“Pertemuan Trump–Xi” Hasilkan Serangkaian Kesepakatan, Namun Analis Ingatkan: Strategi Tunda ala Beijing Bisa Menipu

 

Dalam “KTT Trump–Xi” yang digelar pada 30 Oktober di Busan, Korea Selatan, kedua pihak mengumumkan pencapaian di sejumlah bidang penting, mulai dari pembelian kedelai AS, penundaan kebijakan ekspor logam tanah jarang (rare earth), hingga kerja sama dalam memerangi narkotika fentanyl. Meski kesepakatan ini disambut positif oleh sebagian pelaku pasar, banyak analis menilai Beijing hanya berupaya “meredakan ketegangan sementara” untuk mengulur waktu.

Pertemuan Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Tiongkok Xi Jinping di Busan menghasilkan sejumlah kesepakatan ekonomi, termasuk pembelian besar-besaran kedelai dan kerja sama pemberantasan fentanyl. Namun para pakar memperingatkan bahwa langkah Beijing mungkin hanyalah strategi penundaan sementara di tengah tekanan internal dan eksternal.


GlobalNews - Pertemuan bersejarah antara Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Tiongkok Xi Jinping, yang dikenal sebagai “KTT Trump–Xi”, digelar pada 30 Oktober di Busan, Korea Selatan. Meski berlangsung singkat — hanya sekitar 100 menit — kedua pihak mengumumkan pencapaian di sejumlah bidang penting, mulai dari pembelian kedelai AS, penundaan kebijakan ekspor logam tanah jarang (rare earth), hingga kerja sama dalam memerangi narkotika fentanyl.

Namun, meski ada kemajuan di atas kertas, tidak ada konferensi pers bersama setelah pertemuan tersebut, dan tidak ada pernyataan resmi gabungan yang dirilis. Hal ini memunculkan pertanyaan tentang sejauh mana kesepakatan ini benar-benar solid.


Isi Kesepakatan dan Sikap Hati-hati AS

Dalam konferensi singkat, Presiden Trump mengatakan bahwa kedua pihak telah mencapai kesepahaman dalam banyak hal, termasuk janji Beijing untuk segera membeli kedelai dalam jumlah besar.

“Mereka akan mulai membeli dalam jumlah besar — kedelai dan berbagai produk pertanian lainnya — mulai segera,” ujar Trump.

Tiongkok berjanji akan membeli 12 juta ton kedelai pada tahun ini, serta 25 juta ton per tahun selama tiga tahun berikutnya. Sebagai imbalannya, Trump mengumumkan penurunan tarif atas produk Tiongkok dari 20% menjadi 10%, sementara tarif lainnya “tetap tidak berubah”.

Kesepakatan lainnya mencakup:

  • Penundaan satu tahun terhadap kebijakan kontrol ekspor logam tanah jarang,
  • Penghentian sementara “biaya pelabuhan” bilateral selama satu tahun,
  • Serta penundaan penyelidikan AS terhadap industri maritim dan logistik Tiongkok (301 Investigation).

Trump menegaskan bahwa hasil ini “membuka jalan bagi hubungan ekonomi yang lebih stabil”, namun menolak menjawab pertanyaan tentang isu Taiwan, chip Nvidia, dan subsidi industri Tiongkok.


Kecurigaan dan Peringatan dari Para Analis

Meski kesepakatan ini disambut positif oleh sebagian pelaku pasar, banyak analis menilai Beijing hanya berupaya “meredakan ketegangan sementara” untuk mengulur waktu.

Pakar hubungan internasional Xie Tian, profesor di University of South Carolina Aiken, menyebut bahwa:

“Perang dagang sebenarnya masih berlanjut. Yang kita lihat sekarang hanyalah semacam strategi ‘menunda serangan’. Saya pikir kemungkinan pemisahan ekonomi (decoupling) tetap sangat besar.”

Sementara itu, Ding Hongbin, wakil dekan di Loyola University Maryland, mengingatkan bahwa:

“Tiongkok sudah 25 tahun bergabung dengan WTO, tapi tak pernah sepenuhnya memenuhi janji pembukaan pasar finansial dan asuransi. Karena itu, sulit mempercayai komitmen baru mereka kali ini.”


AS Bangun Jalur Pasokan Baru, Lepas dari Ketergantungan

Sebagai langkah antisipasi, pemerintahan Trump mempercepat pembangunan rantai pasokan mandiri “dari tambang hingga magnet” di sektor logam tanah jarang.

Menteri Keuangan AS Scott Bessent dalam wawancara dengan Financial Times mengatakan, bahwa Amerika Serikat akan sepenuhnya bebas dari ketergantungan pada pasokan logam tanah jarang dari Tiongkok dalam waktu 12–24 bulan.

“Tiongkok membuat kesalahan besar. Dengan memperluas kontrol atas ekspor logam tanah jarang, mereka justru menembak ke udara setelah menaruh pistol di atas meja,” kata Bessent.


Penutup: Perdamaian Dagang Masih Rawan

Meski Trump dan Xi berencana melanjutkan dialog — dengan kunjungan balasan dijadwalkan pada April 2026 di Florida atau Washington D.C. — banyak pihak menilai bahwa perang dagang belum benar-benar berakhir.

Dengan kondisi ekonomi Tiongkok yang kian rapuh, langkah-langkah damai yang ditunjukkan Beijing bisa jadi hanyalah “strategi tunda” untuk menenangkan pasar dan menahan tekanan internasional.


#TrumpXiSummit #PerangDagangASChina #EkonomiGlobal #XiJinping #DonaldTrump #TruthMedia

0 comments