjang, beberapa pengikut Falun Gong tidak pernah merasakan kedamaian. “Beberapa dikeluarkan dari sekolah, beberapa dipecat dari pekerjaan mereka, dan beberapa masih menghadapi tekanan terus-menerus bahkan setelah mereka menjadi lumpuh karena penganiayaan,” menurut Minghui.org.

Li Jiesi berkontribusi dalam laporan ini.


0 comments